Nafasnya terengah-engah seiring dengan dada yang memburu ketika mata itu terbuka. Tapi begitu sebuah suara menyapa telinganya, Jimin dengan segera memandang sumber suara tersebut yang tengah berdiri di depan pintu, jangan lupakan seringai tipis seolah tengah mengejek dirinya saat ini.
"bagaimana?"
Jimin memperbaiki duduknya dan menyandar di kepala ranjang. Keringat masih terus bercucuran, menghiasi wajah berbagai ekspresi tersebut.
Dahinya berkerut ketika lelaki itu, Taehyung, berdiri di depan pintu dan seolah nyaman memandangi Jimin yang tampak lemah tak berdaya. Jimin membencinya!
Taehyung berjalan pelan mendekati ranjang. "bagaimana keadaan Jungkook?" dia mengambil tempat tepat di depan Jimin dan duduk. "sudah mati?"
Mendengar itu, tubuh Jimin seketika menegang ketika mengingat kejadian terakhir yang tiba-tiba meintas di pikirannya. Begitu kejadian itu berputar bagaikan kaset rusak, Jimin memandangi kedua tangannya yang mulai bergetar, jangan lupakan bekas-bekas luka yang menghiasi permukaan kulit putih tersebut.
Apa bisa dikatakan Jimin melakukan kesalahan besar?
Dia membunuh Jungkooknya dengan tangan itu sendiri, berarti dia membunuh hatinya juga! Hati itu mungkin saja akan mati perlahan seperti bagaimana seharusnya.
Jimin tertawa miris dalam hatinya menyadari jika hidup tak memihak dia! Seolah semua yang tampak di depan matanya maupun berada di sekitarnya tak memihak dia. Seolah semuanya mengenakan topeng untuk menutupi wajah asli mereka, bagaimana munafiknya semua orang itu.
Melihat kedua telapak tangan yang dijatuhi air mata membuat Jimin menyadari jika dia tengah menangis. Semua seperti berlalu dengan sangat cepat, secepat mengedipkan mata. Membuat Jimin tak dapat memproses semuanya dengan baik.
"tak usah menangis.." Jimin bahkan tak memperdulikan saat pipinya yang basah diusap lelaki itu. "tapi dengan terpaksa aku harus mengatakan hal ini.. Kau bodoh, Jimin!"
Ketika kata 'bodoh' itu menyapa telinganya, Jimin mengangkat wajahnya menatap lelaki itu dengan dahi mengernyit. Sialnya, dia terkekeh mengejek ketika tangan itu tak lagi berada di pipi Jimin!
"kau mencintai pria itu?"
Jimin mulai benci dengan senyum yang diberikan Taehyung. Senyum yang dengan terang-terangan menyatakan ejekan terbesar bahwa Jimin lemah! Meski demikian, Jimin tak berniat untuk mengeluarkan satu kata pun karena jujur saja, dia sedikit penasaran dengan arah pembicaraan lelaki yang ingin sekali Jimin bunuh juga jika ada kesempatan.
Sialnya, dia terkekeh lagi. Seolah sangat senang melihat Jimin yang menderita. "apa kau benar-benar percaya jika lelaki yang kau cintai adalah akar masalahmu selama ini?"
Tubuh Jimin membeku. Seketika dia mulai takut dengan apa yang akan Taehyung katakan selanjutnya. Dia seperti mendapat serangan mendadak dalam dirinya ketika lelaki itu mulai kembali menuturkan kalimatnya.
"dan.. apa kau yakin juga jika Jungkookmu adalah ayah biologis Park Minji? Hahaha.." Jimin mulai takut ketika lelaki itu tertawa. Jimin takut!
"apa kau pernah menonton film?" meski tatapannya tertuju pada kedua telapak tangan yang mulai bergetar takut, Jimin tetap berusaha mendengarkan semua yang akan dikatakan lelaki brengsek itu. "mereka membuat film berdasarkan naskah atau skenario, benar? Jika benar, maka adanya skenario itu karena perbuatan tangan penulisnya kan?"
"jadi," lanjutnya. "teruslah berdoa dan mengharapkan akhir yang bahagia. Meski sebenarnya kau tahu jika akhir sebuah cerita bergantung pada penulisnya. Akhir kisah kalian bergantung padaku, entah itu berakhir indah atau membuatmu mati perlahan.."
KAMU SEDANG MEMBACA
ʟᴏᴠᴇʟʏ ʟᴜɴᴀᴛɪᴄ ʙᴏʏ (✓)
Fanfiction[sequel The Fvcking Hoodie Guy] Jungkook = sexy nerd Jimin = sweet psycho © sLMyyy, August 2019