46. Kalaulah Sempat

17 3 0
                                    

Sc. http://doris-nasution.net/

Seorang laki-laki tua duduk di teras rumahnya.
Rumah yang besar namun sepi penghuni. Istri sudah meninggal. Tangan menggigil karena lemah, penyakit menggerogoti sejak lama. Duduk tak enak, berjalan tak nyaman. Untunglah seorang kerabat jauh mau tinggal bersama menemani beserta satu orang pembantu.

Tiga anak, semua sukses. Berpendidikan sampai ke luar negeri. Ada yang sekarang berkarir di luar negeri. Ada yang bekerja di perusahaan asing dengan posisi tinggi, dan ada pula yang jadi pengusaha. Soal Ekonomi, angkat dua jempol. Semua kaya raya.

Namun, saat tua seperti ini dia merasa hampa. Ada pilu mendesak di sudut hatinya. Tidur tak nyaman, dia berjalan. Memandangi foto-foto masa lalu.
Foto laki-laki gagah dengan keluarganya berlatar Great Wall, Eiffel Tower, Big Ben, Sydney Opera House dan berbagai belahan bumi lainnya yang telah dijejaknya. Diabadikan dengan foto dibingkai bagus yang tak mampu lagi dilihat karena pandangannya yang sudah mengabur.

Di rumahnya yang besar dia merasa kesepian. Tiada suara anak, cucu. Hanya detak jam yang berbunyi teratur. Punggungnya terasa sakit, sesekali air liurnya keluar dari mulutnya.

Dari sudut mata ada air yang menetes. Rindu dikunjungi anaknya, tapi anaknya sibuk dan tinggal jauh di kota dan negara lain. Ingin pergi ke Masjid namun badan tak mampu. Begitu lama waktu ini bergerak. Tatapannya hampa.
Jiwanya kosong, hanya gelisah yang menyeruak ... Sepanjang waktu ....

Laki-laki itu, barangkali adalah Saya. Nanti. Barangkali Anda yang membaca tulisan ini suatu saat nanti. Hanya menunggu sesuatu yang tak pasti. Yang pasti hanya kematian. Rumah besar tak mampu lagi menyenangkan hati. Anak sukses tak mampu menyejukkan hati. Cucu-cucu yang seperti orang asing. Asset-asset produktif yang terus menghasilkan, entah untuk siapa ....

Kira-kira jika datang malaikat menjemput, akan seperti apakah kematian ini? Siapa yang akan memandikan kita? Dimana kita akan dikuburkan? Sempatkah anak kesayangan dan menjadi kebanggaan datang menyelenggarakan mayat dan menguburkan kita?

Apa amal yang akan dibawa ke akhirat nanti? Rumah akan ditinggal, asset juga akan ditinggal. Anak-anak entah apakah akan ingat untuk berdoa untuk kita atau tidak. Sedang shalat mereka sendiri saja belum tentu berisi. Apa lagi jika dulu anak tak sempat dididik sesuai tuntunan Yang Maha Kuasa. Ilmu agama hanya sebagai sisipan saja.

Kalau lah dahulu sempat menyumbang yang cukup berarti di Masjid, Rumah Yatim, Panti Asuhan.
Kalau lah sempat dahulu membeli sayur dan melebihkan uang pada nenek tua yang selalu datang.
Kalaulah dahulu sempat memberikan sandal untuk disumbangkan di Masjid biar dipakai orang yang memerlukan.
Kalaulah sempat membelikan buah buat tetangga, kenalan, kerabat dan handai taulan.
Kalaulah kita tidak kikir kepada sesama.
Mungkin itu semua akan menjadi amal penolong kita.

Kalaulah dahulu anak disiapkan menjadi Muslim yang shaleh. Ilmu agama dan ilmu Al-Quran nya lebih diutamakan. Ibadah shalat dan sedekahnya kita tuntun dan ajarkan. Maka mungkin mereka senantiasa akan terbangun malam, meneteskan air mata mendoakan kita orang tuanya.

Kalaulah sempat membagi ilmu dengan ikhlas pada orang sehingga bermanfaat bagi sesama ....

Kalaulah sempat ...
Mengapa kalau sempat? Mengapa itu semua tidak jadi perhatian utama kita?

Sungguh kita tidak adil pada diri sendiri. Kenapa kita tidak lebih serius menyiapkan bekal untuk menghadap-Nya?

Semoga tulisan kecil Ini menjadi nasihat bagi diri saya, bagi kita semua. Berseriuslah menyiapkan diri menghadapi kematian, dan kehidupan akhirat yang kekal.

Kita pasti MATI !!!!

-
dan bagi yang masih punya orang tua, apalagi yang orang tuanya hidup sendirian saat ini, mari kita pastikan agar orang tua kita tidak kesepian di akhir hidupnya.

Catatan IslamiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang