Merampok

466 170 41
                                    

Oksigennya berbeda, dengan atau tanpa kamu. Detaknya pun tak pernah sama, membuatku bertanya-tanya. Ini benar sebuah rasa, atau euforia belaka?

🌱

Aku tak tahu rumah Langit di mana. Jadi sore ini aku menjadi seorang penguntit. Yura mendukung ideku karena aku dengan dia sama gilanya.

"Kalau lo kemaleman, gimana?" Yura meyakinkanku ketika di parkiran, kami saling berbisik seraya mengamati Langit yang sedang memakai helmnya.

"Bodo amat, Bang Senja udah ada di rumah. Dia bisa jemput gue." Aku bertekad kuat.

Yura mengangguk, "Oke deh! Kita gak ada tos apa gitu? Kaya detektif-detektif lain?"

Aku terkekeh sedikit, "Eh, eh itu dia udah maju!" Kutepuk bahu Yura, dan kami mengikuti arah berlalunya Langit.

***

Sudah hampir satu jam di atas motor dan Langit belum juga berhenti. Langit biru pun mulai menjingga ungu.

"Vieen, ini jauh banget lho!" Yura yang sudah pegal memintaku untuk giliran membawa motornya.

Aku menutup mata rapat-rapat, "Ra, besok libur. Gimana kalau lo gak usah balik aja? Lo temenin gue ya, kejauhan gini gue takut sendiri."

"Gue udah duga ini dari awal. Kalo gitu ayo kita beli selimut dulu." Yura tersenyum lebar dan aku tak menghiraukan.

Hingga akhirnya kami sampai. Aku memarkirkan motor berjarak dari tempat yang disinggahi Langit. Jam menunjukkan pukul setengah tujuh malam.

Setelah mengawasi dan merasa cukup aman, aku dan Yura memasuki gerbang sebuah rumah? Atau lebih tepat vila yang berada di atas sebuah bukit.

Di sini sepi.

"Lo awasi Langit, gue awasi keadaan." Aku berujar, berusaha agar langkahku tak bersuara.

Hingga akhirnya kami sampai di dalam. Lampu besar yang bertengger di atap tengah ruangan tampak menggoda untuk membuatku menari di bawahnya. Namun kutahu bahwa ini bukanlah waktu yang tepat.

"Gue yakin buku itu ada di kamarnya!" Aku melihat sekeliling. Yura memastikan bahwa Langit sudah masuk sebuah ruangan yang kami tebak adalah kamar mandi, karena suara shower kentara di dalam ruangan yang hening.

"Sini, Ra!" Kutarik Yura memasuki sebuah kamar dengan kasur king size di dalamnya. Dan kami mulai mencari buku milikku.

Ini tidak sopan, tapi Langit pun sama tak sopannya ketika membaca buku itu. Apalagi dengan terang-terangan menyebutkan sebagian isinya pada si pemilik buku. Akukan jadi malu.

Kami sibuk mencari, sampai lupa mengantisipasi bahwa ada derap langkah yang mendekat. Cepat-cepat kusuruh Yura sembunyi.

Yura masuk ke dalam lemari, sementara aku bersembunyi di kolong kasur yang ternyata tak berdebu. Lain kali aku minta tips pada Langit agar kolong kasurku tak berdebu.

Kemudian aku kembali kesal, gara-gara kasus kasur aku sampai di sini sekarang.

Wangi maskulin menggelitik indra, aku hanya bisa melihat kakinya saja. Kemudian jantungku berdetak sangat cepat saat aku melihatnya.

Tebak, aku melihat apa?

Aku menutup mulut saat mendapati Langit melangkahkan kakinya mendekati lemari. Ada Yura di dalamnya.

Tapi kemudian aku melemas, Langit membelokkan kakinya ke arah lemari yang satunya lagi. Ia mengambil pakaian lantas keluar lagi dari kamar dan menutup pintunya.

11.12 PMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang