7.c - Perfect Wings

2.7K 189 8
                                    


Anak-anak berlarian kesana kemari sambil tertawa. Ada yang tengah bermain bola di lahan kosong, ada juga yang main tanah di kolam kecil yang sepertinya di buat khusus, beberapa anak perempuan berlarian untuk bersembunyi, salah satunya Vio – anaknya. Asley tersenyum terus memperhatikan gadis itu yang bersembunyi di balik pohon dari dalam mobilnya. Gadis itu yang paling mencolok di sana, bukan hanya karena dia merupakan gadis berambut merah satu-satunya, dari penampilannya yang rapi dan tertata juga.

Vio tidak risih sama sekali ketika gadis yang lebih muda darinya dengan ingus yang turun dari kedua hidungnya memeluk tangan Vio agar tidak terlihat. Gadis itu mengernyit menatap gadis kecil itu dan mengeluarkan sesuatu dari sakunya, kemudian menghapus ingus anak itu dan memberikan sapu tangannya untuk gadis itu, gadis kecil itu menerimanya dengan cengiran khas anak-anak, entah apa yang di katakana anak itu kepada Vio membuat Vio mendelik dan mengajari anak kecil itu untuk menghapus ingusnya.

Asley tersenyum kecut. Panti asuhan itu tidak terlihat kumuh, terlihat begitu terawat, Asley juga sempat berbincang kepada pengurus di sana, ia juga sempat riset tentang tempat itu. tempatnya cukup bagus dan pengurusnya juga baik, namun tetap saja itu sebuah panti asuhan.

Kemarin ketika mengajak Vio kemari, malamnya seperti biasa ibunya selalu mengabsen Vio menanyakan keberadaannya dan Asley menjawab jika Vio ingin menginap di panti asuhan. Ibunya tidak bertanya lagi, mungkin ibunya mengira jika Asley juga ikut menginap.

Bibir Asley tersenyum kecut. Kenapa kehidupannya semenyedihkan ini, ia tau ia berdosa karena tidak mengetahui seorang wanita telah mengandung anaknya. Asley teringat beberapa tahun ia lewati bersama gadis kecil itu, awalnya tidak mudah, lama kelamaan gadis itu menjadi candu dan penghilang penatnya.

Melihat Vio yang tertawa karena di temukan temannya kemudian berlari. Asley jadi ingat langkah pertama Vio tanpa pegangan, bagaimana tawanya ketika terjatuh karena kehilangan keseimbangan. Pertumbuhan Vio memang sedikit lebih lambat dari anak seusianya kala itu. Di umur empat tahunnya gadis itu belum bisa berbicara dengan jelas, apa lagi jika sudah berbicara panjang lebar. Satu tahun ini saja baru gadis itu berbicara dengan baik. Asley mengetahui umur Vio di balik surat yang di tinggal entah siapa mengatakan jika beberapa bulan lagi anak itu akan berusia tepat dua tahun. Kala itu Vio masih merangkak dan mencoba berdiri dengan berpegangan, pada umur dua tahun lebih anak itu baru bisa berjalan. Yang tercepat dari pertumbuhan Vio adalah giginya. Asley baru sadar gigi anak itu sudah hampir penuh ketika demam tinggi dan juga diare, ia panic bukan main bahkan Amira juga panic kala itu. ternyata hari itu Vio hanya kelelahan di tambah lagi gigi graham belakangnya akan tumbuh.

Asley tertawa mengejek dirinya sendiri, air mata jatuh di kedua pipinya. Ia mengusap air yang memebasahi pipinya dengan kasar, bodoh. Air mata bodoh, pikirnya.

Vio tumbuh lebih dewasa dari anak seusianya. Gadis itu lebih mengerti keadaan, ia tidak cengeng. Sejak kecil saja ia tidak rewel. Jika sakit gadis itu hanya duduk di depan TV sambil meminum susu dari dotnya, biasanya ia akan pergi dengan nany nya bermain dengan satu-satunya teman perempuan yang ia miliki di komplek itu. jika gadis kecil itu sedang tidak ada ia akan merecoki anak laki-laki dan memaksa mereka untuk bermain bersamanya. Entah karena ia merupakan perempuan satu-satunya yang sering merecoki mereka, mereka mengalah dan bermain bersama gadis kecil itu.

Vio tidak pernah meminta yang aneh-aneh ketika bersamanya. Permintaan paling aneh dan membuatnya merajuk adalah meminta cat kamarnya yang berwarna pink menjadi abu-abu. Anak itu begitu baik budi dan tidak susah untuk di ajari, akhir-akhir ini saja ia begitu manja. Asley merasa Vio melakukannya untuk menarik perhatian Almeera. Asley terkekeh, wanita itu lagi. Sayang sekali Vio berhasil menarik perhatiannya, namun tidak untuk menyayanginya sebagai seorang ibu. Asley yakin Almeera hanya kasihan kepada Vio dan tidak bisa menolak keinginan gadis cantic itu, namun Asley bingung dan tidak habis piker jalan pikiran Almeera. Jika ia kasihan tidak mungkin ia meminta permintaan semacam ini. Ah ya, Asley lupa, perkataan Almeera yang mengatakan jika tidak ingin anak darinya bersaing dengan Vio.

Jangan katakana jika Asley tidak mencari ibu dari anaknya itu. karena Asley sudah mencarinya dan hasilnya nihil. Ia juga sudah menyewa detektif terbaik tapi tidak mengahasilkan apapun. Hari ia menemukan Vio di sampingnya merupakan hari di mata pemadaman listrik terjadi karena ada beberapa pohon tumbang. Cctv bahkan tidak menolong sama sekali.

Dering ponsel menyadarkan Asley dari lamunannya. Melirik siapa yang menelpon dan mendesah beras ketika tau penelponya adalah Almeera. Asley memang sudah menghubungi wanita itu kemarin, namun hari ini wanita itu baru bisa bertemu dengannya.

Asley mematikan sambungan telepon ketika Almeera mengatakan tempat mereka bertemu. Ia menghidupkan mobilnya, baru saja ia menginjak pedal gasnya sedikit lebih dalam, teriakan yang sudah Asley hafal menggema di telinganya. Ia bisa melihat gadis itu berlari kearah mobilnya yang terus melaju dengan air mata yang mengalir sambil menjerit memanggilnya.

__________

Aku mau curhat boleh dong?! ;) ;)

Aku pembaca lama tapi penulis baru di wattpad. hehehehe

jadi aku mau curhat - iya apaseh...

dulu sampai sekarang sih, aku gak masalah sama yang gak nge-vote, karena bagi aku itu hak setiap bangsa, eh manusia deng. Aku tau - kayak yang aku rasain yah, kalau yang gak mencet bintang itu ada alasanya.

1. karena ceritanya gak menarik.

2. bosan dengan alur ceritanya.

3. tulisannya membosankan/gak enak di baca

4. pokoknya sejenis yang begitulah.

sebagai pembaca aku lihat-lihat penulisnya kalau yang mau di kritik, aku tinggalin pendapat aku di komen, tapi kalau yang gak mau, ya gak aku tinggalin apa-apa.

dan di lapak aku ini, aku membebaskan bagi siapa saja yang membaca untuk berkomentar atau mengkritik dan memberi saran. (Di kemas dalam bahasa yang sopan yah. aku tidak sekuat itu menerima 'the rude comment').

Lagi... aku mohon maaf untuk yang berkomentar dan gak di balas seperti cerita sebelumnya. Aku tidak tau harus menjawab apa ;( aku seorang introvert - sepertinya, aku gak tau ;( huhuhuhu. kata teman-teman aku, aku pendiam tapi........ aku gak masalah sama keramaian, aku juga sangat, bahkan sangat pede kalau presentasi - aku salah satu orang yang di andalkan kalau presentasi. tapi ya gitu kalau ngomong biasa atau chat-an, aku membosankan gak tau mau ngomong apa. Jadi MOHON MAAF yang sebesar-besarnya....

Aku baca kok komennya dan itu menjadi semangat aku untuk menulis.

Terima Kasih banyak yang sudah membaca...

LOpe-LOpe ;* to you all, walaupun masih gak banyak. makasih semuanya.

Perfect Wings (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang