Majalah dan koran-koran baru saja di ganti dari raknya oleh seorang wanita berpakaian rapi, bertepatan dengan dua orang pria yang baru saja memasuki ruangan itu.
"majalah baru Lot?" sapa salah seorang, sedang yang satunya berlalu begitu saja, duduk di kursi kebesarannya.
"Lotti, bawakan tiga majalah lagi"
Wanita yang di panggil Lotti itu tersenyum dan mengangguk, tidak menghiraukan pria yang tadi pertama kali menyapanya.
"kalian memiliki masalah?" Asley bertanya kepada Jacob yang masih menatap kepergian wanita yang disapanya tadi.
"entahlah aku tidak mengerti wanita" Jacob ingin melanjutkan curhatannya ketika Asley menyuruhnya diam dengan isyarat.
Layar besar di depan Asley menampilkan wajah cemberut gadis berusia 5 tahun. Tas pink besar masih bertengger di pundaknya. Rrambut semerah wortel miliknya mencuat kesana kemari. Bibir Asley tertarik melihat penampilan anaknya.
"hay, sayang. Sudah pulang ke rumah?"
Anak itu mendegus sebal, merapikan rambut merahnya yang tak kunjung rapi dengan tangan mungilnya.
"apa nyonya Ginger ada disana dad? Aku harus bertanya padanya, bagaimana cara merapikan rambut ku"
Asley terkekeh Violetta Elowen Walter, anaknya. Anak yang pernah ia sanggah keberadaannya, hingga surat-surat dokter yang menunjukkan bahwa benar gadis mungil itu adalah darah dagingnya. Lama kelamaan, Asley semakin yakin jika itu benar-benar anak kandungnya. Bibirnya yang tersenyum persis seperti bibirnya, hidung bangirnya jelas mencetak hidungnya. Ditambah lagi dengan sifatnya yang kata ibunya mirip dengannya ketika kecil, namun si kecil merah ini lebih keras kepala.
Teringat kembali kemasa-masa itu, ia bersyukur memiliki gadis kecil ini. Jika tidak, mungkin ia sudah mati karena depresi, selepas bercerai dari istri yang sangat di cintainya. Namun tak urung ia juga merasa bersalah kepada wanita itu, di usia gadis kecilnya yang sekarang menginjak lima tahun, kemungkinan pembuahan terjadi ketika ia masih mengurus perceraiannya, di masa tegangnya bersama istri. Ia ingat masa-masa itu ia sering berkunjung ke club bersama teman-temannya, hingga pulang dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Dimana wanita itu sekarang, entahlah Asley tidak pernah mencarinya lagi. Enam bulan setelah perceraiannya, ibunya menyadarkan Asley dengan kata-kata 'jika kau mencintainya kenapa masih diam disini? Cari dia sudah cukup untuk kalian berdua menenangkan diri' dan ketika Asley mencarinya, semuanya sudah terlambat, tidak ada lagi jejak wanita itu yang menghilang entah kemana. Asley kembali depresi, selama dua tahun hanya merenungi kesalahannya, tidak membuahkan hasil apapun ia kembali menginjakkan kaki dikantor. Menyibukkan diri dengan proyek-proyeknya, hingga suatu hari ia terbangun dengan gadis mungil di sampingnya.
"dad..." pekik gadis di layar ponselnya, menyadarkan Asley kedunianya. Gadis itu benci jika Asley sudah melamun seperti ini.
"ya sayang"
Pipi bulat gadis itu menggembung "weekend ini aku tidak mau di rumah, malam ini aku tidur di rumah Kristian saja" sungut gadis itu.
"hey, hey, hey. Jika kau pergi, weekend ini dad habiskan bersama siapa?"
Asley bukannya tidak mau menghabiskan waktu di rumah adiknya, namun Adrey masih sensitive, tiap kali ia datang. Baiklah, Asley yang salah masih sering menggoda istrinya dengan kata-kata, tapi itu tidak sungguh-sungguh, Adrey saja yang terlalu posessif. Vio senang bermain dengan Kristian, katanya anak Adrey itu tampan. Ck, masih tampanan dia dan masih jauh lebih mapan. Lupakan itu Asley, ia cemburu melihat gadis kecilnya di gandeng pria lain, meskipun itu sepupunya sendiri. Apakah ini memang sifat lelaki di keluarga Walter, benar-benar menyebalkan.
Pintu di ketuk dan Jacob membukakan pintu. Seorang wanita dengan rambut merah yang di tata dengan sedemikian rupa masuk dengan senyuman, membawa beberapa majalah di tangannya. Sebuah ide yang sering Asley gunakan terlintas di kepala Asley.
"weekend ini, kita akan menghabiskan waktu piknik di taman bermain bersama nyonya ginger. Bagaimana wortel kecil ku?" bujuk Asley yang membuat senyum di bibir gadis itu merekah.
"apa ada yang ingin mengajakku piknik?"
Asley menyerahkan ponselnya kepada wanita itu. Camilla meletakkan majalah yang tadi akan di bawa secretaries Asley di atas meja, lalu meraih ponsel Asley dan menyapa gadis kecil yang tersenyum sumringah di seberang sana.
"halo nyonya Ginger, aku ingin bertanya kepada mu. Bagaimana cara merapikan rambut ku ini, dia nakal sekali berlarian kesana kemari"
"kepang rambut mu Vio, sudah berapa kali ku katakan, jangan menggerainya seperti itu jika kau risih."
"sudah berapa kali ku katakan nyonya Ginger, aku tidak suka rambut ku di kepang"
"baiklah kalau begitu. Bagaimana jika malam ini, aku menginap dengan mu, lalu aku akan merapikan rambut mu dan besok pagi-pagi kita akan lebih mudah berangkat piknik"
Kening Vio mengernyit, seakan berpikir sangat keras "em... kalau begitu, biar Hana saja yang merapikan" Vio menampakkan sederetan giginya yang sudah mulai menguning di makan manis "besok saja kita bertemu nyonya ginger, bay.." setelahnya ponsel mati begitu saja.
Camilla tersenyum kecut, selalu seperti itu jika ia meminta menginap, padahal ia ingin sekali tidur di samping gadis kecil itu. Yang tidak di mengerti Camilla adalah mereka sering keluar bersama, piknik seperti keluarga kecil yang menyenangkan, tapi Vio selalu menolak jika ia ingin menginap. Kadang Camilla berpikir jika Vio menolak keberadaannya, namun gadis itu selalu mencarinya, itu yang membuat Camilla selalu berusaha mendekatinya. Walau masih di batasi dengan tidur bersama.
"apa kau kosong weekend ini?" Asley bertanya sambil menarik majalah di hadapannya untuk di baca.
"ya, seperti biasa. Kosong"
Kepala Asley mengangguk "duduklah. Apa kau tidak lelah berdiri"
Suara deheman Jacob membuat Camilla yang berniat duduk mengurungkan niatnya dan pamit untuk kembali ke ruanganya.
"kau seperti tidak tau tata krama Jac" ujar Asley datar sambil terus menekuri majalahnya.
"bawakan aku seluruh guru etika kalau begitu"
Asley mematung medengar kalimat yang keluar dari mulut Jacob, bersamaan dengan itu matanya juga ikut melebar tidak percaya dengan apa yang dia lihat di atas kertas di genggamannya.
Asley meletakkan majalahnya dengan kasar dan meraih dua majalah lainnya dan kembali membeku ketika melihat cover yang bertuliskan 'Aletta Wacth' dengan gambar seorang gadis tersenyum manis, memamerkan pergelangan tangannya dengan pose tangan yang berada di keningnya.
Kepala Asley berdenyut. Dia ingat wanita ini, tidak mungkin ia lupa, wanita yang menjadikannya taruhan hingga terjadi hal yang sama sekali tidak terduga. Mereka menikah dan hal yang tidak terduga kembali terjadi. Enam tahun lebih berlalu, kenapa baru sekarang ia muncul. Tapi memang semua hal yang mereka lalui berdua, tidak pernah hal yang bisa di duga, semua kejadian yang mereka lalui selalu tidak terduga. Asley takut kali ini hal yang tidak terduga kembali terjadi.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Wings (END)
Chick-LitAsley terbangun dengan gadis cantik berambut merah di sampingnya, ia sama sekali tidak tahu anak siapa gadis itu. Ada sebuah surat yang tidak tau siapa yang meletakkannya di atas meja kerja Asley mengatakan bahwa anak itu adalah anaknya. Setelah tes...