.
.
.
.
.
Cassy tidak berhenti tertawa sesaat jemari besar menggerayangi jahil pinggangnya. Sesekali ia menjerit dan berlarian ke sekeliling ruang sesaat tubuhnya berusaha ditarik. Bahkan kali ini hampir menubruk paha si bunda yang tengah bawakan secawan hidangan ke atas meja.
"Cassy, ayo makan dulu." Tegurnya sebelum kembali ke dapur untuk mengambil sajian lain.
Perempuan kecil tersebut masih terkikik riang. Namun sudah berhenti berlarian sebab tubuhnya sudah rapih duduk di paha pria dewasa yang sedari tadi aktif bermain bersama.
Dahyun duduk di hadapan keduanya kemudian, menyajikan nasi dan lauk di mangkuk mereka dan mempersilahkan makan.
"Mommy! Uncle Minho mau ajak Cassy ke game centre nanti!"
Cassy berbicara semangat seraya tatap Dahyun yang belum keluarkan pendapat. Dahyun taruh sumpitnya, menyipit kepada sang anak yang kini curi-curi pandang kepada ia dan Minho.
"Tugas sekolah mu sudah selesai?"
"Sudah! Uncle Minho tadi tolong Cassy!"
Sekarang giliran Minho yang dipandang dengan alis menukik sebelah, sementara siempunya cepat-cepat teguk minumnya dan alih muka. Dahyun tersenyum pias dengan napas terhela berat, lalu alih lirik ke putri kecilnya untuk ia usak rambutnya lamat.
"Okay, accepted." Cassy mengangkat tangan denga heboh sembari tertawa ke arah Minho, pula kelakuan itu mendukung gelak kedua manusia dewasa tersebut untuk turut bersuka, gemas dengan tingkah putri semata wayangnya.
.
.
.
"Jangan jauh-jauh dari uncle Minho, you understand?"
"Get it, mom!"
Dahyun merapikan mantel si buah hati; menarik pelan ujungnya, menyeka permukaan balut kulit dari debu kasat mata, dan menutup kepala mungil Cassy dengan tudung hingga hanya menampilkan penampilan bocah menggemaskan dengan pipi bulatnya.
Minho sudah siap dengan busana musim dinginnya di depan pintu. Lelaki itu merangkul Cassy yang berlari kecil ke arahnya, "Are you ready to be a winner?" Lengannya dibuat naik ke atas layaknya superman yang kemudian turut dibalas Cassy dengan gerakan yang sama, persis seperti dua lakon komedi satu kemistri. Tak heran keduanya cocok sekali.
Dahyun melihat semua dengan tawa geli walau tangan kanannya melambai pelan membiarkan dua orang pentingnya pergi. Semenit kemudian, ia tarik napas dalam, menggeleng sesaat beragam pikiran kembali datang tanpa utusan.
Ia berlalu untuk kemudian menapakkan diri di lantai beralas tikar senada dengan perabotan ruangan. Ragu-ragu menarik ponsel untuk ia usik, mencari pesan-pesan yang beberapa waktu ini menggerisik. Emosi kembali kuasai diri. Dahyun meremat ponsel dalam diam seiring dadanya nyeri, teramat sulit untuk bernapas hingga tangisnya luluh lagi.
Bertahun-tahun mengubur masa lalu, kabur dari zona nyaman untuk hidup sebagai orang baru, tidak cukup kuat untuk hantarkan ia pada kata aman yang ingin dituju. Ia tidak lagi belia, ada Cassy yang harus ia jaga dan kehidupan gadis itu harus ia tata, agar bahagia yang ia kecap di hidupnya. Namun, seiring dengan tekanan datang tanpa permisi, apa sanggup Dahyun pertahankan apa yang ia punya kini?
Ia menyeka air mata, membuka pesan yang datang tadi pagi saat ia masih berkutat dengan lembaran kantor. Ia tidak sempat membalas, bahkan ia tidak ingin. Lebih dari seminggu pesan tersebut merecoki hari, membuat pikirannya bising tak berhenti, ia ingin tak perduli.
Tapi ia tahu permintaan itu akan kembali, nanti, besok, atau beberapa hari seterusnya. We need to make it stop. Datang hasratnya untuk melawan, berkeras pada pertahanan. Telepon seluler kembali jadi tujuan, mengetik walau jemarinya gemetaran.
"I won't let you take my Cassy, never. Simpan saja uangmu and stop chasing out to me, Mr. Jungkook."
✧◝✧
HADUH DRAMA MULU YA AKU, GAPAPA, EMANG TEMA INI BOOK DRAMA :" yang tabah Dahyun.
Btw, I miss you guys, hope u are doing fine.