.
.
.
.
Seharusnya pagi ini Dahyun habiskan waktu membaca lanjutan petualangan Holmes, atau bahkan memandikan kucing liar yang tadi pagi tertidur di luar pintu apartment-nya dan jadikan hewan itu sebagai teman baru. Namun kakinya malah menapak di sebuah cafe di penghujung jalan 4th St SW yang memakan waktu dua puluh menit dari tempat tinggalnya.
Dahyun mengetatkan genggaman pada tali tas selempangnya, sesaat sebelum tungkai kecil itu melewati pintu dan masuk ke dalam, menelisik beberapa pengunjung hingga seorang wanita berparas ayuㅡsedang duduk dari arah baratㅡmelambai ke arahnya.
"Maaf, kak. Sudah lama, ya?"
Dahyun membungkuk sopan sebelum mengakuisisi bangku di hadapan lawan. Sedikit tidak enak sebab datang terlambat dari yang dijanjikan.
"Nggak masalah, Dahyun. I just got here around ten minutes ago, I guess?"
Iris tak henti pandangi Rose yang kini sibuk memilih santapan siang mereka lewat buku menu. Sesekali puan tersebut melirik Dahyun dan tersenyum hangat. Ah, benar. Wanita di hadapan ini sangat cantik, pula baik. Auranya lembut tapi mudah buat orang berlutut, tak heran dapat buat seorang Jeon Jungkook ikut kalut.
Dahyun picingkan kelopak mata sesaat. Ia harus tutupi tanda tanya besarnya kepada Rose sejak pagi tadi mendapat ajakan bertemu. Ia kesini tak mungkin hanya untuk diajak melepas rinduㅡmereka bahkan dulu tidak pernah benar-benar mengobrolㅡpasti ada maksud lain, mengenai Jungkook, mungkin.
"Sudah lama ya, nggak ketemu. Kamu makin cantik dan dewasa, Dahyun."
Dahyun tersenyum kaku dengan rona memerah, dia sungguh bukan orang yang gampang dipuji mentah-mentah.
"Kakak apa kabar? Aku kira kakak masih di Scotland." Alih-alih jawab sanjungan yang diberi, Dahyun berusaha mengalihkan komunikasi, usahanya agar dapatkan jawaban atas pertanyaannya dengan cepat dan keluar dari tempat ini.
"Aku dapat kerjaan disini, and I'll live here for years ahead, from now on. Is that good? We can meet more often."
Lengkung sabit Rose menyusut kemudian bahkan sebelum sempat Dahyun lontarkan balasan. "Kamu masih sama Jungkook?"
Dahyun menggeleng pelan. Ia menatap Rose yang sedang memotong steak-nya takut-takut. "Kakak sudah ketemu kak Jungkook?"
Garpu dan sendok ditaruh kasar, hingga dentingan benda tersebut mengalihkan Dahyun untuk tatap Rose sepenuhnya. "Bajingan." Rose alihkan atensi ke timur, rahangnya menegas dan giginya bergemeletuk.
"Bajingan itu memang nggak cocok buatmu, Dahyun." Kemudian tisu di atas meja ia raih, diusap sembarang ke sudut bibirnya lalu ia remas kuat. "Bagaimana bisa, dia pisah saat kamu hamil."
"Kak.."
"Jungkook yang bilang." Rose menutup wajahnya dengan telapak tangan, tak perduli bagaimana riasannya sudah ia poles sebaik-baiknya di rupa. Bahunya bergetar dan tak lama isakan lolos dari bibir ranumnya. "Maafkan aku. Sungguh, aku nggak sengaja malam itu. Aku pikir dia belum punya kekasih."
Dahyun bungkam. Matanya membendung air mata yang siap tumpah. Ia sadar satu hal, malam itu, ia benar-benar sudah dikhianati oleh lelaki dan wanita di hadapannya ini. Tidak tahu malam yang mana, ntah saat ulang tahun hubungan mereka, atau jauh sebelum itu semua. Ia tidak bisa menduga dan kepala bagai ditimpa tremor luar biasa. Lagaknya tahu Jungkook tidak akan lampaui batas dalam kondisi apapun, namun kini kenyataan hantam dirinya dengan amat sangat kejam dan beruntun.
Dahyun ingin teriak dan memaki, tapi Rose terlihat juga rasakan sakit hati.
"Aku saja yang terlalu naif kak. Kak Jungkook bahkan setelah putus dari kakakpun, dan kami pacaran hingga tiga tahun lamanya juga tidak ada artinya. Dia masih sama. Masih pikirkan cintanya yang lama. Masih sayang sama kamu kak," Dahyun gigit bibir bawah sebelum melanjut kata. Udara ia raup dalam-dalam dan kemudian ia hembus perlahan. "Tapi aku juga butuh dia, anakku, anakku butuh ayah."
"Aku mohon, apapun, gimanapun, tolong jauhi kak Jungkook."
Rose menatap Dahyun yang tertunduk. Ia tak bisa bohong bahwa dalam hati masih inginkan Jungkook kembali. Belum lagi si pria kerap hubungi ia belakangan ini. Lelaki itu gencar ajak Rose bersua, untuk meminta maaf, alibinya. Namun sungguh, perasaannya luluh lantah karna perlakuan Jungkook yang sangat piawai rebut hati wanita. Baru kemarin pula ia bukakan pintunya demi si wira, dan berakhir dengan permainan panas mereka yang masih tergambar jelas di benaknya. Tapi di hadapannya ada seorang wanita muda dengan kandungannya yang masih belia. Rose tidak tega.
"Aku berdosa, Dahyun. Jungkookpun. Aku bakal jauhin dia,"
Dahyun menyerngit sembari menunggu Rose lanjutkan kalimatnya.
"Tapi kamu tau, akuㅡ aku ini rumahnya."
Makanan mewah di hadapannya tak disentuh namun Dahyun mendadak mual dan kepalanya bagai ditusuk jarum. Perkataan Rose telak hunus hatinya yang telah remuk, pula tambahkan luka yang sudah tidak berbentuk.
Rose pamit dahulu dengan panggilan telepon yang tiba-tiba menginterupsi, menyisakan Dahyun yang termangu seorang diri. Ia terlalu lemah hingga ia selalu kalah.
Kesadarannya kembali semenit kemudian. Ambisinya sudah bulat, demi janinnya yang tak lama masuki bulan keempat. Ia tahu ia masih punya harapan, Jungkook tidak mungkin tega hapus dia begitu saja tanpa pertimbangan. Dahyun hanya perlu berlutut, meminta pria tersebut kembali sembari meraung. Tidak masalah, asalkan bayinya lahir lengkap dengan seorang ayah, harga dirinya yang terbuang bukan lagi sebuah masalah.
°˖✧◝✧˖°Attention: Next chapter will be private cause it contains nsfw thingy so follow me first. Ini modus hehe.
See you next week👋