6.b - Perfect Wings

3.3K 182 0
                                    


Decitan lembut suara rem menandakan jika mereka sudah sampai. Rumah besar itu terlihat begitu asri dengan taman dan bunga-bunga yang menghiasinya. Asley menghela napasnya, merasa was-was.

"Sudah siap?" ucapan itu mengarah pada dirinya sendiri, namun tubuhnya sudah menghadap kearah Almeera.

"Aku... Aku merasa pirasar yang tidak baik" Jawaban Almeera membuat mata Asley membulat sempurna.

"Aku merasa... perut ku mulas"

Asley mendesah lega. Melihat cengiran di bibir Almeera membuat keberanian Asley bangkit seketika. Mencium pipi wanita itu sekilas, kemudian ia keluar dan membukakan pintu untuk Almeera.

Di kursi teras depan rumah ayah dan ibunya sudah duduk ibunya dengan secangkir teh dan cemilan. Amira sudah tidak sabar menanti siapa wanita yang akan di bawa anaknya itu hari ini, jadilah ia duduk di sini menanti kedatangan mereka. Sebenarnya tadi ia di temani Vio yang juga tidak sabaran menunggu wanita yang akan di bawa Asley. Anak itu bahkan dengan tidak sabarannya beberapa kali mengecek keluar gerbang.

Tubuh Amira kaku di tempatnya ketika melihat siapa yang berjalan di samping Asley. Begitu mereka sampai di hadapan Amira, ia bisa melihat dengan jelas wajah wanita yang dulu membuat anaknya depresi, kian bertambah cantic saja. Tapi mengingat wanita itu pernah meninggalkan Asley dan membuat anaknya itu 'sakit' Amira merasa tidak bisa menahan dirinya. Amira berdiri dan ingin mengeluarkan kata-kata yang membuat Almeer merasa bersalah, namun sayang dari dalam rumah terdengar pekikan dan suaralangkah kecil berlari.

"MOMY..."

Vio langsung menumbruk Almeera dan memeluknya erat. Almeera terhuyung hampir saja terjatuh. Vio mengisyaratkan dengan tangan kepada Almeera untuk berjongkok menyamakan tinggi mereka. Almeera menurutinya, ciuman-ciuman langsung di hadiahi Vio di wajahnya.

Melihat Vio yang tersenyum ceria dan keakrabannya dengan Almeera, Amira mendegus kesal. Kali ini ia memiliki saingan.

"Masuklah" Ujarnya ketus.

Vio menatap neneknya dengan kesal dan memperingatkan Amira, menirukan gaya Amira yang biasanya memperingatinya.

"Nenek, tidak boleh begitu. Nenek harus bersikap baik kepada tamu" Ucap mulut mungil itu dengan suara tegas sambil menggoyangkan jari telunjungnya, persis seperti Amira yang sering memperingatkannya dengan gaya seperti itu. Almeera menahan tawanya dan mencium pipi anak itu, gadis kecil itu tertawa dan mencium pipi Almeera kembali, lalu menarik tangannya untuk masuk.

Tidak ada sambutan menyenangkan dari Amira membuat Asley tidak karuan. Berulang kali ia meremas tangan Almeera dengan tidak sengaja, Almeera membalas remasan tangan Asley di tanganya dengan lembut, menenangkan pria itu. senyum di bibir Almeera membuat Asley sedikit lebih tenang.

Di meja makan Amira berulang kali mendegus dengan kesal. Almeera berulang kali menggigit bibirnya resah, ibu Asley itu menunjukkan ketidak sukaannya dengan terang-terangan, padahal mereka belum berkenalan. Ayah Asley tidak menunjukkan tanda jika pria itu membencinya, namun tidak juga menunjukkan jika pria itu senang ia berada bersama mereka. Pria paruh baya itu juga belum memperkenalkan diri, namun ia sudah tau nama Almeera, ia sempat bertanya sekali tadi. Vio yang terus mengoceh dan berbicara kepada Almeera beberapa kali juga meminta neneknya membenarkan ucapannya, Vio bahkan tidak berhenti mengoceh hingga tersedak sangking semangatnya.

Almeera memberikan minuman kepada gadis kecil itu dan mengelus punggungnya. Amira kembali mendegus kesal.

"Sudah berapa kali nenek peringatkan jangan berbicara ketika makan"

Mata Vio memerah, masih di sisa-sisa tersedaknya. Ia megangguk, kemudian kembali melanjutkan makannya.

Setelah selesai makan, Almeera membantu Amira untuk membersihkan meja makan di bantu seorang pelayan. Di malam hari di rumah itu hanya ada satu orang pelayan. Asley meninggalkan meja makan dengan hati gelisah, sebanarnya ia tidak ingin meninggalkan Almeera bersama ibunya, bisa saja wanita itu menyakiti Almeera, Asley yakin bukan secara fisik melainkan dengan kata-katanya seperti biasa dulu. Jika dulu Almeera selalu menjadi lawan yang tangguh untuk ibunya itu tapi sekarang, Asley tidak yakin dengan hal itu. ia meminta Vio untuk ikut tinggal dengan Almeera, setidaknya anaknya itu bisa meminimalisir kata-kata yang akan keluar dari mulut Amira.

"Jangan letakkan di sana, masukkan saja ke cabinet" Amira sengaja menegurnya yang meletakan sebuah botol kaca di meja yang memang menjadi tempatnya, tapi Amira hanya ingin mengerjainya.

Beberapa kali Amira terus menegurnya, hingga pelayan yang ikut membantu sesekali menatap keduanya dengan pandangan aneh. Karena takut salah lagi Almeera bertanya kepada Amira.

"Maaf, ini di letakkan di mana nyonya..." Almeera menjeda ucapannya karena tidak tau harus memanggil Amira dengan apa, ia takut salah lagi. Nyonya Walter kah atau nama lainnya yang membuat wanita itu nyaman, tapi Almeera tidak tau namanya.

Amira menyipitkan matanya, menatap Almeera dengan pandangan aneh dan penuh curiga. Ia mendekat dan melipat kedua tangannya. Almeera meletakkan kembali wadah yang ia pegang takut jatuh, karena tanganya mulai bergetar.

"Kau tidak tau nama ku?" Sinis Amira "Tidak tau atau berpura-pura tidak tau untuk membuat ku marah lagi?"

Almeera meremas gaunnya, tangannya berkeringat dingin. "Aku... Aku tidak tau nama mu. Maaf, Asley tidak memberi tahu ku" Almeera menepuk mulutnya "Maksud ku... Maafkan aku"

Kedua tangan Amira luruh seketika, wajahnya terlihat tidak percaya melihat kegugupan Almeera di hadapannya. Ia yakin Almeera tidak sedang bercanda. Perasaan bersalah merasuki Amira.

"kau tidak tau nama ku" Amira berkata dengan ragu-ragu. Gelengan kepala Almeera dan senyum takutnya menandakan jika Almeera benar-benar tidak tau.

"Apa yang terjadi pada mu?" Gumam Amira.

"Aku... Aku..." Almeera tidak tau harus berkata apa.

Tiba-tiba saja Amira sudah memeluknya dan menangis dalam pelukkannya. Almeera merasa aneh dengan hal itu.

"Oh... God, maafkan aku sayang"

Amira spontan saja memeluk Almeera. Ia tidak tau apa yang terjadi kepada gadis ini. Tapi melihat tingkahnya sedari kedatangannya tadi, namun Amira tetap menekan rasa rindunya dan mengeluarkan sikap menyebalkannya karena dulu ia pernah mendengar gadis ini tidak mau menikah dengan anaknya karena tidak mau mendapatkan mertua yang baik dan saling mengenal, malam itu Amira ingat sekali.

Amira sudah lama merencanakan perjodohan untuk Asley kepada anak dari temannya. Berhubung Asley tidak pernah terlihat membawa wanita kerumah, juga teman-temannya yang di kenal Amira sebagai playboy dan anak dari sahabatnya itu juga belum memiliki kekasih juga kala itu, memang umur mereka sangat muda waktu itu. Tapi ketika bertemu gadis muda yang terlihat manis Amira langsung jatuh cinta saat itu, ia ingin memiliki anak perempuan seperti itu.

Mereka – para orang tua, berencana makan malam bersama untuk mendekatkan keduanya. Waktu itu Asley belum datang dan Almeera sudah datang dengan kedua orang tuanya. Karena Almeera sudah tau dari awal rencana mereka, ia menarik ayahnya untuk berbicara. Amira tidak sengaja mendengarkan perdebatan ayah dan anak itu.

"Pa, aku tidak mau mendapatkan mertua yang sudah kenal dengan ku dan memperlakukan ku dengan baik, tidak ada tantangannya pa. Lagi pula auntie Amira begitu baik pa. Aku tidak suka berlembut-lembut seperti itu."

Amira ingat malam itu terakhir mereka berjumpa dengan ramah tamah. Ketika mereka berjumpa lagi, Amira memenuhi keinginan gadis itu. Sekarang entah dia harus bersyukur atau bersedih karena Almeera berubah seperti ini.

"Apa kau benar-benar tidak ingat dengan ku Al?" di sela tangisnya Amira menyakinkan lagi, takut jika Almeera hanya mengerjainya. Jika Almeera mengerjainya, ia tidak bisa memeluk wanita itu seperti ini, sudah lama ia ingin memeluk Almeera seperti ini.

"Maaf, aku tidak bisa mengingat dengan baik. Aku kehilangan ingatan ku" Cicit Almeera yang tidak tau apa-apa.

"Oh... Goh" Amira bergumam pelan.

"Mo, nenek. Aku juga mau ikut di peluk seperti itu"

Ucapan polos Vio membuat Amira melepaskan pelukannya dan tertawa. Memanggil gadis kecil itu untuk mendekat dan mereka berpelukan bertiga. Rasanya pas, namun kegundahan mulai merasuki Amira. Vio bukan anak Almeera, bagaimana jika Almeera mengingat semuanya, apa yang akan terjadi nanti.

Perfect Wings (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang