16. Romance

2.6K 383 19
                                    

Pagi ini benar-benar membuat Hana merasa kalang kabut. Sejak malam tadi ia kesulitan tidur, sampai pada akhirnya ia hanya bisa memejamkan mata sekitar dua jam dan berakhir bangun kesiangan. Bibir kecilnya begerutu pelan dan sesekali mengumpat kesal.

Ponselnya sudah berdering untuk yang kesekian kalinya. "Astaga, ini menyebalkan sekali," rutuknya sebelum menerima panggilan itu.

"Iya, oke. Sebentar lagi aku sampai, jangan menelepon terus!" Hana menyambutnya dengan nada kesal seraya menutup pintu unitnya. Tidak mau memperlambat waktu lagi, ia segera mematikan ponselnya dan lantas berlari kecil.

"Perlu bantuan?" tanya seseorang dan dengan spontan Hana mengiyakan tanpa memastikan suara siapa yang barusan ia dengar itu.

Seketika Jungkook mengulum senyum setelah mendapati respons yang cukup baik pagi ini, meskipun ia tau itu di luar kendali.

"Kalau begitu, ayo!" seru Jungkook penuh semangat seiring tangan besarnya yang meraih tangan Hana dan ikut berlari.

"Omona! Bagaimana bisa kau sudah di sini sepagi ini?" tanya Hana terkejut sendiri meski kakinya terus mengikuti langkah besar Jungkook.

"Apa pertanyaan itu lebih penting dari pasien yang sudah menunggumu saat ini?" tanya balik Jungkook sambil menekan tombol lift. Tidak membantah, Hana akhirnya lebih memilih untuk diam. Lagi pula ini cukup baik ketimbang harus menunggu bis lebih lama lagi.

Lift terbuka dan keduanya pun masuk. Selama lima detik suasana mendadak senyap, keduanya hanya diam saling menyibukkan diri dengan pikiran masing-masing. Pada akhirnya Jungkook berdeham, lantas melirik pada Hana yang terus menatap lurus pada pintu lift. Tidak. Sebenarnya mata itu tertuju pada pantulan diri Jungkook yang ada di sana. Sayangnya pria itu tidak menyadarinya.

Tidak seperti biasanya, jika sebelumnya pertemuan mereka hanya akan berakhir dengan kejengkelan bagi Hana. Namun, tidak untuk kali ini. Entah, itu karena sudah terbiasa atau memang ada yang salah pada dirinya. Gadis itu sadar betul akan perubahan itu. Bahkan, justru saat ini Jungkook yang dibuat bingung oleh sikap tidak biasa Hana. Sampai-sampai otaknya ikut kehilangan cara untuk mempermainkan gadis itu seperti biasa.

Perjalan berakhir. Keduanya tiba di depan rumah sakit tempat Hana bekerja. Sambil menyerahkan helm cokelat itu, Hana berujar seadanya. "Terimakasih untuk bantuannya."

Jungkook mengangguk seraya menerima benda tersebut. "Nanti sore kujemput lagi," katanya santai membuat Hana mengernyitkan dahi. Gadis itu bahkan hampir lupa kalau pria di hadapannya itu memanglah tipikal yang selalu bertindak dan bicara semaunya saja.

"Tidak perlu ..."

"Jangan bilang kau akan menerima tumpangan dari duda beranak dua itu?" celetuk Jungkook santai dan sontak saja gadis itu mendelik kaget.

"Bagaimana kau bisa tau tentang itu?" tanya Hana.

"Jadi, serius kau akan menerimanya?"

"Tidak. Bukan itu, maksudku bagaimana kau bisa tau tentang dr. Song?" tanya Hana lagi yang masih terpengaruh rasa penasarannya.

"Tidak penting aku tau dari mana, yang jelas jangan pernah terima tawaran itu!" titah Jungkook dengan jari yang menunjuk tegas pada Hana.

Belum sempat melayangkan protes, ponselnya sudah kembali berdering membuat Hana teringat pada pasien yang sudah menunggunya sejak tadi. "Sudah, sana!" suara Jungkook pun kembali terdengar begitu cerewet.

Iya, untuk sementara tunda rasa penasaranmu, Han. Pasienmu jauh lebih penting.

***

"Darling, bagaimana dengan yang ini?"

INDICATEDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang