Lyra tidak akan pernah lupa.
Sampai kapan pun, dia akan selalu mengingat tentang bagaimana Aphrochild mengubah hidupnya. Memberikan segala hal yang dulu dia impikan.
Lyra mustahil untuk lupa, bagaimana sosok itu menyentuh bahunya ketika dia tengah menggigil kedinginan di tengah badai salju yang hampir membuatnya membeku. Lyra ingat bagaimana dia menangis keras waktu itu di dalam Aphrochild, menumpahkan seluruh sakitnya akan fakta bahwa teman-teman satu panti asuhannya meninggalkannya di sini.
Kala itu, Lyra masih berusia tiga belas tahun, tidak tahu kenapa teman-temannya di panti begitu membencinya, padahal Lyra merasa tak pernah berbuat salah. Dia mematuhi segala peraturan di panti seperti yang lain. Lyra tidak mengerti, mengapa teman-temannya meninggalkannya saat para rombongan sedang berlibur di Chungju. Lyra hanya mengingat bahwa dia diajak oleh lima orang temannya yang lain untuk berfoto di dekat gunung Namsan, tetapi salah seorang dari mereka menyuruh Lyra untuk membeli minuman seorang diri. Lalu saat Lyra kembali, semuanya sudah tidak ada. Bahkan, Lyra lupa jalan kembali menuju rombongan busnya. Lyra sangat panik dan menangis waktu itu, tetapi tidak ada yang peduli karena hari pun sudah mulai menggelap.
Seorang petugas baru menemukan Lyra dan membawanya untuk diberikan susu panas, sementara petugas itu mencoba menghubungi kantor pusat, Lyra mendengar percakapan petugas itu, di situ Lyra mendengar bahwa bus rombongannya sudah pergi sejak sore tadi.
Itu artinya Lyra benar-benar ditinggalkan? Bahkan, tidak ada yang menyadari bahwa Lyra menghilang, apa mereka tidak menghitung? Apa Bibi Jang tidak mengabsen lagi semuanya sebelum pergi? Atau, memang Lyra sengaja ditinggalkan?
Hati Lyra hancur. Kemudian dia berlari keluar dari bangunan kayu itu, berlari ke tepi jalan hanya agar tangisnya tidak terdengar oleh petugas yang menolongnya. Lyra membayangkankan, jika dia dijemput lagi dan kembali ke panti asuhan itu, semuanya pasti tidak akan sama lagi. Dia benci sekali dengan takdirnya.
Dia nyaris pingsan karena kedinginan. Samar-samar terdengar langkah kaki mendekatinya.
"Hai, aku bisa menolongmu."
Itu adalah kalimat pertama yang diucapkan Aphrochild padanya. Kalimatnya begitu lembut dan hangat, sangat merasuk menembus dada, Lyra menatap mata indah bagai dewi yang tengah meneliti wajahnya. Lyra tak bisa melihat wajah Aphrochild dengan jelas waktu itu, karena sosok wanita itu sedang menutup sebagian hidung hingga ke mulut dengan syal tebal berwarna cokelat miliknya. Tapi, dari matanya saja, Lyra bisa menebak bahwa sosok ini teramat sangat cantik. Lyra belum pernah melihat mata seindah itu dalam hidupnya, bola mata biru zamrud yang indah, bagai langit cerah yang memayungi lautan. Hanya dengan menatap mata itu, Lyra bisa merasa seperti terkena udara pantai di musim panas. Hangat. Hangat sekali. Lyra juga tidak mengerti, itu hanya ilusinya atau memang karena ada efek lain.
"Siapa namamu, gadis cantik?"
Wanita itu mengusap pipi dingin Lyra.
Seharusnya, Lyra segera berdiri dan lari secepat mungkin, kembali ke petugas yang tadi menolongnya. Tapi, tidak, Lyra malah terpaku di tempatnya, seakan terhipnotis oleh setiap gerak kecil dari sosok yang saat ini tengah berjongkok, sejajar dengan ia yang tengah duduk di pinggir jalan.
"Na-namaku---,"
"Jeon Lee Ra?" ucap Aphrochild tiba-tiba.
Sontak Lyra menaikan sebelah alis. "Jeon Lee Ra? Itu siapa?" tanyanya dengan polos, dia sendiri bingung, itu nama siapa.
Aphrochild terlihat sedang tersenyum, meski tak terlihat jelas di bibir, tapi gerak matanya menunjukkan dia tengah tersenyum manis. Tangannya terulur mengusap kepala Lyra.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOW TO BE YUHN JIMIN'S WIFE?
FantasySejak kecil, Yuhn Jimin jarang sekali menghadapi kesulitan untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. Dia selalu punya cara dan ide untuk mendapatkan segalanya. Terlahir dari keluarga kaya raya mungkin menjadi salah satu faktor pendukungnya. Semesta m...