Bagian 11 ( makmum ku )

2.4K 107 1
                                    

Jam dinding merah jambu menunjukkan angka setengah tiga pagi, Adit bangkit dan duduk disisi ranjang, ia mengusap rambut ikalnya, membetulkan selimut Tanisa putrinya, kemudian beranjak keluar kamar yang hampir semua perabotnya warna merah jambu itu.

Diambilnya air wudhu kemudian bersujud di sajadah memohon barokah disepertiga malam terakhir sebelum kemudian kembali ke peraduan.

Seharusnya pagi tadi dia kembali ke rumah Erin menanyakan perihal maksud teleponnya malam itu. Tapi Tanisa sudah mencegatnya didepan pintu kamar bahkan sebelum ia mandi pagi.
"Papa, cepat mandi! Kita jadi pergi kan?"
"Pergi kemana sayang?" Adit menatap bingung bergantian kearah Tanisa dan Utami istrinya yang berdiri di belakang Tanisa.
"Ish, papa lupa ya? Tanisa kan ulang tahun hari ini, jadi Tanisa mau jalan-jalan seharian sama mama papa"

Adit menepuk jidatnya, bagaimana mungkin dia bisa lupa hari penting putrinya? Erin benar-benar menyita seluruh ingatannya.
"Astaghfirullah, papa benar-benar lupa, maaf ya sayang" Adit berjongkok, di ciumnya kening Tanisa yang mulai cemberut.
"Sebentar ya tuan putri, papa mandi dulu"Adit tersenyum sambil mencubit pipi si bocah yang menggemaskan.

Ulang tahun Tanisa artinya satu hari memperlakukannya bagai tuan putri. Jangankan untuk menyelinap pergi, mengintip gawai saja dia sudah protes. Mulai dari belanja mainan, makan es krim, main di indoor play ground, berenang dan berakhir dengan makan malam di cafe kesukaannya. Sampai di kamarnya pun Adit tak boleh pergi hingga akhirnya sama-sama tertidur kelelahan.

Bagaimanapun Adit berusaha menikmati kebersamaan bersama keluarganya, ia tetap tak dapat menyembunyikan wajah galaunya dari Utami, perempuan berparas ayu itu tak mampu menahan diri untuk tidak bertanya.
"Ada janji dengan perempuan itu mas?" Tukasnya sinis.
"Rupanya ada yang lebih penting dari Tanisa" kali ini ia seperti menahan tangis.

Adit hanya membuang muka, mendengus kesal, kesal pada Utami yang terus mengawasinya dan pada Erin yang ponselnya tak kunjung aktif. Tapi ini bukan tempat dan hari yang tepat untuk bertengkar. Seandainya Utami tak keras kepala, ia mungkin tak perlu terluka begini, toh sudah sejak awal Adit katakan jangan mencinta terlalu dalam.

Kini rasa bersalah pada Utami bercampur dengan rasa rindu pada Erin ditambah kasih yang berat saat melihat wajah Tanisa, serentak menggerogoti jiwa Adit, terasa sangat menyiksa.

****

"Nikahi aku Mas" pinta Erin sesaat sebelum nomornya tak bisa dihubungi, sebenarnya Adit masih dapat mendengar kalimat itu dengan jelas diantara suara lalu lalang kendaraan. Tapi antara percaya dan tidak, bagaimana mungkin perempuan yang biasanya bicara tegas bahkan terkesan judes itu bisa tiba-tiba memohon dengan lirih sedemikian lemahnya? Atau jangan-jangan seseorang tengah berusaha menjebak Adit dengan cara memaksa Erin bicara begitu agar Adit menemuinya? Entahlah...

Minggu lalu mereka masih terlibat dalam Aanwijzing di lapangan, jelas sekali disitu Erin menghindarinya, bahkan dalam rapat lanjutan di dinas pun tak ada beda, seorang rekan Adit sesama Kasi beberapa kali seperti memancing kontak antara keduanya. Erin tetap tenang, profesionalitasnya boleh di acungi jempol.

Adit masih terlibat percakapan dengan beberapa kasi dan kabid saat Erin beranjak dari ruang rapat, dia berniat menyusul, mereka harus bicara. Sayang Kabid menahannya.
"Pak Adit mau kemana koq buru-buru?"
"Mau ngejar Mbak Arsitek ya?" Bu Lisa, satu-satunya Kasi perempuan menimpali.
"Baru dua perempuan udah repot kamu Dit..gimana kalau empat"
Serentak semua tertawa, Adit tersenyum getir.
Semua kini berebut bicara, mengajarkan, tepatnya mengajar ke arah kiri.
"Keduanya sama oke, tinggal mau pake yang mana duluan, mau yang manja atau yang tegas"
"Berhijab bikin penasaran, banyak lapisan yang harus dibuka"
"Yang manja atas dulu, yang tegas langsung main bawah"
"Yang penting enak, jangan lupa pengaman aja"

Huhh, Adit mulai merasa tak nyaman, pembicaraan mereka membuat bagian tubuhnya berdenyut, dia menyelinap pergi meninggalkan ruang rapat sebelum hasratnya sulit dikendalikan.
Pendengaran Adit masih menangkap ledekan salah satu dari mereka

"sepertinya si Arsitek ni yang dapat jatah, mama kan lagi dinas luar" Adit tak bergeming.

Sedikit banyak Adit sudah tau perangai rekan-rekannya, kemana tujuan mereka saat keluar kota dan apa yang mereka lakukan saat jauh dari pasangan. Welcome to the jungle Adit, dimana selingkuh dianggap biasa dan setia dianggap aneh.

Adit berlari menembus gerimis tipis menuju mushola, lewat satu jam dari adzan dzuhur, mushola sepi, ia menunaikan sholat, berdiri di posisi imam, hanya memberi peluang bagi yang ingin bermakmum, setidaknya dapat pahala jama'ah. Usai sholat Adit yang bersiap pergi dibuat tertegun mendapati perempuan yang tengah di kejarnya ternyata bermakmum padanya. Saling tatap sekejap
"Erin!" Sapanya
Tak ada jawaban apalagi tatapan, Erin berlalu terburu-buru.
"Erin, bisakah kita ulang lagi suatu hari nanti?" Gerimis mendengar tapi tak bisa beri jawaban.

High Quality Pelakor ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang