2

122 7 3
                                    

Alex mengerjapkan matanya berkali-kali untuk menyesuaikan cahaya yang masuk ke retina matanya itu. Saat ini, ia berada disebuah ruangan kosong, dan entahlah.

Menoleh ke arah kanan dan kiri, berusaha mencari tahu tempat apa yang ia tempati saat ini. Mulut dilakban, tangan dan kaki juga diikat pada sebuah kursi kayu tua.

Teriak? Percuma. Alex hanya akan menghabiskan suaranya saja. Melepaskan tali? Percuma. Karena tali yang diikatkan sangatlah kuat dengan simpul yang rumit.

Apa yang dilakukan? Tunggu saja sampai seseorang datang.

"Tuan Alexander, suami dari nyonya Iysha. Apa kabar?"

Ya. Alex mengenal suara itu, suara bariton yang sangat ia kenali. Teman masa SMA nya, dan semua berakhir dengan penuh dendam.

Keynand.

"Apa kau terkejut? Aku Keynand, sahabat remaja mu, mungkin. Hahaha. Shaletta Roora Alennes, buah hati dari Tuan Alex dan Nyonya Iysha akan menjemputmu sebentar lagi."

Sreeet!

"Apa mau mu," tungkas Alex ketika lakban yang di mulutnya dibuka oleh Keynand.

Keynand tersenyum miring. "Mau ku? Aku hanya ingin istri mu mati, itu saja."

"Ah, tapi jika kau tak ingin istri mu mati, kau bisa menikahkan anak mu, dengan anak ku." Lanjut Keynand tersenyum puas saat melihat wajah Alex yang menahan amarah.

"Aku tidak akan membiarkan semua itu terjadi dasar biadab!" sungut Alex.

"Hahaha, kau tidak ingin itu terjadi? Bagaimana kalau kita bermain-main terlebih dahulu? Sampai anakmu datang menjemput sang pahlawannya." Keynand mendekati Alex dengan mengeluarkan pisau kecil dari sakunya.

Menutup mulut Alex kembali dengan lakban, bahkan kali ini lebih kuat.

"Sayang, kok aku gak diajak sih?" Keynand dan Alex menoleh ke asal suara bersamaan, Tasha.

Keynand menarik pinggang istrinya itu, mengecup dahinya, seraya tersenyum manis. "Sini, kamu aja yang main-main ya, aku nonton aja," ucap Keynand dan diangguki Tasha.

Keynand berjalan menjauhi tempat dimana Alex disekap, sedangkan Tasha mendekati Alex dengan senyuman iblisnya. Ya, Alex tahu itu.

"Hai, gimana kabar kamu? Baik-baik aja setelah pisah sama aku?" tanya Tasha.

Alex diam, karena dimulutnya ada lakban, jadi gak bisa ngomong. Dancok.

"Jangan diem aja! Aku nanya, dijawab dong!" bentak Tasha.

"Ya gimana mau jawab, mulut gua aja lu sumpel pake lakban." Batin Alex.

"Kamu punya telinga, kan? Kamu denger aku ngomong, kan? Jawab dong! Apa aku harus ... "

Sreek!

Satu daun telinga jatuh ke lantai. Alex meringis kesakitan, kalau tidak ada lakban sialan di mulutnya ini, dia sudah berteriak sekeras mungkin.

Darah dari telinga kiri masih bercucuran, mengubah warna kemeja Alex yang berwarna putih itu menjadi merah.

"Makanya, kalo aku ngomong itu didengerin! Dijawab juga! Gak punya mulut ya?!" geram Tasha.

Sedangkan Keynand yang menonton hanya tertawa geli melihat tingkah lucu istrinya itu. Lucu. L.u.c.u LUCU. L U C U HAHAHAHA.

"Dulu kamu ninggalin aku demi si lonte itu! Sekarang kamu gak bisa ninggalin aku lagi. Tunggu sebentar ya!" Tasha berlari ke belakang, dan kembali dengan membawa palu ditangan kanan, dan tongkat baseball di tangan kiri.

Mata Alex membelalak, ia tahu apa yang akan terjadi. Ia sering melihat adegan ini, di film-film kesukaannya, bahkan ia sering membacanya di aplikasi istrinya yang namanya watepat.

"Aku udah bawa ini, tapi berat. Sayang! Sini bantu aku!" teriak Tasha memanggil Keynand. Dengan sigap, sang suami mendekati istri tercintanya itu.

"Kamu kiri, aku kanan, oke?" ucap Tasha dan disetujui oleh Keynand.

"Satu ... "

"Dua ... "

"Tiga ..."

Buug! Buug! Buggh! Kraakh! Buugh!

Hancur. Hancur sudah kedua kaki Alex. Bahkan sekarang, Alex sudah tak kuasa menahan sakit yang ia alami.

Alex berdoa kepada tuhan, semoga ia bisa tenang disisi-Nya. Alex berharap, semua keluarganya baik-baik saja tanpa dirinya lagi.

Alex membayangkan anak istrinya sedang bersenang-senang pada beberapa minggu yang lalu, bermain-main ditaman dengan gembira. Melihat Roora menangis ketika jatuh dari sepeda sewaktu balita. Sungguh, Alex sangat ingin bertemu dengan mereka sebelum ajal menjemputnya.

***

"Pai, papah di mana, Roora mau ketemu sama papah, Pai." Sama seperti anak remaja pada umumnya, Roora menangis dalam pelukan Jo, meronta-ronta ingin menghampiri sang ayah.

Sudah satu jam Roora, Angkasa, Daffa, Azka, serta orang tua mereka dan juga para bawahan ikut serta mencari keberadaan Alex. Tapi, semua seakan sia-sia, Alex tidak membawa ponselnya, bahwa seperti mustahil untuk menemukan Alex hidup-hidup.

"Ra, Rara tenang dulu, ya. Rara jangan nangis gitu, kasihan mamah. Mamah kamu juga lagi sedih, Rara harusnya nenangin hati mamah, jangan ikut nangis, ya? Papah Alex pasti baik-baik aja kok, kita berdoa buat papah Alex supaya cepat ditemukan tempat penculikannya." Jelas Jo kepada keponakannya itu.

Sebagai paman pun, dirinya merasa bersalah, merasa kasihan kepada adik, dan juga keponakannya itu.

Roora berlari menghampiri mamahnya, ia yakin papahnya akan baik-baik saja. Padahal, sudah kalian ketahui bukan? Bahwa nyawa Alex ... hh.

Roora memeluk sang mamah, mengeratkan pelukannya, berusaha memberi kekuatan kepada mamahnya. Melihat mamahnya menangis berjam-jam membuat Roora tidak tega melihatnya.

"Mah ... Jangan nangis terus, udah dong. Papah pasti bakalan selamat, Mah,"ucap Roora menenangkan.

Caca menatap Roora sayu, matanya memerah sebab menangis berjam-jam. Kondisi Caca saat ini memprihatinkan semua orang yang melihatnya.

"Mah ... Ayo bangun, ayo kita cari papah lagi, semakin cepat, semakin baik. Mamah jangan nangis terus. Nanti papah marah sama Roora gara-gara bikin mamah nangis. Ayo dong, berhenti nangis, ayo kita cari papah lagi." Roora menatap Caca dengan tatapan berbinar. Berusaha membujuk Caca agar berhenti menangis. Dan itu pun berhasil.

Caca bangkit, dan berkata,"ayo sayang ... ayo kita cari papah lagi. Mamah gak akan buang waktu dengan menangis lagi," ucap Caca yakin.

Semua yang melihat perubahan Caca cukup terkesiap, terlebih kepada Roora. Bocah berusia empat belas tahun itu berhasil membujuk mamahnya.

"Ayo kita cari papah lagi!!!"

'Next! '3

I'm not Perfect[Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang