6. Behind The . . .

3.4K 641 258
                                    

Akhirnya, saya sampai pada titik dimana tak tahu harus membuat caption apa . . . ,

---- Author ----
 

---- Author ---- 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cr. pinterest

( Kalau kalian lupa sama ceritanya, diperkenankan sekali untuk baca chapter sebelumnya ya^^ )


Jisung memasuki rumahnya dengan tergesa. Tak peduli lagi, barang belanjaannya sudah ia letakkan entah dimana. Suara nyaring yang membuat curiga mengalihkan seluruh perhatian Jisung.

Tak ada satupun yang Ia pikirkan. Hanya Bibinya.

Matanya menelisik cepat keseluruh sudut ruangan. Ia tak menemukan apapun, namun suara tangisan semakin terdengar keras, menuntun Jisung kearah sumber suara.

Hipotesa yang sedari tadi tumbuh itu, berharap tak benar-benar terjadi. Namun fakta berkata lain. Dugaan awal yang tak diharapkan betul-betul terjadi.

Sebuah scene dimana lagi-lagi sang Paman mengamuk dengan mata yang agak memerah dan aroma alkohol menguar menusuk hidung.

Dan suara tangis kesakitan memenuhi telinga. Lagi, Jisung terlambat, berdiri melihat setiap adegan yang ada.

Sebuah ikat pinggang kulit yang digenggam pamannya itu, berkali-kali melayang, menari diangkasa bagaikan ular dan mendarat dikulit mulus Bibinya.

Jisung tak bisa tinggal diam. Tidak mungkin ia tega melihat sang Bibi dianiaya seperti itu.

'Bajingan. . .'

Ingin sekali Jisung berteriak dan meninju manusia tak punya hati tersebut, jika ia mampu. Tak ada hal signifikan yang bisa ia lakukan. Ia terlalu lemah. Kekurangan yang ia punya hanya menjadi celah untuk memperkeruh masalah.

Jisung tak dapat berpikir lagi. Ia kemudian bergerak cepat melindungi Bibinya yang sudah tersungkur. 

"Jisung, , , Jangan . ." lirih sang Bibi disela tangisannya.

TAKㅡ

ㅡTAKㅡ

Jisung menggigit bibirnya, menahan perih yang menghujam tubuh. Pamannya tiada henti mencambuk tubuh mungil itu.

"MINGGIR LO, ANAK SIALAN!" Pamannya berteriak kencang, menarik ujung baju Jisung dan menghempas lelaki muda itu  ke sembarang tempat.

Sebelum Jisung meringiskan rasa sakit di punggungnya, sang Paman terlebih dahulu menendang keras tubuhnya.

ㅡDUAGHㅡ

DUAGHㅡ

Tendangan bertubi-tubi tiada henti. Jisung berteriak kesakitan didalam diam. Sakit sekali. Ia bahkan tidak tahu apakah tulangnya masih baik-baik saja, atau mungkin satu diantara mereka sudah retak. Ia hanya menahan, menunggu serangan ini berakhir, dan ia akan tahu apakah dirinya masih hidup atau tidak.

MENOS [ HAN JISUNG ] [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang