37. 257 Hari

9K 587 129
                                    

Zahra Almaira P.

"Pelukan kemarin itu tidak seperti yang kamu lihat, dek. Ruma memeluk mas sebagai bentuk pamitan. Dia di geser ke pos bawah." Ucap mas Yudha setelah dia melepas pelukan hangatnya.

Aku kaget. Maksudnya dora kw 12 yang sudah mengatai ku macam-macam itu tidak di distrik Keerom lagi?
Huwa. Perlukah aku membuat syukuran kecil-kecilan?

"Are you sure?" Aku memastikan. Siapa tahu mas Yudha cuma ngeprank. Agar aku tidak marah lagi.

Siapa yang tidak marah coba? Melihat orang yang kita cintai dipeluk wanita lain. Di hadapan banyak orang dan tentunya di depan mata kepala kita sendiri. Aku yakin semua orang akan marah melihat hal itu.

"Yes. Sangat amat serius. Sepertinya pos bawah lebih membutuhkan tenaga medis. Ketimbang di sini yang sudah banyak tenaga medisnya. Kemarin dia pamitan dan dia mengakui semua perasaannya ke mas."

Aku tidak kaget. Pasti telah terjadi sesuatu di antara mereka bedua. Menengok Ambar Ruma yang sampai nangis kejer, dan teriak-teriak gak jelas di hadapan mas Yudha. Meskipun, aku sendiri tidak tahu apa yang mereka bicarakan.

"Lalu?"

"Dia suka sama mas sejak SMA." Ucap mas Yudha serasa tanpa beban.

"Iya?" Senyum yang tadi sempat singgah di bibir ku mendadak hilang.

"Jangan cemberut gitu lah" Mas Yudha menarik sudut bibir ku "Dia emang suka sama mas, tapi cuma Zahra yang ada di masa depan Yudha." Lanjutnya.

Aku diam. Sepertinya ada banyak cerita yang ingin disampaikan mas Yudha.

"Makanya dia nangis dan teriak-teriak begitu. Meskipun mas sudah kasih penjelasan dia tidak terima."

"Malah mengatakan yang bukan-bukan. Tapi akhirnya dia sadar diri. Dan mengatakan maaf. Dia pamit dan nitip salam buat kamu. Ruma belum siap untuk meminta maaf secara langsung, katanya hatinya masih butuh proses penyembuhan. Mungkin, dia akan menemui kamu jika hatinya sudah siap. Saat pernikahan kita. Maybe." Mas Yudha mengedikkan bahu.

"Itupun kalau kamu sudi mengundang dia, katanya begitu." Tambahnya sambil terkekeh.

Syukurlah kalau Rumah hantu itu tahu diri. Tahu posisi. Mundur alon-alon dan mengurungkan niatnya untuk jadi pelakor. Karena kalau sampai itu terjadi, aku akan memberinya pelajaran yang setimpal. Jangan main-main kalian sama sarjana pendidikan. Muka boleh kalem sabar, tapi sekalinya diusik kami bisa berubah jadi sangar.

"Ya bagus deh." Aku bersedakep tangan. Sambil pasang muka sok garang.

"Udah gak marah lagi, hum?" Mas Yudha memiringkan wajahnya.

"Rara pikir-pikir dulu."

"Dasar pencemburu." Ucapnya mencibirku.

Seharusnya kamu bersyukur pak letnan, punya calon istri kayak aku begini. Kalau akau pencemburu itu tandanya aku amat mencintainya bukan?

-
257 hari, aku berada di sini. Itu artinya sudah setengah tahun lebih sedikit aku mengabdikan jiwa raga ku untuk mencerdaskan anak negeri. Kurang beberapa bulan lagi masa bakti ku habis, aku akan pulang ke Malang dengan membawa sejuta cerita dan kenangan indah.

Kenangan indah ku bersama anak-anak di sini, cerita indah ku bersama warga sini, bersama tentara, bidan dan dokter Aksa tentunya.
Semuanya akan ku ceritakan ke anak cucu ku kelak. Sebagai dongeng pengantar tidur mereka.

Dan untuk cerita ku bersama mas Yudha. Biar aku saja yang tahu. Tidak perlu anak cucu ku tahu tentang tentara hebat itu.
Bisa besar kepala dia nanti ha ha ha..

DEJANIRA (Terbit Ebook di Play Store) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang