16. Frustrated

240 41 7
                                    

Hello! aku kembali, setelah tiga minggu dan bawa part dengan sedikit word:( maaf lagi ga ada mood dan ada masalah juga kesibukan.

So enjoy it

°°°°°°°°°°

Seperti yang dibilang Jimin kemarin, ia akan ke Jepang. Dan sekarang pria itu sudah duduk dihadapan ayah Mina, ah lebih tepatnya calon mertua. Agak canggung, karena teringat kejadian sebelumnya. Dan Jimin merasa Akira akan sangat membencinya. Bodoh, apakah ada seorang calon menantu menculik calon mertuanya? Bertatap muka dengan Akira membuat Jimin sedikit malu, sesungguhnya.

"Jadi, kau benar-benar akan membantu Myoui C.K?" Tanya Akira memulai percakapan.

Jimin mendongakkan kepalanya, sedikit lega setidaknya ia tak perlu merangkai kata-kata untuk memulai percakapan. "Ah ya, tapi dengan jujur saya mengatakan bahwa Shinhan Group juga akan mengambil keuntungan."

Akira mengangguk, tanda ia cukup paham. "Kau begitu jujur terkait strategi perusahaanmu. Aku tahu, Shinhan sebenarnya hanya ingin aku menutup mulut, bukan?"

"Kemungkinan besar iya, saya hanya menjalankan keinginannya," ucap Jimin-sedikit berlagak polos.

"Jadi menikahi putriku termasuk perintah ayahmu?" Akira terkekeh, nadanya terdengar mengejek.

Akira tak semudah yang Jimin kira. Nyatanya sekarang ayah gadis itu menguji perasaannya juga. "Tidak, tentu tidak." Jimin berucap tegas.

"Kau benar-benar mencintai putriku?" Akira bertanya.

Tidak, mungkin belum. Aku hanya tertarik padanya. Ucap Jimin dalam hati, karena tak mungkin ia mengatakan itu kecuali ia ingin diberi sebuah tonjokan oleh ayah Mina.

"Ya. Saya mencintainya."

Mantra kebohongan terucap. Jimin dengan mudahnya berkata seolah ia benar-benar memiliki perasaan pada Mina. Akira sedikit tersenyum, ia sedikit tenang tanpa mengetahui maksud Jimin yang sesungguhnya.

Akira sedikit memajukan tubuhnya. Mata pria tua itu memancarkan keseriusan. "Jagalah putriku. Jika kau memang sudah tak mencintainya, jangan katakan padanya. Katakanlah padaku, karena aku akan menjemputnya."

Hati Jimin berdesir. Kini ia tahu rasanya diberi tanggung jawab. Sekarang mungkin ia harus mempertimbangkan perasaannya pada Mina. Dengan pesan Akira yang seserius ini, ia tak mungkin bisa memainkan putri pria itu. Jimin punya perasaan.

"Anda takkan pernah menjemputnya," ujar Jimin penuh keyakinan.

Setidaknya kalimat itu bisa memberikan kepercayaan ayah Mina saat ini.

***

Yoongi berantakan. Apalagi setelah mendengar Jimin akan menikahi Mina. Drama apalagi ini. Tunggu, pernikahan terlalu serius jika disebut drama. Yoongi tak menyangka Jimin bertindak sejauh ini. Satu pukulan yang ia layangkan pada Jimin beberapa hari lalu itu tak cukup membuatnya puas.

"Donghyuk, tolong selidiki kasus Lee Sean sekali lagi. Telusuri semuanya." Yoongi memerintah tegas.

Ya, setidaknya masih ada satu kebenaran yang harus Yoongi kuak. Menjadi penggugat untuk kasus yang berhadapan dengan Shinhan memang sulit, namun setidaknya ini satu-satunya cara untuk membuat mereka berhenti berbuat licik.

Ponsel Yoongi berbunyi memecah keheningan. Nama yang tertera dilayar benda itu membuat kerinduan Yoongi sedikit terobati.

"Yoongi, kenapa kau tak menghubungiku berhari-hari," ujar Mina.

Yoongi terkekeh. "Aku takut mengganggu rencana pernikahan kalian." Kata-kata sarkas Yoongi seperti biasa.

"Kumohon jangan bahas itu. Aku hanya ingin mengundangmu dipertunjukkan baletku minggu depan." Nada bicara Mina terdengar memelan.

"Tentu aku akan datang, princess." Ah Yoongi berlagak sok manis lagi.

"Baiklah, aku menantikanmu!"

Percakapan singkat itu setidaknya membuat rindu Yoongi sedikit luntur. Yah, ia harus menjadi pihak tau diri. Dan menghargai pilihan Mina.

***

Jimin sedikit melonggarkan dasinya setelah kamera dimatikan, merasa lega konferensi pers telah selesai. Ayah Mina masih disana bersama Jimin. Entah sejak kapan mereka menjadi sedikit dekat-ah, belum sedekat itu tapi mereka sudah saling mengenal, setidaknya.

"Saya harus berpamitan karena penerbangan saya dua jam lagi," pamit Jimin pada Akira.

Akira hanya tersenyum dan mengangguk. "Jagalah putriku. Aku akan kesana saat pertunangan."

"Sebelumnya, uhm... Saya ingin minta maaf, perihal kejadian yang lalu," ujar Jimin.

"Yah, aku memang masih sedikit sebal tentang itu. Lupakan saja, tapi jangan pakai peluru bius lagi," canda Akira.

Jimin tertawa menanggapi candaan Akira sebelum akhirnya ia pergi dan menuju bandara untuk kembali ke Korea.

Tidak butuh dua jam untuk kembali ke Korea. Pria yang berbalut coat khaki itu berjalan menuju mobil yang memang sudah disiapkan untuknya. Matanya menelusuri setiap ujung daun yang meneteskan embun karena lelehan es-tanda musim dingin telah berakhir. Walaupun musim dingin telah berakhir bukan berarti hati dingin Jimin juga mencair dan menjadi hangat.

Ketukan dikaca membuat Jimin mengakhiri lamunannya. Sepertinya ia sudah sampai, ia sudah siap melangkahkan kaki ke gedung tinggi didepannya tapi suara seseorang menghentikan langkahnya.

"Park Jimin." Suara berat ayahnya, Jimin hafal.

Memang naluri anak dan ayah sangat terikat. Padahal Jimin memang ingin menemui ayahnya, tapi nyatanya mereka sudah bertemu didepan perusahaan. Senyum Jimin melengkung, berusaha ramah pada Shinhan.

"Kita bicara ditempat lain." Instruksi Shinhan membuat Jimin mengikuti langkah kaki ayahnya dan memasuki mobil.

Tak lama, mereka sampai disebuah restoran dan memasuki ruangan yang memang sudah direservasi oleh Shinhan.

"Semua beres, ayah. Aku sudah membereskan konflik batin pada Paman Akira. Dia juga sudah mempercayaiku sebagai menantunya." Kekehan mengakhiri kalimat Jimin.

"Seperti yang kuduga, kau akan menyelesaikannya. Tapi terkait gadis itu, kau-"

Jimin memotong. "Tak ada perasaan antara kami. Jangan khawatir."

Tatapan Shinhan terlihat tak baik-baik saja. Dan Jimin baru menyadarinya karena ayahnya itu memang tak suka jika kalimatnya dipotong begitu saja-seperti dirinya.

"Maaf ayah."

"Justru aku akan merasa senang jika kau benar-benar menyukai gadis itu. Setidaknya kau tak akan mengencani gadis rendahan seperti Seyeon lagi," ucap Shinhan, dan itu membuat Jimin tersulut emosi.

"Ayah, jangan bahas gadis itu lagi. Kumohon, berhentilah merendahkannya. Aku sudah tak punya hubungan dengannya."

Shinhan terkekeh. "Gadis itu sangat pintar membuatmu membangkang ayah."

"AYAH!"

Suara meja terdengar karena Jimin menggebraknya. Dan sang ayah lagi-lagi terkekeh.

"Kau masih mencintainya, bukan? Melihat tingkahmu seperti ini. Cintailah calon istrimu, Jimin. Dengan begitu ayah akan bangga padamu. Jangan menjadi seperti ibumu."

Pria tua itu berdiri mengambil jas dan merapikannya. Ia melangkah menuju pintu keluar tanpa berbalik.

Jimin menghela nafas, berharap penatnya ikut hilang bersama helaan nafasnya. Ia mengacak rambutnya frustasi. Frustasi dengan kata-kata ayahnya. Frustasi mengingat ibunya. Juga, frustasi memikirkan perasaannya pada Mina.

°°°°°°°°°
Thank u for reading. Hope y'all enjoy it.
Give me a vote and comment biar semangat;)

LIE〈Park Jimin x Myoui Mina〉Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang