"Kata buku, cara mudah bahagia adalah tersenyum."-Ravina-
Alunan alarm berbunyi nyaring memenuhi seisi kamar bernuansa hijau pastel ini. Gadis itu mengerutkan keningnya, nampak terganggu dengan suara yang berisik pagi-pagi buta seperti ini.
Ravina memilih bangun, mengalah. Matanya masih satu per empat terbuka. Di tatap nya ponsel yang masih berbunyi lagu Dionysus tersebut. Dia mematikan nya dan terduduk menatap jam mini di nakasnya.
Pukul 4 pagi. Batin nya.
Coba kita hitung, Semalam gadis remaja ini tertidur pada tengah malam. Dan kini harus terbangun lagi untuk mengisi jadwal jurnal barunya. Perlahan, ia menyeret kaki mungilnya menuju meja rias.
Ravina memandang wajahnya di pantulan cermin. Kantung matanya kini semakin terlihat. Buru-buru dia mengikat rambutnya menjadi sebuah gulungan. Tidak lupa menyambar handuk orange kesayangan nya.
🌷
Air pagi ini benar-benar membuat nata Ravina terbuka lebar. Bukan hanya itu, tubuh nya pun ikut terloncat dan nyaris terjatuh. Benar-benar dingin, seperti air es. Ya seperti itulah kata Ravina setelah terloncat dari posisinya semula.
Ravina sudah berada di kamarnya. Sudah memakai seragam sekolahnya. Dan kini sibuk menata rambut panjangnya. "Aduh.. gimana sih, aku ikat biasa aja deh!" Gerutu Ravina. Dia ingin mengikuti gaya rambut teman-teman nya, seperti yang di sarankan Athilla. Gadis pendiam yang tahun lalu menjadi teman sebangkunya.
Jam menunjukkan pukul 6.15, Ravina baru saja selesai memasak sarapan pagi dengan satu teko kecil susu di meja makan. "Ma.." Panggilnya.
Dia harus segera menghabiskan sarapan nya. Tidak ada banyak waktu untuk bersantai. Hari ini hari Senin dan merupakan tahun ajaran baru, yang berarti hari pertama Ravina masuk menjadi kelas IX. "Nih kak, sangunya. Nanti pulangnya jangan sore-sore ya. Mama mau belanja, nanti kamu beres-beres." Ucap Mona, Ibu Ravina.
Ravina mengangguk. Sudah menjadi tugas dan nasib nya menjadi putri sulung dari keluarganya yang memiliki usaha menjual jajanan. "Ayah.. ayo nanti telat.." Rengek Ravina. "Hm.." Jawab Danang, ayah Ravina. Ravina sedikit tertawa karena melihat ayahnya yang masih setengah mengantuk.
Perjalanan menuju sekolah cukup ramai. Ravina duduk manis di motor ayahnya, melihat jalanan yang masih sejuk meskipun kendaraan sudah berlalu lalang di hadapan nya. Tepat ketika Ravina sampai di sekolah, seseorang turun dari taksi online. Dia berjalan santai. Sama seperti biasanya. Seulas senyum terpampang di wajah bulat Ravina.
"Heh sini salam." Tegur ayahnya. "Eh hehe.. iya yah." Ucap Ravina kemudian menyalami tangan ayahnya.
Ravina masih sempat tersenyum kepada pria tersebut. Pria yang kini berjalan lebih dulu dengan Ravina di belakangnya. Hanya saja pria itu tidak melihatnya.
Nafhis Ispura.
Pria yang sudah 2 tahun ini Ravina sukai dalam diam.
🌷
Panas. Itulah kata yang Ravina ucapkan dalam hati usai melakukan upacara bendera di lapangan. Dia mendapatkan bangku di pojok baris ke dua dekat jendela. Duduk dengan teman nya yang sering di sebut sebagai 'Ukhti' karena sifatnya yang begitu lembut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Heartbeat | 🕊️
Teen Fiction-🕊️ Kurangnya kasih sayang dari orang tua, pertengkaran sahabat, dan rasa suka yang tak kunjung mendapat kepastian. Itu semua membuat Ravina semakin murung dan tak bersemangat. Tetapi karena suatu hal, dia bisa menemukan bahagianya kembali. Melupak...