09. Rencana Makan Malam

135K 6.4K 7
                                    

Ander kini tengah menatap Gavrila sambil melepas perlengkapannya. Latihan menembaknya telah selesai beberapa menit yang lalu.

Gavrila mengumpati pria itu dalam hati karena sudah membuatnya menunggu selama hampir dua jam. Beruntung saja ada Nicolas yang mengajaknya ngobrol walau hanya sebentar.

“Awas ntar naksir, Pak,” celetuk Gavrila.

“Siapa?” Tanya Ander dengan datar.

“Siapa?” Ulang Gavila karena tidak mengerti sambil mengernyit.

“Laki-laki tadi.”

Senyuman jahil lahir di wajah Gavrila. “Ohh.. kenapa? Bapak cemburu?”

Ander menggelengkan kepalanya. “Tinggal dijawab saja.”

Gavrila terkekeh pelan. “Penggemarku. Ganteng kan?”

Ander menatap gadis itu dengan datar. Ander tidak menampik pria tadi tampan tetapi tidak lebih tampan darinya.

Ada apa ini? Apa ia baru saja membandingkan dirinya dengan pria bule tadi?

Ia tidak suka kekehan Gavrila itu dan mengingat kembali raut senangnya tadi membuat Ander semakin meminimkan ekspresi wajahnya.

“Saya ada janji malam ini jadi kamu saya antar pulang.” Ander mengganti topik pembicaraan.

Gavrila berdiri dari duduknya. “Oke.”

“Nanti saya hubungi untuk selanjutnya.”

Gavrila menggeleng. “Saya yang nanti akan menghubungi Bapak. Soalnya seminggu ini jadwal saya padat. Hanya hari ini saya kosong.”

Ander menaikkan sebelah alisnya. “Kamu yang harus menyesuaikan dengan saya.”

“Maaf, Pak, tapi saya terikat kontrak. Nanti akan saya hubungi.”

Gavrila benar, gadis itu terikat kontrak, jika ia melanggar Gavrila harus mengganti rugi. Ander yang paham pun menganggukan kepalanya kemudian memimpin jalan untuk keluar dari lapangan tembak.

***

“Papa denger kamu bawa cewek ya ke rumah?”

Ander segera menoleh pada Megan. Megan yang dilihat seperti itu hanya tersenyum dan mengendikkan bahu.

Ander memang tahu Megan pasti akan memberitahu Alardo tetapi ia tidak benar-benar mempersiapkan diri karena pembahasannya yang tidak akan jauh-jauh dari seputar pasangan hidup. Berapa kali pun dibahas tetap saja pria berumur tiga puluh satu tahun itu tidak suka membahasnya.

Ander menyuapkan puding cokelat ke dalam mulutnya lalu menjawab, “iya, Pa.”

“Model maskapai kita ya? Dia anak yang manis dan santun. Papa suka sama dia,” ujar Alardo. Ia menatap Ander yang justru enggan menatap kedua Orang Tuanya dan memilih fokus pada piring berisi puding di pangkuannya itu.

“Iya loh, Pa. Anaknya manis, baik dan sopan, plus cantik banget. Dia nemenin Mama sambil ngobrol karna diabaikan anak Papa nih,” sahut Megan, melirik Ander sekilas dengan ujung matanya.

Ander tidak peduli dan tetap dengan makanan dan tontonannya.

“Kapan Gavrila ke sini lagi? Biar nanti Papa pulang cepet atau kita bisa janjian makan siang di restoran,” ucap Alardo yang disambut dengan penuh antusias oleh istrinya.

Megan mengangguk dengan semangat sambil tersenyum sangat lebar.

“Kita makan malam aja, Pa. Gavrila bilang sama Mama sekitar seminggu lagi baru dia ada waktu kosong. Nanti Mama tanyain lagi untuk mastiin.”

Mr. Pilot Fallin' ✈ [Revised: Completed] || Terbit E-bookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang