13.

757 112 48
                                    

.

.

.

.

15 Agustus, 2023.

"Dahyun, aku duluan, ya?"

Dahyun mengangguk dan lambaikan tangan kepada salah satu teman kantornya. Setelah berlalu, Dahyun mulai berkemas; memasukkan kertas-kertas penting ke map, pula dompetnya ke tas slempang kulitnya yang mengkilap.

Ia melirik jam dan percepat langkah keluar gedung, semakin cemas saat pandangi langit yang tampaknya mendung.

"Seharusnya tadi aku bawa payung." Ia berujar murung. Badan ia condongkan dan maniknya menoleh ke berbagai arah, berharap ada taksi yang datang dan bisa ia naiki saat itu juga.

Sebuah sedan biru gelap berhenti. Dahyun awalnya tak ambil pusing, pikirnya karyawan atau orang berkepentingan lain, namun sesaat jendela itu turun dan munculkan sejumput rambut yang mengintip lucu, buat senyum Dahyun menamu.

"Mommy!"

Sosok di bangku kemudi meliriknya, dengan jahil naikkan alis untuk menggoda, "Taxi, mrs?"

Dahyun terkekeh lalu mengiyakan. Ia duduk di bangku muka dan biarkan mobil tersebut membawanya dengan gas pelan. Dahyun miringkan badan untuk tatap si kecil di belakang yang berdiri aktif sembari berlonjak girang, buat Dahyun genggam tangannya dan tuntun ia untuk duduk di pangkuan.

"Kenapa nggak langsung pulang?"

Si balita tidak menjawab, asik dengan mainan balok berwarna di tangannya, hingga yang di samping angkat bicara, "Tadi pas ku jemput dia udah kangen mamanya. Yasudah sekalian ke sini. Kebetulan kamu udah keluar kantor."

Dahyun tersenyum, kembali tundukkan kepala untuk lirik sang hati yang sibuk dengan dunianya. Tak banyak pembicaraan setelah itu, Dahyun terlalu penat akan tugas kantor seharian, hingga ia akhirnya terlelap dengan si anak di dekapan.

Lelaki yang jalankan kendaraan lirik keduanya dengan kuluman senyuman sebelum kembali fokus pada jalan yang sudah basah oleh deraian hujan.

°˖✧◝

"Thank you, kak. Singgah dulu?"

Taehyung lirik layar handphonenya sebelum jawab pertanyaan Dahyun, "Kapan-kapan aja. Istriku nunggu." Kemudian pria jangkung dengan setelan jas coklat itu menunduk untuk usak rambut anak kecil yang masih tertidur dalam gendongan wanita di hadapannya.

"Aku duluan. Kalau butuh apa-apa, jangan sungkan hubungi aku."

Dahyun tak begitu menanggapi. Ia hanya mengusap rambut sang putri dengan hati-hati.

"Aku bisaㅡ "

"Aku kakakmu. Kamu bisa minta bantuan apapun."

Dahyun mendelik main-main. Badan Taehyung ia dorong pelan.

"Okay, I got it, sir. Sana pulang! Kasian nanti kak Kath nunggu."

Taehyung ucapkan selamat tinggal sebelum ia masuki mobil dan berkendara tinggalkan pekarangan flat yang Dahyun tinggali. Wanita itu utus langkah dengan masih menggendong sang anak. Mulutnya bergerak melantunkan melodi lagu yang bahkan tak ia ingat judulnya.

Sesampai di kamar, si putri kecil dibaringkan pelan agar tidurnya tidak terkacaukan. Surai legamnya jadi sasaran: diusap lembut untuk salurkan afeksi semu yang menggebu walau tanpa aksara menjemu. Parasnya damai tanpa beban, tidak terlukis pahit walau Dahyun tahu bocah itu simpan beribu pertanyaan.

Di lain sisi, ia ingin lega. Perihal ayah yang tak pernah tampakkan muka tak pernah ia singgung. Namun hari itu pasti akan tiba. Mau tak mau kelak kenyataan pahit harus ia bagi ke buah kandung.

Tok tok.

Ditarik realita, lamunannya tercampak sebab interupsi dari pintu besi. Kening sang buah hati dikecup sayang sebelum ia keluar dan sambut seseorang yang datang.

"Hey?"

Tamu kali ini orang yang sudah biasa ia temui. Nangkring di tempatnya nyaris setiap hari. Tak tega tolak kedatangan, sebab lelaki di hadapan selalu punya alasan, "Aku bawa makanan buat Cassy."

"Ayo masuk." Ajak Dahyun kemudian. Tidak sungkan, pantofel itu di lepas dan segera duduk di ruang makan. Jaket bulu ia beri ke Dahyun untuk di taruh di tiang jati dekat perapian.

"Cassy udah tidur?"

"Sudah." Dahyun meraih plastik bawaan lelaki itu dan melipir ke dapur. Sup daging ia sajikan di wadah keramik, kemudian di letak di kenap kayu dengan dua mangkuk kecil dan sumpit. "Makanlah, Minho."

Pria di seberang meja tumpukan telapaknya di dagu, acuh dengan suruhan pelan Dahyun yang masuki rungu. Manik arang tatap ia dengan tanya: alisnya menukik dengan kening mengerut, suapan nasinya yang hampir kenai bibir bahkan terjeda oleh sikap Minho yang tak kunjung sudahi tatapan padanya. Ia goda Dahyun dengan kerlingan jenaka, namun segera mengaduh karena bogeman main-main yang kenai kepala.

"Makan, atau kuusir?"

Selain kunjungi Cassy, membuat sang ibunda naik pitam juga jadi salah satu alasanㅡ tersirat, tentu saja saja sebab garangnya Dahyun bukan sesuatu yang harus diragukan.

Kuah sup hangat ia sendokkan ke mulut sekali teguk. Ia cecap untuk maknai rasanya di lidah, kemudian kembali lempar pandang ke Dahyun yang tak terusik santap hidangan. Ia tampak kelaparan.

"Dahyun," pemilik nama dongakkan kepala, tatap Minho tepat di manik mata, bertanya-tanya. Minho jedakan bicara, hela napasnya sembari geserkan mangkuk ke tengah agar tak halangi ke dua sikunya yang hendak tegak bersinggah. "Perusahaanku menang tender hari ini."

Dahyun seketika hentikan suap. Mulutnya membentuk bulatan dan gemintang di matanya mengkilap. Jempol rantingnya mengacu di udara setelah itu sabit terbit di wajahnya. Terlalu senang, buat Minho bimbang.

"Rivalnya, perusahaan dia."

Minho sadari perubahan air muka Dahyun yang coba wanita itu kubur dalam-dalam. Pias senyum walau ia paksa munculkan, pula datangi gemuruh bagi pria di hadapan.

Faktanya, sorot Dahyun masih merindu, mendamba. Walau serangkaian tahun lewat dan coba hapus perkara masa lalunya.


°˖✧◝✧˖°

Note: I'd be very thankful if you leave any comments and votes for this book because I really need that to fight the writer block issue.

Also, you did well today, thank you for existing!



MUFFIN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang