Bakal lanjutin apa bila blum bisa bikin cerita baru.
.
.
.Seulgi berlari, terus berlari ke arah koridor yang terlihat begitu ramai. Ia benci dengan koridor sepi tempatnya biasa menangis, meraung, dan menjerit. Ia benci itu.
Ia merasa kalau hidupnya sudah-sudah benar-benar di hancurkan dan di kuasai oleh seseorang yang bahkan membautnya harus terjebak dengan ini semua.
Lisa.
Wanita licik itu terus menerornya. Menerornya hingga membuat Jennie benar-benar harus hancur bersama dengan Hanbin. Entah, apa masalah Wanita berponi itu pada dua pasangan yang bahkan belum sempat merasakan kebahagiaan di pernikahan mereka.
Seulgi tidak peduli, bahwa beberapa orang kini tengah mengejar. Ia ingin cepat sampai di depan koridor, dimana sangatlah ramai.
Tidak peduli juga dengan kakinya polos beberapa kali menginjak pecahan kaca. Hingga sebuah teriakan, "SEULGI!"
Seulgi tidak menghiraukan. Ia terus berlari sehingga udara yang berada di paru-parunya sangatlah berlebihan. "SEULGI!! BERHENTI ATAU PEDAL PISTOL ANAK BUAHKU AKAN MENANCAP DI DADAMU!"
Tidak! Seulgi tidak ingin di tembak. Ia masih ingin memikirkan Seumin. Maka itu, dia berhenti dengan tubuh yang ambruk ke lantai dingin Koridor. Lisa mendekatinya dengan tatapan tajam.
"Kau gila?! Kau ingin kemana huh? Diluar sana mereka akan menganggapmu sebagai gelandangan melihat pakaianmu yang terkoyak, bodoh! Cuih! Menyedihkan sekali nasibmu, Kakak... Ipar? Haha!" Lisa tertawa keras, lebih keras sehingga Seulgi yang muak pun bangkit dan
Plak
Lisa terpengarah merasakan hawa panas menjelajar di pipinya kini. Tidak ada yang berani menampar seorang Lisa Manoban kalau soal ini.
Tapi, Seulgi? Ia sangat berani.
Lisa yang masih memegangi pipinya menatap.Seulgi dengan tatapan kebencian. Tangannya kemudian terangkat mengambil senjata yang dipegang anak senjata lalu menyodorkannya pada Seulgi yang tengah menangis tersedu.
Dorr.
***
Jennie menerawangkan matanya ke arah rumah sakit yang ia tempati untuk mengobati asam lambung yang ia derita. Bersama dengan Hanbin yang kini memainkan ponsel di sampingnya saat ini. Ia tersenyum, mengingat bahwa sebentar lagi mereka akan bersama kembali. Bersatu menjadi sebuah keluarga yang utuh.
"Kenapa?" Tanya Hanbin dengan tatapan yang tertuju pada perut Jennie.
"Tidak. Hanya saja, sedikit perih"
Hanbin mengangguk, lalu melanjutkan main ponsel. Ia hanya ingin mengatasi rasa bosan yang menghampirinya setelah hampir 2 jam terduduk di kursi penunggu. Menyebalkan.
"Apa masih lama?" Tanya Hanbin pada Jennie. Jennie tersenyum lalu menggeleng. "Aku lapar," cicitnya manja, Jennie kemudian terkekeh lalu menepuk pipi Hanbin gemas.
"Tunggu sebentar la--"
"Nyonya Kim Jennie, silahkan masuk."
"Nah, kan,"
Hanbin dan Jennie masuk bersama. Setelah mendapat pencerahan dan sedikit peringatan dari Dokter, mereka pun keluar bersama dengan Jennie yang tersenyum sedangkan Hanbin yang murung. "Ada apa sih, sayang?" Tanya Jennie sembari merapikan rambut Hanbin yang sempat berantakan.
"Masa iya, tidak ada hubungan itu selama asam lambung kamu masih sakit," Ujarnya dengan nada manja. Jennie dapat merasakan bahwa Hanbin--- suaminya itu tengah merasakan gairah. Mengingat bahwa mereka tidak lagi pernah melakukan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
My Taecher Or My Husband (Jenbin)
RomanceMenikahi seorang Pria yang notebene-nya adalah Gurunya sendiri!