Sc. http://maryam-qonita.blogspot.com
Saudariku, ada saatnya ketika hati ini merindukan seseorang. Saat muncul seribu perhatian. Saat kita ingin bertemu dengannya. Juga saat kita ingin tahu apa yang dia lakukan setiap harinya. Sayang, dia bukan mahrom. Sebagai akhwat pun kita tertunduk malu.
Kita tahu bahwa setiap insan punya potensi yang sama untuk jatuh cinta pada lawan jenis. Yang membedakannya adalah seperti apa kita dapat menyikapi fitrah hati tersebut, entah cinta kita bertepuk sebelah tangan atau tidak. Sebagian dari kita ada yang memilih untuk mengumbar nafsunya dengan berpacaran, tapi sebagian lain ada yang justru cintanya pada manusia itu menambah keimanannya pada Allah.
Aku sempat tidak mengerti makna dari cinta karena Allah, karena beberapa orang yang mengatakan pada lawan jenisnya “uhibbuki fillah” atau “uhibbuka fillah” sementara dia tetap melanggar syari’at dengan berpacaran. Apakah itu benar-benar cinta karena Allah? Entah dalihnya berpacaran Islami dengan tidak bersentuhan atau pacarannya di mushola, tetap saja ikhtilat. Tidak ada daging babi menjadi halal hanya dengan mengucap basmalah saat memotongnya, begitu pula tidak ada istilah pacaran islami.
Saudariku, mari kita bercermin melihat motif dasar kita mencintai seseorang. Apakah lantaran ketaatannya pada Allah atau tidak? Hal ini jauh berbeda dengan cinta karena ketertarikan dan memuaskan hawa nafsu belaka. Maka dari itu, jika benar cinta kita karena Allah, maka kita akan berusaha tetap berjalan sesuai syari’at agama dan tidak melanggar ketentuan dari-Nya. Kita juga akan berdoa agar orang yang kita cintai tetap berada di bawah naungan Allah SWT.
Sebuah hadits mengatakan, “Tidaklah seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”
Para ulama mengatakan tentang maksud hadits tersebut, “yakni tidak beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini”. Dan makna dari “sesuatu bagi saudaranya” adalah ketaatan dan sesuatu yang halal. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh An-Nasa’i, “...hingga dia mencintai bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai hal itu terjadi bagi dirinya.”
Saudariku, bukankah kau ingin dirinya tetap senantiasa berada dalam kebaikan? Bukankah kau ingin bersamanya di surga-Nya, bukan di neraka-Nya? Maka luruskan kembali hatimu dan jangan tergelincir dengan menuruti syahwat sesaat walau sebatas lirikan mata. Seperti kata AA Gym, berhati-hatilah karena cinta itu ibarat minum air laut, semakin diminum semakin haus. Jagalah agar cintamu padanya tidak melebihi cintamu pada Allah SWT. Tempatkanlah dia pada posisi seharusnya.
Saudariku, cukup bagimu mengiringi langkahnya dalam doa saat kamu memperpanjang sujudmu, atau saat kamu berkhalwat dengan Allah SWT di sepertiga malam terakhir. Memohon ampunan bagimu juga bagi dirinya. Itulah bentuk cinta yang sesungguhnya, yang tak terjamah ego dan hawa nafsu. Begitu pula seperti dirimu menginginkan doa dari orang lain untukmu kebaikan.
Cintailah karena Allah dan bencilah karena Allah. Bertemu dan berpisah karena Allah. Cinta yang bermuara yang mengantarkan pada kebahagiaan yang mendalam. Yang berlandaskan cinta pada Zat yang begitu mencintai hamba-Nya dan tidak pernah meninggalkan hamba-Nya saat galau dan bimbang. Tempatkanlah cintamu pada Allah di atas segala-galanya, karena Dia-lah yang menciptakan cinta dan hati tempat cinta itu bersemayam.
Saudariku, Allah itu Maha Mengetahui. Allah itu Maha Besar lagi Maha Pengasih. Dia sudah menetapkan kepadamu seseorang yang akan membuat hidupmu menjadi sempurna. Hanya saja Dia menginginkanmu untuk bertemu pada waktu yang tepat dan indah pada waktu yang telah Dia tentukan. Inilah jalan Allah, saat ini Dia memberikanmu kaktus berduri, tapi percayalah suatu saat nanti kaktus itu akan berbunga. Saat ini dia memberikanmu ulat bulu, tapi suatu saat nanti ulat bulu itu akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah.
Semua ini adalah proses, semua ini adalah badai menuju kedewasaan yang juga dilalui remaja-remaja yang lain. Mungkin Allah menghendaki agar cintamu padanya itu menjadi proses belajar untuk menghargai setiap orang yang pernah hadir dalam hidupmu.
Saudariku, sekarang mungkin kau belum siap melangkah lebih jauh dengan seseorang, maka cukup cintai dirinya dalam diam. Itulah bukti cintamu padanya. Dengan begitu kau telah memuliakan dirinya dengan tidak mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang dan tak mau merusak penjagaan hatinya. Sebagaimana Fatimah Az Zahra dan Ali bin Abi Thalib yang diam namun akhirnya menikah. Bersabarlah dalam diammu karena rusuk tulang takkan tertukar.. n_n
Semoga Allah menetapkan hati kita pada keimanan dan menganugerahkan kita cinta yang hakiki hingga ke akhirat sana. Amin.
(qon/dari berbagai sumber)
KAMU SEDANG MEMBACA
Catatan Islami
SpiritualKumpulan catatan islami yang kutemui di banyak blog karya blogger. Saya cuma membagikannya dengan disertai sumber. Semoga bermanfaat.. :) 4 Juli 2019 *Slow updated