Bagian 16 ( Pergi )

2.6K 114 4
                                    

"Maafkan Adit bu"

Dipangkuan ibu Adit tersungkur, ibu masih mengenakan mukena selepas sholat maghrib, di usapnya punggung Adit penuh kasih.

"Ibu yang minta maaf Dit, selama ini ibu gak percaya sama kamu, ibu gak tahu kalau kamu gak bahagia. Sekarang ibu ridho sama keputusanmu"

Wajah Adit lebam, ada bekas darah mengering di sudut bibir dan pelipisnya. Cici adik bungsunya mengusap luka itu dengan air hangat.

"Mas Adit tidur dikamar Cici ya, biar Cici tidur sama ibu"
Adit mengangguk. Badannya terasa sangat lelah.

"Mas, mbak yang di gosipkan sama mas Adit itu udah tau mas begini?"

Adit tersenyum kecut, dia tak lagi berkomunikasi dengan Erin paska pertemuan di kantor Erin dulu. Apa kabar si gigi ginsul itu? Apa ia akan menerima Adit setelah tahu apa yang telah terjadi beberapa hari ini? Adit beranjak ke kamar, dia ingin istirahat, lelah jiwa dan raga, ia harus menata hidupnya dari awal lagi.

Gugatan perceraiannya dengan Utami sudah dilayangkan, prosesnya akan memakan waktu. Semua tak bisa ditutupi lagi, beritanya heboh kemana-mana. Semua orang menyayangkan perpisahan itu. Dan tentu saja nama Erin masih terselip di dalam berita nelangsa ini.

Adit mencoba menghubungi Erin, tapi nomornya tetap tidak aktif. Didatanginya kantor gadis itu. Beruntung ia bertemu bang Danil.

"Nekad kamu Dit, apa ini demi Erin?"

Adit mengangkat bahu.

"Aku tak bisa menahannya lagi bang, aku tahu kali ini aku salah, tapi aku pernah menutup aibnya selama lima tahun, aku rasa sudah waktunya aku memikirkan kebahagiaanku sendiri "

"Sayang Erin gak disini lagi Dit, ia resign beberapa hari setelah bertemu denganmu disini"

Adit tercekat, menatap kecewa pada bang Danil. Bukankah ia minta Erin bersabar?

Adit memutuskan pergi kerumah Budenya Erin. Mencari Erin, mengutarakan maksudnya. Tapi sayang Bude tak menyambut baik niatnya.

"Erin gak disini lagi, dia tinggal di kota lain"

" boleh minta nomor teleponnya Bude?"

"Dia melarang Bude memberi pada siapapun"

"Tapi niatku mau melamarnya Bude, perceraianku sedang di urus, setelah selesai aku akan jemput Erin"

"Nanti bude sampaikan kalau Erin telepon ya, bude cuma gak mau langgar janji sama Erin"

Adit menelan ludah, benar kata ibu, ia akan kehilangan segalanya. Adit kusut, memulai dari nol tidaklah mudah.

Satu-satunya hal baik yang Adit terima saat ini hanya keinginannya mengajukan izin belajar melanjutkan S2 di dukung oleh Kadis. Ia mendapat jaminan dari instansinya. Kini tinggal menunggu persetujuan Kepala Daerah. Adit berharap jalan hidup baru terbuka untuknya. Ia harus menyelesaikan tanggung jawabnya sebagai Kasi, beberapa projek membutuhkan perhatian ekstra terutama projek besar yang di gawangi oleh Erin dan kawan-kawan. Mungkin luka akan mengering bersama berlalunya waktu.

***

"Anak papa gak boleh cengeng, sebentar lagi pake seragam SD lo. Jaga mama, nanti papa telepon kalau papa sudah sampai di tempat yang baru"

Gadis kecil itu masih terisak, ia bergayut di tangan Adit, tak ingin lepas. Memang tak mudah bagi Tanisa berpisah dari Adit, dia selalu tanya kenapa papa pergi? Beberapa kali Adit harus datang ke rumah mantan istrinya hanya untuk menidurkan Tanisa, ia mengamuk karena tak melihat Adit di sisinya.

Kini Adit akan pergi jauh berkilo-kilo meter, setidaknya selama dua tahun. Ia akan melanjutkan kuliahnya. Harapannya untuk bertemu Erin kian pupus, menemui Amel sudah, bahkan memohon pada Bude pun sudah dua kali ia lakukan, tapi mereka tak bergeming. Entah sampai atau tidak permohonan Adit itu pada Erin, sebab jika pesan itu sampai sesungguhnya Adit yakin Erin pasti akan menerimanya jika tahu ia sudah menduda.

Adit menatap awan, pesawat yang membawanya ke kota tujuan sudah take off selama tiga puluh menit. Awan itu membentuk wajah Erin dan Utami

"Maafkan aku, dua wanita terbaik, dua wanita yang sudah aku lukai" lirihnya

Dalam hatinya masih terbersit sebait asa

"Hay Erin, jodoh pasti bertemu"

                               ***





High Quality Pelakor ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang