Aya menjemput Tiara tepat jam tujuh malam itu dengan jeepnya. Sebelumnya dia sudah wanti-wanti Tiara supaya jangan pakai rok biar tidak susah naik ke mobilnya. Ia sendiri seperti biasa mengenakan salah satu celana jeans kesayangannya yang berwarna navy blue dengan atasan kemeja polkadot warna navy blue juga. Sementara Tiara mengenakan celana katun ¾ berwarna krem dengan atasan kemeja garis-garis putih dan mint.
Sepanjang perjalanan Tiara asik bercerita mengenai Danu yang mendapat tawaran untuk rekaman dari salah satu label terkenal. Saat ini pihak label sedang menyiapkan kontraknya dan Danu lagi sibuk menulis beberapa lagu baru.
Aya tentu saja ikut senang mendengar kabar baik temannya, tapi sebenarnya ia dari tadi penasaran ingin bertanya tentang kabarnya Dion ke Tiara, pastinya Tiara tahu kabar terakhir tentang cowok itu karena Dion kan sahabat dekatnya Danu, masak sih Danu nggak cerita-cerita sedikit pun ke Tiara tentang Dion.
Seperti bisa menebak pikiran Aya tiba-tiba Tiara bertanya, "Eh ngomong-ngomong Dion udah balik dari Singapura ya?"
"Iya udah," jawab Tiara berusaha terdengar tak acuh.
"Udah sempet ketemu sama Dion?"
Aya mengangguk pura-pura enggan, "Udah, Dion sempet ke rumah tapi cuma sebentar."
"Pasti bawain oleh-oleh ya. Curang, gue nggak dibawain. Nanti kalau ketemu gue tagih ah."
"Nggak juga sih."
"Terus dia ngapain ke rumah elo?" tanya Tiara pura-pura bingung.
Aya menghela napas keras tidak bisa menutupi kekesalannya, "Mungin dia mau ngasih gue oleh-oleh tapi dia keburu ngambek duluan lihat Tommy ada di rumah gue."
"Tommy? Mau ngapain lagi dia Ya?"
"Balikin kamera gue yang dia pinjem. Tapi terus dia ngajakin balikan."
Mata Tiara membulat, "Beneran Ya? Nggak tahu malu banget ya tuh orang."
"Makanya. Terus dia pake megang tangan gue lagi, pas gitu Dion dateng."
"Daaaan?"
"Dion langsung pamit pulang."
Tiara terkekeh, "Cemburu tuh dia Ya."
"Nggak tahu deh Ra. Gue males mikir."
"Kalau dia cemburu berarti dia suka sama elo Ya. Tapi masalahnya elo suka juga nggak sama dia?"
Aya tidak menjawab, tapi Tiara melihat Aya menaikkan dagu lancipnya ke atas dengan keras kepala, kalau sudah begitu Tiara tahu diri untuk tidak bertanya lagi. Bisa-bisa Aya ngambek nanti.
"Di sini kan cafenya?" tanya Aya tak lama kemudian sambil menyalakan sen mobilnya untuk menepi di depan sebuah café yang tidak terlalu besar tapi kelihatan estetik dan Instagramable.
"Yup."
Saat Aya dan Tiara masuk ke dalam café kecil itu ternyata hampir semua meja sudah terisi oleh anak-anak muda sebaya mereka yang bersantai sambil menikmati kopi. Hanya tersisa satu meja yang terletak di antara taman dan panggung kecil untuk live music yang saat itu diisi oleh sekelompok band akustik yang menyanyikan lagu-lagu easy listening.
Café tersebut memang popular di kalangan mahasiswa karena atmosphere-nya yang cozy dan kopi plus kue-kuenya yang enak. Harganya pun juga masih terjangkau, walaupun tetap saja tidak semurah kalau minum kopi di kantin yang tinggal seduh. Yang paling penting lagi, café tersebut dilengkapi dengan wifie gratis.
"Tinggal satu meja itu nggak papa Ra? Apa nggak terlalu berisik?" tanya Aya ragu.
Nggak apa-apa. Daripada nggak dapat duduk," jawab Tiara santai. "Yuk," ditariknya temannya menuju meja yang tersisa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Playboy Versus Tomboy
ChickLit"Elo tau kan gue punya sabuk item taekwondo?" tanya Aya sambil bertolak pinggang. Dion menyembunyikan senyumnya, "Paham. Nggak usah pakai ngancem segala kali Ya." "Nggak ada salahnya gue ingetin." Aya yang cantik tapi tomboi baru putus dari pacarny...