Prolog

17.7K 664 3
                                    


Ada orang yang senang menyambut matahari pagi, ada juga yang berharap tidak melihatnya karena terlalu lelah bekerja di hari sebelumnya. Yakinlah, jika kau berada di posisi ingin matahari lebih lama terbit di situlah kau membutuhkan liburan.

Dua manusia yang masih bergelung yaman di balik selimut, tidak sepertinya hanya satu yang bergelung nyaman. Gadis mungil yang berada di sebelah badan besar, tidur dengan tidak anggunnya sebelah tangannya masuk kedalam mulut pria besar itu, namun pria itu masih belum terbangun, seperti tidak terganggu sama sekali dengan kelakuan gadis itu.

Ketika matahari menyilaukan, mencoba menerobos masuk melalui celah gorden yang masih tertutup, tepat mengenai matanya barulah ia menggeliat. Sedang gadis di sebelahnya malah merangkak, naik keatas tubuh besarnya.

Masih dalam keadaan setengah sadar, ia membuka matanya perlahan, ketika matanya menangkap rambut semerah wortel di atas dada telanjangnya, ia berdiri dengan spontan hingga gadis itu terjatuh di atas Kasur dan sudah menangis dengan kencang.

Asley masih diam terpaku dengan kepala yang berdenyut sakit karena berdiri secara tiba-tiba.

Hell?! Anak siapa ini?!

Karena kepala Asley masih berdenyut, ia memukul-mukulnya ringan dan berharap jika ini hanya mimpinya saja. Ia sadar itu bukan mimpi ketika tangis gadis kecil itu semakin menjadi.

Apa mungkin ini anak Adrey? Mungkin anak yang di sembunyikan Adrey, karena ia tidak mengenalinya. Ah, tapi bisa juga anak teman-temannya karena tidak mungkin Adrey mengerjainya dengan anaknya, karena hingga sekarangpun adiknya itu terkadang masih cemburu kepadanya, padahal mereka hampir memiliki dua anak sebentar lagi.

Jeritan gadis mungil itu membuatnya kembali kedunia, bukannya meraih gadis itu ia malah keluar untuk mencari orang tua anak itu. Seluruh penjuru apartemennya sudah ia cari namun nihil tidak ada orang sama sekali disana.

Dengan putus asa, ia kembali ke kamar memperhatikan anak itu yang masih menangis dengan air mata yang bercucuran, membuat hati nuraninya ternyenyuh, menggaruk tekuknya yang tidak gatal sama sekali ia mendekat.

"cup...cup...cup... jangan menangis lagi, aku minta maaf ok?" ia hanya diam sebentar menatap Asley dengan mata penuh air mata kemudian kembali menangis.

Masih berdiri, Asley dengan ragu-ragu tangannya terulur untuk megelus kepala anak itu, gadis itu terdiam masih dengan sisa-sisa tangisnya ia mengulurkan tangannya.

"dong...dong..."

Tidak ada tanggapan dari Asley akhirnya gadis itu kembali menangis dengan kencang. Sungguh Asley tidak tau harus melakukan apa sekarang.

"dong..." jerit gadis kecil masih dalam tangisnya dan pipi merahnya.

"kau ingin apa?" bukannya menggendong gadis kecil itu Asley kembali bertanya dengan bingung, hey dia belum punya anak bagaimana bisa ia mengerti dengan Bahasa planet mereka.

Wajah kesal gadis itu terlihat menggemaskan walau berlinang air mata. Ia menarik tangan Asley dan mencoba untuk berdiri, kembali menjulurkan tangannya kepada Asley dan yah Asley mengerti sekarang apa yang di mau anak itu, berkat kegigihan gadis itu. Dia minta di gendong ternyata.

Begitu Asley menggendongnya gadis kecil itu menyerukkan kepalanya keleher Asley, nyaman. Tidak seperti ketika ia mengendong anak Adrey, tidak ada yang salah dengan anak itu. Ia bahkan begitu menggemaskan dari anak-anak lainnya, mungkin karena ia memang tidak menyukai anak kecil ia sama sekali. Tidak bertah ketika menggendong mereka, maka dari itu ia lebih sering menghindar.

Namun tidak dengan anak ini, karena sudah tidak lagi menangis dan diam dalam gendongannya senyum merekah dari bibir Asley. Ini rekor pertamanya betah menggendong anak kecil.

Sangking nyamannya Asley membawa anak itu berjalan keluar kamar, begitu pintu kamar tertutup ia mencium aroma... aroma apa? Ia tidak tau aroma apa, semakin lama semakin menyengat.

"pum.." anak itu berujar di telinganya dan mengeratkan pelukkan tangannya di leher Asley. Apa maksud semua itu?

"kau... apa?"

"pum, pum" bisiknya

Asley baru mengerti ketika sebuah suara tidak asing dan aroma yang semakin menyengat keluar dari pantat mungil itu. OH GOD...

Sudah tiga hari suara mungil itu memenuhi apartemen Asley. Kadang suara tawa, kadang suara tangis dan paling sering ocehan alien yang tidak di mengerti Asley. Seperti pemandangan saat ini, seorang wanita paruh baya dengan sabar mengambil alih makanan yang sedang di aduk-aduk gadis kecil itu dan menyuapinya yang di balas gelengan dan suara mungil.

"no.. no... no... no..."

Ketika mata gadis itu menangkap dirinya yang berdiri memperhatikannya. Ia tersenyum, senyuman yang tidak asing menurut Asley. Tangan mungil gadis itu melambai-lambai memanggilnya. Ini bukan kali pertama gadis itu memanggilnya, setiap kali ia lewat gadis itu selalu bertingkah seperti itu, memanggilnya agar mendekat yang selalu di abaikan Asley. Terkadang ia sampai menangis karena Asley tidak pernah meliriknya.

Kali ini berbeda, pria itu tersenyum dan berjalan kearahnya, membuat gadis kecil itu bangun dari duduknya dan berjingkrak senang menyambutnya. Tadi siang Asley menerima surat hasil tes DNA dari lima rumah sakit yang berbeda yang menunjukkan hasil yang sama. Masih ada beberapa rumah sakit lagi yang masih belum memberikan hasilnya. Kelima rumah sakit itu juga dipaksa untuk memeberikan hasil secepatnya, karena Asley benar-benar ingin tau hasilnya secepatnya, apakah benar ini anaknya seperti yang di katakan surat di atas meja kerja Asley yang tidak seorangpun tau siapa yang meletakkanya.

'Namanya Violletta Elowen Walter. Dia anak yang baik, ku harap anda bisa menjaganya dan menyayanginya seperti ibunya yang begitu menyayanginya dan mencintainya tanpa syarat'

Akan tidak adil jika gadis kecil itu adalah anak kandungnya dan dia bersikap begitu buruk kepada anaknya sendiri. Jikapun masih ada kemungkinan jika anak ini bukanlah anaknya, gadis kecil imut ini tidak pantas mendapatkan perlakuan seperti itu darinya.

Perfect Wings (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang