Ide Merampok

585 195 34
                                    

A/n: klik tombol jempol dulu, nanti abis baca kalian tulis kesan pesan kalia  selama membaca. Jangan lupa rekomendasiin cerita ini ke temen kalian ya.

Masih bingung kenapa gw upload ni cerita

**

Pada laluan sunyi aku membungkam sua, meskipun hanya aku yang dapat mendengarnya. Namun suaku hanya tentang kamu, yang terlalu tinggi untukku raih bahkan untuk kuganggu.
🕐

"Sejak kapan lo jadi driver ojek online?" Aku melipat tangan di depan dada, siap mencak-mencak pada Yura.

Yura terdenyum menampilkan deretan giginya, "Itu refleks gue, Vie, sorry." Ia menjuluran tangan padaku, aku memutar bola mata lantas duduk di sampingnya.

"Lo tau, Vieen? Yun Jira yang seminggu kemarin hilang itu ternyata udah meninggal!" Yura memberi tahu gossip yang kini beredar.

Aku terpaku sesaat, "Dan lo tau, Yura? Gue terseret! Luar biasa!" Aku mengetuk atas meja dengan jari seraya berpikir, mengabaikan Yura yang melotot tak percaya.

"Lo belum cerita sama gue!" Yura menarik wajahku agar menatapnya.

Aku menyerah dan memilih untuk menceritakan semuanya dari awal. Yura harus tau semuanya kecuali bagian ketika Langit menculikku ke rooftop sekolah.

"Gue gak peduli karena gue gak berurusan. Yang gue khawatir, buku harian gue ada di tangan Langit." Aku menerawang jauh, meyakinkan bahwa cowok di sudut ruang itu benar-benar Langit.

"Haha mulai bego nih anak! Mana ada langit punya tangan! A lil creepy, Bitch!"  Yura menggelengkan kepala.

"Bukan langit sky, Yura! Langit kelas 12 IPA 1!"

"What?! Kak Langit? Langit Kelam Yaksa, Vieen?"

Aku mengangguk sekali, kupikir Yura berlebihan.

"Lo ingat? Lo pernah ngumpat-ngumpat nama Jira di buku harian lo!" Yura lebih menggebu dari pada aku. "Gimana kalo dia semakin curiga kalau lo emang terlibat?"

Aku mencoba mengingat. Dan sebuah kejadian sialan terlintas dikepalaku. Kejadian keji yang Jira lakukan terhadapku. Percayalah dibalik senyum manis Jira, terdapat jiwa iblis yang terselip di sana.

Mungkin hanya aku dan Yura yang tahu. Atau beberapa yang lainnya pun tahu namun lebih memilih bungkam seperti kami.

"Padahal gue harap, kebusukannya terungkap waktu dia masih hidup aja. Gue pengen lihat orang-orang berhenti memuja kemudian beralih memaki dia." Aku berujar atas rasa sakit hati yang kualami karena Jira.

Yura menepuk bahuku pelan, "Chill dear, she was die."

Aku mencebik. Akan kuambil potongan kisah berartiku dengan segera. Maka ketika bel istirahat tiba, kulangkahkan kakiku menuju kelas Langit.

Yura tidak ikut denganku karena pacarnya yang bernama Adipati mengajak Yura makan bersama di kantin. Sedikit geli, tapi Yura itu fans Adipati Dolken garis keras. Hingga untuk urusan pacar pun, katanya ia akan memacari setiap orang bernama Adipati.

Oke, lamunanku terhenti saat kutatap papan nama kelas bertengger di atas pintu. Aku masuk ke dalamnya dan hanya ada beberapa orang di sana, termasuk Langit.

Jelas aku menarik perhatian semua mata kakak kelas itu, kecuali seorang lelembut di pojok paling belakang yang kini tengah sibuk dengan ponselnya.

"Balikin buku gue." Aku berujar tanpa ekspresi dan sama sekali tak mendapat respon.

11.12 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang