Saat matahari telah berganti posisi dan tugas bersama bulan di kota Seoul, Jungkook duduk memandangi bagaimana bulan bersinar begitu terang malam ini. Bisa kita katakan jika memandangi bulan adalah hal rutin yang selalu Jungkook lakukan terhitung sejak kurang lebih setahun yang lalu.
Melihat bulan yang bersinar begitu terang saat malam hari membuat Jungkook berpikir dua hal. Pertama, walau tahu cahayanya tak seterang natahari, tapi bulan berusaha agar malam yang gelap tak se-menyeramkan mimpi yang kadang tak membawa kepastian. Namun juga Jungkook berpikir jika bulan tengah mengejeknya di tengah keputusasaan yang dia rasakan.
Tetapi dari pada berpikir negatif, Jungkook mengibaratkan bulan itu sebagi hatinya. Kenapa? Karena sejak setahun yang lalu, Jungkook merasakan kekosongan dan kegelapan meliputi dan membungkus dirinya, terutama hati! Seolah-olah, kegelapan dan kekosongan itu adalah tanda ataupun sebuah hukuman padanya akibat masa lalu yang sebenarnya tak Jungkook ketahui lagi sama sekali.
Sedikitnya, Jungkook ingin menumbuhkan secerca cahaya yang bisa membuat hatinya sedikit lebih terang, tidak merasakan kekosongan, dan mendapat sedikit saja kehangatan. Namun hatinya juga bisa di ibaratkan seperti gerhana bulan. Saat itu akan terjadi, perlahan-lahan kegelapan yang lebih menyeramkan akan memakan satu-satunya cahaya yang membantu menerangi gelapnya bumi di malam hari. Bedanya, jika kegelapan itu berlangsung sementara, hati Jungkook entah kapan akan menemukan terangnya kembali. Seakan-akan, gerhana itu belum saatnya untuk pergi dan membebaskan cahaya.
Hanya satu pertanyaan yang selalu tertanam dalam pikiran dan hatinya sejak kurang lebih setahun yang lalu.
Apa masa laluku?
•••••
Jungkook menatap jengah dan lelah ke arah Jimin yang baru bisa keluar dari panti asuhan setelah berjam-jam lamanya. Bahkan saat terang kini dimakan gelap, mereka baru bisa merasakan kebebasan dunia.
Bayangkan saja, berjama-jam Jungkook harus sabar menjadi permainan anak-anak panti. Jika saja dia tak sembarangan bicara mengenai marga Jeon itu, Jungkook tak akan semenderita ini. Walau memang, sedikitnya Jungkook senang melihat suasana panti.
Seandainya saja Jungkook bisa seperti anak-anak panti, yang walaupun penuh dengan masalah, mereka bersikap tak peduli dan mencoba merasakan kehangatan lain yang tersedia di tempat ini.
Walau tak sepenuhnya, Jungkook ingin kembali menjadi anak kecil. Bocah yang tak pernah memikiran kemungkinan buruk dan segala permasalahan hidup, karena yang dia tahu hanyalah bermain agar bahagia. Sayangnya, nasibnya tak mendukung! Bukan menjadi anak kecil yang dia pikirkan, Jungkook justru jadi anak kecil yang harus memikirkan masalah hidupnya di dunia dewasa ini meski umur tak mendukung sepenuhnya!
"aku lapar, Jimin.." ucap Jungkook dengan wajah memelasnya. Sungguh! Dia lapar. Hampir seharian pikirannya teralihkan dengan suasana panti, dia melupakan kenyataan bahwa dirinya dan Jimin juga butuh pasokan energi kalau mau tetap hidup.
Bukannya jawaban yang Jungkook inginkan, Jimin justru tersenyum mencurigakan, lagi! "makan aku aja gimana?" katanya sambil menaik-turunkan alis kanannya.
"gak usah becanda deh!" tatapan memelas Jungkook kini digantikan dengan tatapan malas. Sifat Jimin yang 'itu' kumat lagi!
"aku gak becanda kok!" ucapnya seakan-akan itu adalah hal yang serius.
"ayok!" keputusan terakhir yang Jungkook ambil sebelum menjadi semakin gila adalah menarik Jimin kemudian berjalan di sepanjang trotoar.
"beneran mau makan aku!?" ucapnya dengan semangat.
"makan masakan kamu lebih tepatnya!"
•••••
"kamu gak mau jenguk Soyeon?"
KAMU SEDANG MEMBACA
ʟᴏᴠᴇʟʏ ʟᴜɴᴀᴛɪᴄ ʙᴏʏ (✓)
Fanfiction[sequel The Fvcking Hoodie Guy] Jungkook = sexy nerd Jimin = sweet psycho © sLMyyy, August 2019