Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Milara udah gak ada!"
Teriakan Mark masih mendengung bebas seisi kepala Arshun. Menjambak surainya kasar, ingin menangis sejadi-jadinya saat kejadian yang lalu berputar bak kaset rusak. Menghantam ulu hati berkali-kali dengan tusukan belati.
Kepalanya berdenyut nyeri kali ini. Suara Mark dan dirinya dini hari lalu masih membekas.
"Jangan bercanda."
"Did I look joking to you?" Mark nampak serius, masih berdiri tegak didepan Arshun yang duduk sembari menerawang kosong. "Hun,ㅡ"
" . . . Sejak kapan?"
"Seminggu lalu." Mark menjawab sesal. "You know, the world is so cruel and fucked up. Dan Milaraㅡ"
"Suicide?"
Hening, hanya anggukan Mark menjadi jawaban. Dan mungkin sekarang, suara retakan hati Arshun menggema seisi ruangan.
"Bangsat, bangsat, bangsat, bangsatㅡ!" Arshun mengerang, meninju dinding sampai bunyi hantaman antara kepalan tinju dan dinding terdengar jelas. Lebam dibuku-buku tangan, juga tangis yang terdengar pilu. "Tolol, gue tolol."
"Sadar juga kalo lo tolol, huh?"
Arshun menoleh, menatap Lucas masuk ke ruang inap-nya sembari membawa nampan aluminium berisi antiseptik dan kawan-kawan. Ia mendekat pada sahabatnya, menarik tangan Arshun yang kini dihias lebam dibuku tangan juga garis-garis ketara dekat nadiㅡbekas cutting.
"Harm self, skizofrenia, delusi, mood swing, ngelamun 24/7ㅡone hundred percent positive depression." Jelas Lucas sembari mencelup kapas kedalam cairan antiseptik. Menatap nanar garis panjang yang banyak menghias pergelangan Arshun, dan masih dengan darah segar mengalirㅡcutting, lagi. "Lo gak bisa kayak gini terus, Hun. Ini udah dua minggu lo dirawat terhitung lo koma, dan lo sekarang sakit. Come on,"
Lucas menghela nafas, masih setia mengobati sahabatnya. "Hampir tiga minggu yang lalu, lo kabur ke Surabaya setelah acara penculikan Milara. Milara balik, dan lo ilang. Selama itu, Milara . . . gila? Nungguin lo, ngomong sendiri, nyariin lo, ketawa dan nangis terusㅡmy poor darling."
"Terus?"
"Everything has been changed since that day. Sampai sekitar seminggu setelah hilangnya lo, Raehyun baru bisa contact lo lagi dan nelfon. Then, yeahㅡlo kecelakaan setelah Raehyun telfon." Lucas menjelaskan dengan santai.
"Milara?"
Lucas menghela nafas, membalut lengan Arshun dengan perban sebelum menjawab, "Milara nyimpen semua sedihnya, dan klimaksnya pas tau lo komaㅡbeberapa hari kemudian setelahnya, dia pergi."
"Jadi, tentang kalian yang ngehajar gue, balikan sama Yerina, balapan sama Henderyㅡ"
"Semua cuma mimpi."
Hening.
Arshun masih bergelut dengan fikirannya dan Lucas sibuk membereskan alat yang digunakannya tadi. Memilih mengambil apel diatas nakas dan mengupasnya.
"Lucas," panggil Arshun setelah lama hening.
"Hm?"
"Gue denger suara Milara."
"Lagi?" Lucas terpengarah. Tapi mendadak mengerut saat Arshun menggeleng, menatap jendela kamarnya kosong. "Maksud lo?"
"Mungkin . . . pas gue koma? Gue denger dia bilang sesuatu," jeda, Arshun mengetuk kaca jendela. "Amor meus amplior quam verba est, lo tau artinya?"
"Cintaku lebih dari sekedar kata-kataㅡ?" Lucas menggendikan bahunya. Kembali fokus mengupas apel ditangan sembari sesekali melirik Arshun yang masih melamun menatap keluar jendela. "Hun," sang empu berdeham nyaris tak terdengar. "Lo yakin kalo lo denger bisikan gitu? Dari Milara?"
Arshun menoleh, menatap tanpa ekspresi kearah Lucas sebelum akhirnya kembali menatap kosong jendela. Tanpa menjawab, menganggukㅡsekedar menatap Lucas sepertinya ia muak.
Lucas hanya bungkam, mungkin Arshun belum siap untukㅡ
"Sekarang gue tanya. Lo yakin kalo lo gak bohong soal Milara udah gak ada?"
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.