Bagian 1

5.7K 164 1
                                    


"Siap berangkat pak?" kepala Tris menyembul dari balik pintu, Adit melirik jam tangannya, pukul 10 lewat 5 menit.

"oke, saya lapor ke Kadis dulu" jawabnya.

Ia menyeruput kopi hitam yang tinggal setengah, berdiri merapikan baju dinasnya dan melangkah menuju ruang Kadis.
.
.
Diluar kantor Tris melihat atasannya itu keluar sendiri

"Kadis tidak jadi ikut?" tanya Tris.

"10 menit lagi menyusul, kita duluan saja." tukas Adit sambil menyerahkan kunci mobilnya.

Ini kali pertama Adit turun kelapangan dan terlibat dalam perencanaan bangunan, walaupun Ia lulusan teknik sipil tapi sejak mengabdi sebagai PNS Ia di tempatkan di BAPPEDA, baru satu bulan ini Ia pindah ke Dinas PU dan mendapat amanah sebagai Kasi Perencanaan.

Tiba dilokasi proyek ternyata mereka sudah di tunggu oleh dua orang laki-laki muda dan seorang perempuan, menariknya perempuan ini mengenakan gamis lebar menyapu tanah dan kerudung yang menutupi setengah tubuhnya, biasanya perempuan dengan pakaian syar'i begini ada di masjid mengajar mengaji membawa Al-Qur'an dan Siroh Nabawiah, bukan diantara lelaki dan membawa meteran.

Sadar diperhatikan oleh Adit gadis itu memperkenalkan diri.

"saya Erin pak, ini Randi dan Wahyu, kami dari Konsultan Perencana",

Adit hanya mengangguk kecil.

  Selanjutnya Adit lebih banyak diam, dia bukan tipe orang yang banyak bicara, dibiarkannya Tris berinteraksi dengan mereka, toh sepertinya mereka sudah saling kenal sebelumnya, diambilnya kamera saku dan mulai mengambil dokumentasi sebagai bukti kerja mereka hari ini.

Adit justru asyik melihat Erin dan rekannya bekerja, gamisnya sama sekali tak jadi penghalang, dia bahkan terlihat santai berlama-lama di bawah sengatan matahari yang sedang menuju puncak kepala.

... ... ...

Erin bergegas membereskan barang-barangnya, memasukkan laptop ke ransel dan menggulung beberapa kertas bergambar. Ufhh ia mendengus kesal, ini kali ke tiga asistensi dengan Adit dalam pekan ini, banyak sekali tuntutannya, bawel, bahkan Erin dikatai Arsitek abal-abal yang tak berpengalaman, padahal Erin merupakan salah satu lulusan terbaik dari Universitas Negeri yang bonafit dan di semester akhir ia sudah terlibat dalam proyek besar bersama para dosennya, di kota ini saja sudah beberapa gedung hasil desainnya yang berdiri dengan anggun.

"Gambarmu skala berapa sih? Gak kelihatan ukurannya, kecil amat" Komentar Adit membuka percakapan. Selalu begini, tidak penting untuk dibahas, Erin memang mencetak pada kertas ukuran A3 mengingat ini hanya sample, sementara semua gambar ada di laptopnya. Adit melirik Erin yang membisu sementara Erin meremas ujung kerudungnya menahan emosi "Kasi bawel, sayangnya kau terlalu tampan untuk ku cakar" teriak Erin dalam hati, hanya dalam hati.

Kembali ke kantor dengan muka berlipat, Erin meluapkan kekesalannya pada Randi dan Bang Danil boss nya, boss rasa saudara karena bang Danil selalu menganggap mereka sebagai tim bukan atasan bawahan. Ia tak bisa berhenti menggerutu,

"lelah aku bang, bolak balik ngurusi Kasi songong begitu, alihkan ke Randi aja ya?" Randi mengangkat tangan menyerah

"kalau aku sih no!" jawabnya tergelak.

"hati-hati ya Rin, Pak Kasi masih muda, baru 30an, ganteng pula, awas jatuh cinta, udah ada istrinya lo, kecuali kalau siap jadi yang kedua" Randi melanjutkan tawanya.

Deg, Erin terdiam, bagaimanapun imannya sudah agah goyah karena terpukau wajah rupawan yang kalem itu.

Adit mengetuk-ngetuk meja kerjanya, menatap gawai menunggu kabar dari Erin. Sepuluh hari kosong tanpa asistensi. Sebenarnya ia hanya memberi waktu satu minggu, tapi Erin ingkar dengan banyak alasan, hari ini tidak ada toleransi lagi.

Sebetulnya tak perlu asistensi sesering ini tapi sosok Erin pantas dirindukan tak cukup hanya mendengar suara saja. Mata bulat, pipi sedikit cabi dan hidung mungil,natural tanpa polesan make up, yang paling menggemaskan gigi ginsulnya kerap membuat bibirnya seperti merekah. Adit tersenyum sendiri mengingat Erin saat mempresentasikan idenya, aura positifnya memancar memberi semangat walaupun kadang ia tak dapat menyembunyikan lelah fisiknya.

"Pak, sudah ada jadwal ekspose dengan para pejabat?" Tris masuk dan langsung duduk di depan Adit.

"Lima hari lagi, Erin janji datang pagi ini, kita mantapkan konsepnya". Adit merapatkan duduknya ke meja kerja.
"Pak, aku rasa asistensi dan komunikasi dengan Erin terlalu sering, apa tidak keterlaluan?" kalimat Tris sedikit menohok jantung.

"Dengar Tris, proyek yang di garap Erin itu Alun-alun kota, paling kompleks dibanding proyek lainnya, ada bangunan publik dan ruang terbuka, penggunanya juga dari berbagai kalangan, aku suka konsep Erin, sentuhan desainnya khas, ini akan jadi point of interest nantinya. Makanya harus aku pastikan dia bisa maksimal, klo perlu dia kerjakan disini biar aku tau progresnya."

"Harus sesering ini?"

"Ya"

"Bukan karena ada cinta dibalik proyek? Erin perempuan baik-baik pak, jangan dijadikan mainan, aku gak akan biarkan kalian semakin jauh"

Adit melongo, digigitnya ujung pensil sampai berderak, lalu menghempaskan punggung kesandaran kursi. Setelah mulutnya berbusa memaparkan berbagai teori yang melegalkan kedekatannya dengan Erin demi menyembunyikan maksud hati yang sesungguhnya, ternyata lajang ingusan itu tetap saja bisa melihat bunga-bunga yang bermekaran dihatinya setelah winter yang berkepanjangan.

Adit tahu maksud Tris, tapi Adit tak rela jika Erin didekati oleh penjahat kelamin seperti Tris.
 
Bersambung...

High Quality Pelakor ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang