Part 24

19 3 0
                                    


Aya menimang-nimang handphone-nya di tangannya dengan bimbang. Telpon nggak ya...telpon nggak ya...aduh bingung. Nggak biasanya Aya merasa bimbang begini. Biasanya ia tipe orang yang bertindak lebih dulu baru berpikir. Tapi kali ini untuk memencet nomor Dion saja Aya merasa perlu berpikir seribu kali. Apalagi saat ini sudah hampir jam 10 malam, mungkin Dion sudah tidur. Dan kalaupun Dion bangun, apa dia mau menemani Aya ke rumah singgah selarut ini? Masalahnya textbook Metodologi Penelitian Manajemen milik Aya tidak sengaja ketinggalan di sana sewaktu minggu kemarin dia mengajar bahasa Inggris. Dan Aya baru sadar sekarang sewaktu menyiapkan buku-bukunya untuk kuliah besok, padahal kalau tidak bawa buku itu ia tidak akan dibolehkan masuk kelas oleh dosennya.

Akhirnya dengan menghela napas panjang, Aya pun menelpon Dion. Tapi hingga deringan terakhir panggilan dari Aya tidak diangkat. Pasti cowok itu sudah tidur. Untuk memastikan, Aya mencoba menelpon Dion sekali lagi, masih juga tidak diangkat. Aya pun nekat mengambil kunci mobilnya untuk pergi sendiri. Papanya kebetulan sedang keluar kota, jadi Aya tidak perlu pamit.

Saat sedang menyetir di jalan, tiba-tiba handphone-nya berbunyi nyaring.

Dari Dion.

"Sori gue lagi ngobrol sama Opa tadi, nggak denger ada telpon masuk," terdengar penjelasan dari Dion begitu Aya mengangkat telpon, "Ada apa Ya?"

"Gue lagi di jalan nih mau ke rumah singgah," jawab Aya, "tadinya mau minta tolong temenin."

"Hah? Ngapain malam-malam gini ke sana?"

"Textbook gue ketinggalan. Elo tau kan Pak Wiryo dosen Metodologi Penelitian Manajemen, nggak bakal boleh masuk gue besok kalau nggak bawa bukunya. Mana besok test lagi."

"Oke, gue nyusul," kata Dion tanpa buang waktu, "Elo sendirian?"

"Iya."

"Ya udah. Gue berangkat sekarang."

Tidak sampai lima belas menit kemudian Aya tiba di rumah singgah. Seperti biasa ia memarkir mobilnya agak jauh, di sebuah kebon kosong, karena tidak ada lahan parkir yang memadai di sekitar lokasi rumah singgah.

Dari kejauhan Aya melihat rumah singgah yang akan ia tuju kondisinya gelap gulita. Mungkin Mas Randy atau anak-anak yang terakhir ke sana lupa untuk menyalakan lampu. Untung Aya selalu menyimpan lampu senter di mobilnya. Dengan berbekal sebuah lampu senter Aya pun bergegas berjalan menuju ke rumah tersebut. Begitu sampai di depan pintu depan, Aya mengeluarkan kunci dari dalam kantung jaketnya yang ia bawa dari rumah. Sudah sejak setahun terakhir ini rumah singgah ini kalau malam dikunci oleh Mas Randy karena pengalaman banyak barang yang hilang dan rusak oleh tangan-tangan tak bertanggung-jawab bila dibiarkan tak terkunci dan Mas Randy berbaik hati memberikan satu serep kunci depan untuk Aya. Namun pada saat Aya hendak memasukkan kunci ke lubangnya, dengan penuh keheranan ia mendapati ternyata pintu tersebut sekali tidak terkunci. Wah jangan-jangan Mas Randy juga lupa nih untuk mengunci sewaktu pulang tadi. Nggak biasa-biasanya Mas Randy ceroboh begini. Tak urung hati Aya mulai sedikit was-was. Sempat terpikir untuk menunggu Dion. Tapi ia segera menepisnya, toh ia tidak akan berlama-lama, begitu ia menemukan textbooknya ia akan segera keluar. Aya pun lalu dengan hati-hati masuk ke dalam sambil memegang erat lampu senternya.

Aya mengedarkan cahaya senternya ke sepenjuru ruangan depan, dengan lega ia mendapati tidak ada seorang pun di situ. Semua juga tampak seperti biasa. Malah kelihatan agak lebih rapih daripada biasanya. Mungkin karena gelap jadi buku-buku di rak sudut ruang depan yang biasa berantakan tidak terlihat. Ia pun beranjak ke ruang makan tempat dimana ia meninggalkan textbooknya. Benar saja, textbook yang ia cari-cari tergeletak manis di atas meja makan. Aya buru-buru mengambil textbook tersebut dan berniat untuk segera keluar. Tapi hidungnya seperti mencium bau tak biasa. Bau seperti di SPBU. Bau bensin. Saat Aya mengendus-endus untuk memastikan, mendadak dari arah dapur terdengar suara barang entah gelas atau panci kaleng berjatuhan seakan tersenggol tidak sengaja. Dibantu cahaya senternya dengan cepat Aya mengedarkan pandangannya ke sekelilingnya, sekelebat ia melihat sesosok pria bertubuh gempal lari masuk ke kamar mandi untuk sembunyi.

"Siapa di situ?" tanya Aya tajam.

Tidak ada jawaban, tapi bau bensin makin tercium kuat.

Dengan penasaran Aya menghampiri, namun belum sempat melangkah jauh, Aya merasa sebuah benda keras menghantam kepalanya. Seketika Aya pun langsung hilang kesadaran.

Playboy Versus TomboyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang