Ch. 14 : Menuju Akademi Naga Api

1.5K 156 6
                                    

Tak terasa sudah beberapa hari terlewati sejak kontes perburuan guru dan murid. Hari-hariku telah kembali seperti biasanya lagi.

"Keito, bagaimana dengan penawaran guru sebelumnya? Kau ingin mencoba peruntungan dengan mendaftar di Akademi Naga Api?"

"Mn, mungkin Keito akan mencoba. Tapi, tahun ini akan menjadi tahun Keiko mengikuti Tes Bakat Tahunan. Aku takut tidak bisa menonton nya nanti. Padahal aku sudah berjanji padanya untuk hadir di hari penting itu,"

"Kebetulan, Tes Bakat Tahunan akan dilaksanakan sehari setelah tes masuk  Akademi Naga Api. Mungkin jika kau bergegas, masih ada waktu untuk melihat adikmu."

"Guru, Keito sendiri tidak yakin dapat menyelesaikan tes dengan cepat dan tepat waktu. Apalagi menghadiri Tes Bakat Tahunan yang akan Keiko ikuti..."

"Keito, dengar. Guru yakin dengan kemampuanmu. Kau pasti bisa. Guru begitu mengenal kemampuanmu, dan Guru juga tahu mekanisme tes masuk akademi ini secara umum. Dan setelah dinilai... Mungkin kamu bisa masuk sebagai Murid Inti.

"Guru tahu perasaan tidak ingin meninggalkan. Tapi, bukankah jika kamu terus-terusan menunda jalurmu untuk menjadi kuat, bagaimana kamu ingin melindungi mereka?"

Sejenak, aku merenungkan ucapan Guru. Kemudian berkata, "Guru benar-benar tahu persyaratan dan kriteria umum tes Akademi Naga Api?"

"Tentu. Tes masuk akan dibagi menjadi empat bagian. Pertama, tes kekuatan fisik, tes menggunakan senjata, tes penggunaan elemen, dan terakhir tes penempatan peringkat. Karena tingkatan kekuatanmu meningkat drastis, Guru sarankan kamu hanya gunakan senormalnya saja, sampai nanti ada yang dapat menjadikan dirimu terdesak."

"Hm... apakah akan ada tes spiritualis dimensi?"

"Tidak, karena itu tidak umum. Mungkin nanti, ketika kau sudah masuk ke dalam akademinya. Oh ya, mungkin kau harus menggunakan kekuatan hingga setingkat Magus Regular 2 saja. Itu sudah menjadi kriteria di atas rata-rata bahkan jenius bagi anak seumuranmu."

"Baik, Guru."

"Ingat, aku tidak akan ikut denganmu. Generasi muda keluarga Kazemaki akan ikut serta tes masuknya. Jangan gunakan Judge Scale kecuali kau sudah benar-benar siap atau terdesak."

"Akan Keito ingat,"

"Bagus, tes akan dilaksanakan minggu depan, jadi kalian harus berangkat besok lusa untuk mempersingkat waktu. Oh ya Keito, kemarikan tanganmu."

Aku memberikan tanganku ke pada guru kemudian, guru meletakkan sesuatu di atasnya. Sebuah origami berbentuk burung berwarna biru—yang anehnya terlihat seperti permata safir.

"Kita bisa menggunakan ini sebagai media tukar kabar. Jika ada hal-hal yang mendesak terjadi, kau juga bisa segera merobek burung ini, sehingga aku bisa mengetahui lokasimu. Tapi ingat, hanya keadaan terdesak."

"Guru, aku ingin tanya. Terbuat dari apa burung ini?"

"Kertas biasa, namun berlapiskan energi milikku. Kau juga bisa membuat satu atau beberapa untuk berkomunikasi dengan teman-teman mu. Kertas apapun bisa dicoba. Em... Kemari, kuajari cara membuatnya."

Aku mengangguk dan memperhatikan guru yang dengan telaten melipat kertas menjadi seekor burung. Kemudian, guru mentransfer energi miliknya dan jadilah burung yang persis dengan burung yang ada di tanganku. Aku menatap burung itu takjub kemudian mulai membuat burung kertas pula.

Aku berterima kasih kepada Kakak yang telah mengajari cara membuat burung ini waktu itu. Setelah selesai, aku menatap guru dengan pandangan bingung, "bagaimana cara mentransfer energinya?"

"Cukup pikirkan dan energimu akan mengalir dengan sendirinya."

Aku mulai melakukannya. Namun tidak ada yang terjadi. Namun guru tampak tidak menunjukkan ekspresi apapun. Ia dengan lembut mengambil burung kertas di tanganku kemudian memejamkan matanya.

Seketika, burung kertas itu hinggap di atas kepalaku dan terdengar suara guru, "kau berhasil pada percobaan pertama, Keito. Selamat."

Aku melirik guru yang hanya tersenyum tanpa membuka mulutnya. Hei. Tunggu. Apa itu artinya burung ini benar-benar berhasil?

"Apa benar?"

"Mhm. Kau sangat berhasil. Energimu berwarna putih, sehingga tidak terlihat pada kertas ini. Bagus, aku bangga padamu Keito."

Aku tersenyum saat guru menepuk kepalaku dan tersenyum bangga. Ah, senang rasanya membuat seseorang bangga karena keahlianku.

✨✨✨

A

ku, Harumi, Akako dan Kouta serta beberapa tetua keluarga Kazemaki telah membawa tas penyimpanan masing-masing. Saat ini, kami tengah berada di Burudokku atau lebih sering disebut Dermaga Biru.

"Ryuu nii-chan benar-benar akan pergi?" tanya Keiko sembari menatapku dengan tatapan nanar.

"Mn. Tapi tenang saja, Nii-chan akan kembali sesegera mungkin untuk melihat penampilan Keiko di Tes Bakat Tahunan nanti, oke?"

"Janji, ya? Keiko mau Ryuu nii-chan ada di bangku penonton bersama Ayah dan Ibu!"

"Iya, pasti, kok."

Keiko mengelap air matanya kemudian memelukku erat, "hati-hati dan kembali untuk Keiko."

Aku tersenyum dan memeluk adik kecilku itu dengan erat pula. Begitu semua telah selesai dengan acara perpisahan antara keluarga, kami semua memasuki kapal dan di arahkan ke ruangan masing-masing.

Cukup kecil, namun untuk seseorang yang tidak takut ruangan sempit sepertiku, ini baik-baik saja. Aku meletakkan tasku di sebelah kasur kemudian menghempaskan diri ke dalamnya.

Perjalanan menuju Akademi Naga Api dengan kapal ini akan memakan waktu empat sampai lima jam. Itu artinya, tempat tujuan kami tidak sejauh bayanganku yang akan memakan waktu berhari-hari untuk mencapainya.

Karena mengantuk dan ditambah aku mabuk laut, tidur adalah jalan akhir satu-satunya. Aku tak tahu berapa jam aku tertidur, yang jelas, aku terbangun karena gedoran pintu yang sudah pasti pelakunya adalah Akako.

"Ryuu! Kita sudah sampai! Dasar kerbau! Bangun!!"

"Iya, iya, aku bangun."

Aku membasuh wajahku di wastafel yang tersedia, mengambil tas ranselku kemudian membuka pintu ruanganku.

"Huh, susah sekali kau dibangunkan. Lagipula kenapa tidur, sih? Padahal pemandangan sepanjang perjalanan begitu bagus untuk dinikmati. Kau bisa merekamnya untuk Keiko, kan?"

"Pulangnya saja, aku lelah sekali."

Akako mengibaskan tangannya kemudian mengeluarkan sebuah batu transparan yang mengilap—Batu Memori atau singkatnya Okushi—bukan tusuk sate loh. Karena Kioku Ishi terlalu panjang maka kami sering menyebutnya sebagai Okushi.

"Ini, aku sudah merekamnya. Berikan pada Keiko nanti sebagai maaf mu tidak bisa mendukungnya di hari-hari sebelum Tes Bakat Tahunan."

Aku tersenyum kemudian membungkuk sedikit ke arah Akako. "Terima kasih,"

"Jangan sungkan. Kita ini keluarga, lho."

Aku mengangguk kemudian mengikuti para tetua untuk turun dari dermaga. Seorang tetua yang kutahu bernama Oji menyampaikan suatu hal pada kami.

"Masih tersisa lima hari sebelum tes, kalian diharuskan menyeimbangkan waktu bermain dan berlatih kalian. Jikalau tahun ini tidak ada yang lolos ke dalam Akademi, maka keluarga Kazemaki akan kehilangan wajah untuk selamanya.

"Walau tidak lulus, setidaknya kalian harus dapat mengalahkan seseorang dengan nama sekali dua kali atau lolos suatu seleksi yang dianggap sulit oleh orang-orang. Paham?"

"Paham!"

"Sekarang, pergi ke Penginapan Bambu dan ambil kunci kamar sesuai yang tertera di papan buletin. Penghuni kamar bisa saja adalah orang acak, jadi jaga sikap kalian."

Orang acak, ya... Semoga orang yang sekamar denganku tidak se'acak' itu.

A/N :

Ei yo, fantasy story check! Paan si ah :v

Okay, aku balik lagi. Akhirnya sempet ngetik walaupun kesannya buru" ya? Maapin dong huhu ;-; kalo sempet dan ada idenya pasti aku kebut nulis kok. Okei, segini dulu. Bye!

Re : Overlord [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang