Ch. 10 : Unjuk Gigi

1.4K 180 21
                                    

Tanpa memiliki pilihan lain, orang-orang yang skeptis hanya bisa pasrah mengikuti arahan Ryuu. Selagi mereka tidak rugi, mereka tidak akan protes. Dan terbukti, selama perjalanan, tidak ada yang protes. Ryuu menjalankan tugasnya sebagai pemimpin dengan sangat baik.

"Kita harus istirahat dulu. Sekarang, yang belum dapat mangsa silakan baris di depan ya."

Ryuu membuat formasi prisma segi empat. Empat orang di dalam prisma adalah orang yang telah mendapat mangsa, sedangkan enam sisanya menjaga pandangan agar tidak melewatkan satu monsterpun.

"Ryuu, semua orang sudah dapat mangsanya. Tinggal kau sendiri, satupun belum kau dapatkan, 'kan?" tanya Kyuu cemas.

"Tidak apa-apa, setiap orang memiliki rahmatnya sendiri-sendiri. Aku yakin aku akan mendapatkannya."

"Tapi ini sudah hari kelima. Dua hari lagi kita akan dikirim keluar." ucap Reiji.

"Tidak apa-apa."

Reiji duduk di hadapan Ryuu kemudian berkata, "apa yang membuatmu begitu percaya diri, sih? Kalau kau tidak mendapat poin di babak ini, kesempatan menang langsung hangus, lho."

"Aku tahu, lagipula tak usah khawatir. Aku memiliki targetku sendiri. Yakinlah, aku akan mencetak poin di babak ini."

Reiji hanya menghela napas kemudian mengangguk kecil. Tak lama dari sana, kami melanjutkan perjalanan. Namun, begitu kami melangkah masuk ke hutan sedikit lebih dalam, terdengar suara raungan yang begitu dahsyat, disusul oleh seekor hewan besar yang mengerikan.  Poison Dragon.

"Lari!" seruku lantang.

"Apa maksudmu? Kita harus lari bersama!" seru Akako.

"Tidak ada waktu! Kalian larilah, aku akan menahan naga ini!" jawabku.

"Tapi Ryuu, tidak ada jaminan kau selamat jika bertarung dengan naga ini!"

"Namaku bukan Ryukikeito jika tidak bisa menaklukkan naga ini, Reiji! Aku punya rencana, lagipula... Dia memang targetku."

"Kau gila!?" teriak Kyuu.

"Sepertinya," gumamku. "Tapi tidak apa-apa! Kalian bisa pergi dari sini. Jika naga ini menghembus racun, racunnya akan ada di diameter 10 km, jadi, segeralah menjauh! Jangan pedulikan aku. Tanggung jawabku hanya sampai di sini! Sampai nanti!"

Semua orang berlari menjauhi lingkup area Poison Dragon. Aku tersenyum menatap naga yang tengah menatap tajam ke arahku.

"Karena tidak ada yang melihat, mari kita bertarung habis-habisan, Naga!"

⚡⚡⚡

Sementara Ryuu asyik menantang sang Naga, Shin yang merupakan guru anak nakal itu tengah menggigit jarinya. Begitu anak muridnya masuk ke dalam gerbang nomor 7 ia baru sadar bahwa gerbang itu adalah salah satu gerbang berbahaya dari ke-10 gerbang yang ada di stadium.

"Tetua Shin, mengapa wajahmu kelihatan khawatir?" tanya salah satu tetua lain yang berada di sebelahnya.

"Aku hanya khawatir tentang muridku."

"Ada apa dengan murid Anda?"

Shin menghela napas, "dia keras kepala dan sedikit nekat. Aku khawatir dia menguji kekuatannya dengan monster dalam gerbang."

"Bukankah itu memang tujuan dari kompetisi ini?"

"Masalahnya... Terkadang anak itu terlalu menantang dirinya dengan sesuatu yang di luar akal manusia. Uh. Bandel sekali."

"Ada di gerbang berapa murid Anda?" tanya tetua tersebut sembari melihat ke arah sepuluh layar hologram yang dihasilkan dari permata pengintai di tengah lapangan.

"Tujuh. Siapapun bocah nekat yang tengah melompat sana-sini seperti monyet adalah muridku."

⚡⚡⚡

Aku melompat dari satu dahan ke dahan yang lain untuk menghindari serangan sang naga. Tak lupa, sesekali kubutakan pandangan sang naga dengan sihir cahayaku. Durasinya lumayan panjang untuk memberikan sebuah serangan balik.

Aku sudah mencoba menyerang naga tersebut dengan jurus pedang, namun tidak ada hasil sama sekali. Kulitnya sangat keras sehingga cara yang efektif ialah menggunakan sihir atau formasi roh.

Aku baru menggunakan ledakan cahaya untuk membutakan mata sang naga dan menebas dengan pedang cahaya, namun berapa kali pun kuserang, tubuhnya akan pulih setelah beberapa saat. Menyebalkan bukan?

Aku mengaktifkan pelindung roh di sekitar tubuhku kemudian melakukan pembukaan segel.

"Gelombang Cahaya, aktif!"

Aku menebaskan gelombang tersebut ke arah sang naga. Kulihat dia terlihat kesakitan. Astaga. Apakah aku harus melepas serangan dengan skala besar seperti itu jika ingin memusnahkannya? Tidak. Aku bisa mati jika mengeluarkannya lebih dari lima kali.

Berpikir, Ryuu! Berpikir! Tidak. Artha, berpikir!

Aku berpikir keras, namun nihil, tidak ada ide apapun yang terlintas di kepala kecilku. Namun, ketika tengah berada dalam situasi krisis tersebut, otakku kembali berputar.

"Mungkinkah kelemahannya ada pada cahaya? Kalau begitu... Aku harus temukan titik terlemahnya dan menyerang secara berkala!"

Aku mengobservasi seluruh bagian tubuh naga itu sembari sesekali meledakkan cahaya di mata naga tersebut dan akhirnya menemukan titik terlemahnya. Memang bisa dibilang cukup sulit menjangkaunya.

Tebak dimana? Baiklah, sulit untuk di jelaskan, tapi naga ini memiliki sisik unik tepat di atas kepalanya yang terbuka setiap satu menit sekali dan akan menutup tepat setelah 2 menit. Satu-satunya tempat lunak selain mata yang ada pada tubuh naga tersebut.

Peluangku selamat setelah berusaha menyerang titik itu kurang dari lima puluh persen, yang artinya nyawaku ada pada seutas benang tipis. Dua menit, apakah aku bisa menuntaskan naga ini dalam dua menit? Dan lagi, aku belum mengetahui letak pasti dari kristal jiwa naga ini.

Aku takut tanpa sengaja merusaknya atau bahkan menghancurkannya, karena menurutku, serangan yang dapat menghancurkan naga ini dalam dua menit hanyalah Teknik Penghancur Naga dan Gelombang Cahaya. Jika memungkinkan, aku berniat menggabungkan keduanya.

Tapi... Skala penghancuran kedua teknik tersebut benar-benar di luar akal manusia. Salah-salah, aku bisa menghancurkan diriku sendiri. Argh! Benar-benar berisiko dan merepotkan. Tapi tidak ada jalan lain lagi. Sebagai seorang laki-laki dan murid seorang legenda... Aku tidak bisa menyerah begitu saja. Lagipula aku terlanjur bilang pada orang-orang itu kalau naga ini adalah targetku.

Aku menyiapkan pedang Judge Scale milikku dan melapisinya dengan kekuatan roh milikku. Pedang itu terlihat begitu indah ketika dilapisi pendar cahaya berwarna putih kebiruan.

"Maafkan aku, naga. Tapi rasanya sudah saatnya kau kembali ke pangkuan-Nya. Mungkin ini saatnya hidupmu berakhir." gumamku sembari merapal mantra sebelum sisik itu menutup.

Re : Overlord [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang