Bagian 8

2.4K 94 0
                                    

Suara mobil berhenti di depan rumah, Erin mengambil khimarnya dan mengintip lewat jendela. Adit, ya...laki-laki itu benar-benar datang, Erin bersiap menyonsongnya, tapi langkahnya surut di depan pintu kamar, pikirannya berbalik, siapkah ia mendengar jawaban Adit nanti? Tidak! Erin tidak siap, tidak sekarang!
Erin memutar langkah menuju pintu belakang, ia berlari hampir menabrak bude yang baru selesai makan malam.
"Bilang Erin gak dirumah ya Bude" mohon Erin, dengan panik ia menyelinap keluar lewat pintu dapur menuju rumah Mbak Amel sepupunya yang hanya dipisahkan beberapa rumpun serai.

Mengendap-endap Erin membuka pintu samping rumah Mbak Amel, masuk tanpa permisi menuju ruang tamu, dari sisi jendela ia dapat mengawasai Adit yang sudah berdiri di depan pintu rumah Bude. Sepertinya Bude menyampaikan pesan sesuai keinginannya, terlihat Adit melekatkan ponsel kemudian menariknya kembali, nomor itu tak lagi bisa dihubungi karena Erin sudah menonaktifkannya.

Dari balik tirai Erin mengamati Adit yang beranjak pergi setelah sedikit membungkuk pada Bude, ia kembali kemobilnya, mencoba menelpon lagi sambil mengamati sekitar, wajahnya tampak frustasi, ia mengisar rambut dan kini pandangannya lurus kerumah Mbak Amel, menembus tirai jendela  dimana Erin berada. Erin tertegun, mundur,  merapat ke dinding, lalu terdengar suara mobilnya berlalu. Erin menarik nafas lega, Adit sudah pergi.

"Erin?"
Erin menoleh, terperanjat begitu menyadari Mbak Amel, Mas Wawan, dan Bude sudah berdiri di depannya. Mbak Amel mengisyaratkan agar ia duduk.

Kini ia duduk di sofa, disisi Bude, Mbak Amel di depannya, dan Mas Wawan suami Mbak Amel, meneruskan makannya di meja makan. Erin seperti terdakwa yang siap disidang, ia menunduk dalam, tak ingin menatap siapapun.

***

Bagi Erin, Bude adalah malaikat. Walaupun mungkin tidak ada malaikat yang bertubuh gemuk seperti Bude.

Setelah ibu meninggal saat Erin kelas lima SD, Bapak memutuskan untuk merantau kemudian menikah lagi di seberang pulau. Erin yang anak tunggal di asuh oleh Bude dan tumbuh bersama lima anak Bude lainnya, tak ada beda perlakuan, semua sama.

Saat Erin ingin kuliah, kelima anak Bude bahu membahu membantu biayanya meskipun hidup mereka sederhana. Suami Bude, abang kandung ibu, hanya seorang pedagang cabe, sementara Bude berdagang sarapan di depan rumah. Tentulah Erin harus belajar keras agar layak mendapat beasiswa.

Pada akhir semester 2 kuliahnya, Pakde datang mengunjungi Erin  bersama lelaki yang sudah hampir Erin lupakan. Itulah pertama sekaligus terakhir kali Erin bertemu Bapak setelah kepergian Ibu. Karena tak lama setelah itu Bapak pergi menghadap Allah.

Erin masih harus berduka, karena pada akhirnya Pakde menyerah pada sakit diabetes yang di idapnya. Sejak saat itu Erin bertekad akan merawat Bude di masa tuanya, hingga selesai kuliah Erin langsung pulang dan bekerja di tempat kelahirannya meskipun dia menerima banyak tawaran untuk bekerja di perusahaan-perusahaan besar.




High Quality Pelakor ( End )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang