08.

906 135 26
                                    

Warn: 1353 words, you re gonna throw up for sure.
.

.

"Dahyun!"

Senyum mengembang, diiringi langkah kaki mengayun ke sumber suara kumandang. Kepala tertunduk sopan, saat seorang pegawai paruh baya bukakan pintu kaca di hadapan, lalu kembali ia terus jalan. Ramai sorak menyambut, Dahyun balas satu persatu dengan sapaan lembut. 

"Aku nggak nyangka kamu bakal datang."

Jihyo menggeser segelas cangkir, menuangkan kopi lalu mengelus paha kurus Dahyun. Tatapannya teduh, tidak bisa pungkiri ia sadar akan keadaan si mantan junior sekolah yang rapuh. 

Cawan keramik diangkat, aroma menenangkan memasuki indra sebelum akhirnya disesap lamat.  

"Nggak mungkin, kak. Ini reuni yang sudah direncain sejak awal aku pindah dan baru terlaksanakan sekarang. Kalau aku nggak datang, It'd be a regret. "

Beberapa dari mereka sepakat, membubuhi kalimat Dahyun dengan anggukan semangat. Seungkwan memajukan badan, setengah berbisik untuk mengawali gossip kuno yang sempat tenar satu sekolah, lalu membuyarkan satu restoran dengan tawa berlebihan saat ditimpali Vernon yang duduk di sudut kanan. Gaduh kembali hadir saat Umji, perempuan dengan julukan 'tenang satu angkatan', menggebrak meja ketika tidak sengaja ditumpahi mustard (mengotori ujung baju dan lengan). Dahyun tergelak tak tahan. Keputusan diam-diam untung datang tidak munculkan sebersit penyesalan, aksi receh teman-temannya buat ia lupa jikalau sedang ada masalah dengan sang pujaan.  

Pengunjung kian sesak. Pukul 7, orang-orang berbondong melepas penat dari aktivitas di hari padat. Acap kali gerombolan harus pulang dengan rasa kecewa, sebab meja sudah tidak bersisa. Dahyun melirik sekitar, sekedar menuntaskan dahaga mata yang sudah lama tidak kecap rasa bebas, namun malah terpaku kepada sosok laki-laki di panggung musik yang sedang pegang bass. Nuansa malam tunjukkan transisi, atau, apa hanya Dahyun yang aneh disini? Lantunan bait Paris in Love mendadak tak bisa ia ikut nyanyikan, sepenuhnya disita oleh perasaannya yang tertahan. 

Live band sudah selesai bawakan lagu, namun tangan masih tidak hilangkan kaku. Pengunjung bertepuk tangan. Beberapa wanita disana terdengar puja-puji personil yang turun berurutan. Komplotan Dahyun tidak kalah bising, sambutan semangat dihaturkan pada lelaki berjaket denimㅡbelum lagi saat Yeeun (dengan suara cekingnya) minta si pendatang untuk bergabung, buat Dahyun makin pening. 

"Dahyun, masih ingat Minho kan?" 

Angguk Dahyun beri guna jawab bisikan Jihyo. Dahyun merunduk dengan tangannya menggapai secangkir kopi dengan tergesa-gesa. Sesapannya tidak khitmat, netra sesekali curi pandang terhadap Minho, yang kini duduk di bangku seberang seraya menatapnya cukup sengat. Dahyun salah tingkah. Dipandangi sedemikian rupa munculkan rasa keki, takutnya saat makan tertinggal di ujung bibir sebutir nasi. Dahyun angkat kepala, menantang tatap Minho di hadapan, "Segitu rindunya padaku, sampai ditatap terus?"

Rekan-rekan di sekitaran tampak terkejut sebab nada tanya Dahyun tidak sedikitpun lembut. Seungkwan mengawasi, matanya menjadi seujung garis dengan senyum jahil terpatri di bibir. "Romannya ada cinta lama bersemi kembali, ya?" Kemudian Umji layangkan pukulan di belakang kepala si pemuda, disusul kekehan halus Seungkwan sebagai balasnya. 

Sebait tanya Seungkwan kembali munculnya gejolak sentimen. Dahyun melipat tangan di dada, lalu irisnya bergulir tidak terima. Air muka Dahyun ditangkap Minho. Namun sebuah kekehan halus yang keluar, mengalih pandang Dahyun.

"Hey, Minho! Jangan lupa ya, tampil untuk pernikahannya Yeeun." Jungwoo, pemuda tinggi dengan balutan coat coklat di samping kiri Minho, berceletuk.

MUFFIN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang