Suara tawa di ruang tamu membuat langkah seorang gadis muda yang baru saja menyelesaikan sekolah menengah atasnya berhenti. Jantungnya bedetak kencang, apa yang harus ia lakukan.
Almeera memperhatikan pakaiannya. Ia sudah mengenakan dress tanpa lengan sepanjang lutut, ia memoles wajahnya dengan riasan ringan. Matanya terbelalak karena tidak sengaja mendengar ucapan seorang pria yang ia yakin itu merupakan suara dari ayah laki-laki itu. Untung saja ia belum sempat keluar dari persembunyiannya di balik tangga.
"Sepertinya kita akan mendapatkan cucu secepatnya. Jika mereka menikah secepatnya juga"
Suara gelak tawa tidak lagi terdengar di telinga Almeera muda. Ia segera berlari kembali ke kamarnya, langkahnya secepat dan seringan mungkin agar tidak terdengar di telinga orang-orang yang sedang bercengrama itu.
Mengemasi beberapa barang yang ia butuhkan, tidak lupa barang berharga dan buku tabungannya. Sebuah buku yang berbentuk majalah di meja belajar menghentikan aktivitas Almeera. Ia memperhatikan sebentar dan meraihnya kemudian membolak baliknya. Disana terlulis jurusan kedokteran dengan berbagai kalimat lainnya dari universitas ternama. Almeera hanya tersenyum sedih, meraih buku itu kemudian memasukkan kedalam tasnya.
Almeera keluar dari kamar dan berjalan menuju balkon. Disana ada sebuah tangga menuju taman belakang. Almeera berjalan menuju gerbang belakang yang tidak ada penjaga dan bernapas lega ketika sudah berhasil duduk di taksi.
Seorang dokter wanita tersenyum manis di hadapan Almeera. Mark berdiri di samping ranjangnya dengan dua orang wanita dan seorang perawat laki-laki.
"Sudah merasa lebih baik?"
Almeera mengangguk ikut tersenyum dengan wajahnya yang masih pucat. Tubuhnya masih lemas, tenaganya belum pulih.
"Jauh lebih baik"
"Kau sudah mengingatku bukan? Jadi jangan panggil aku foto grafer buluk lagi" kesal Mark.
"Apa aku harus memanggil mu, fotografer karatan?"
"Tidak ada panggilan yang bagus dari mu untuk ku. Dari pertama kali bertemu hingga kau hilang ingatanpun. Tetap saja"
Semua orang yang berada di sana tertawa mendegar omelan Mark. Hari ini Almeera sudah bisa keluar dari rumah sakit.
Almeera sudah sempat pasrah dengan ingatannya, bertahun-tahun tidak ada yang bisa ia dapatkan dan hanya berjumpa beberapa kali dengan si kecil merah itu, ingatannya beragsur-angsur membaik.
Gadis kecil itu merupakan sebuah keajaiban di hidup Almeera, bermula dari keberadaannya yang sama sekali tidak terpikir olehnya, lalu menemaninya di setiap kesepian hidupnya setelah orang tuanya dan Asley tidak di sisinya. Ia terlalu kecewa kepada Asley yang tidak memprioritaskannya dengan bayi mereka dan lebih memilih berbaik hati mengurusi wanita-wanita yang menurutnya kasihan, karena sudah di campakkan teman-teman brengseknya itu. namun sekarang Almeera sadar ia yang keterlaluan, ia tidak pernah menegur Asley dengan terus terang. Ia hanya beberapa kali merajuk dan kemudian mengoceh tidak tentu arah, ia hanya menegur Asley sekali dan selebihnya kebanyakan mengomel, mungkin Almeera juga terlalu kecewa dengan sifat buruk Asley yang hanya bisa di keluarkan pria itu di hadapannya. Manja, egois dan meluap-luap.
Almeera yakin kali ini pria itu sedang berfikir jika Almeera menjauhinya, padahal ia sakit. Ia tidak akan mengatakan kepada Asley jika ia sedang sakit, ia juga tidak akan mengatakan kepada Asley jika ia sudah mengingat semuanya, berkat pelukan gadis kecil mereka. Almeera bersyukur Greta memberikan Violetta kepada Asley, ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika gadis kecil itu tumbuh di sampingnya yang terbaring koma dengan Greta yang sudah tidak ada.
Kali ini ia akan membuat Asley memilih, ia ingin tau apakah Asley masih tidak tau mana yang priotas dan yang mana yang bisa di tinggalkan.
Almeera bingung bukan main ketika ibu Asley tiba-tiba menyambutnya dengan hangat dan sangat perhatian kepadanya. Bukankah dulu wanita itu sangat membencinya ketika ia menolak perjodohan dengan Asley yang bahkan belum pernah ia lihat. Bahkan wanita itu sempat menyebutnya jalang ketika Asley mengatakan akan menikahinya karena sudah mengandung.
Ketika akhirnya Asley melamarnya kembali dengan cara yang benar, ia benar-benar terharu. Dulu pertama kali Asley melamarnya, bukan melamar lebih tepatnya memaksanya menikah.
"Aku punya prinsip, anak-anak ku harus terlahir dari seorang ibu yang sama. Jadi, jika kau mengandung satu dari anak ku, kau harus siap mengandung yang lainnya. Tidak ada yang bisa mengubah prinsip ku yang satu ini, termasuk KAU!" tegas pria itu.
Mata Almeera terbelalak mendengar apa yang di katakan pria itu. "Kau!" geram Almeera.
Asley mengedikkan bahu acuh "Menikah dengan ku atau..." Asley menatap Almeera dengan tajam "Gugurkan saja"
Setelah mereka menikah Almeera baru tau Asley tidak mengatakan dengan sungguh-sungguh dengan kata-katanya yang mengatakan 'gugurka saja'.
"Aku tau kau Almeera dan kau tidak mungkin memilih mengugurkan janin yang tidak berdosa itu. Itu hanya sebuah trik saja"
"Dari mana kau tau? Bisa saja aku menggugurkannya, aku tidak sebaik itu asal kau tau"
Asley terkekeh kemudian mengecup bibir Almeera memeluknya semakin erat, mengelus sayang perut Almeera yang sudah membuncit.
"Anak dalam cangkang mati saja kau bisa menangis"
"Hey, itu telur ayam penelitianku. Tunggu, dari mana kau tau jika aku menangis?"
"Siapa yang menyuruh mu bersikap judes kepada ku? Jangan salahka aku jika penasaran dengan mu. Bukan hanya kau yang tau semua sikap buruk ku, aku juga mengetahui kau yang sering menguntit ku. Aku punya foto-foto mu" Asley menunjukkan sebuah flashdisk.
"Kau juga menguntit ku kalau begitu" kesal Almeera dengan pipi yang merah padam.
"Ya, kita impas kalau begitu. Saling menguntit" Kekeh Asley.
Almeera tersenyum ketika kepalanya sudah bisa memutar dengan sempurna kejadian lama itu. Namun sebuah pesan dari Asley membuat hatinya kecewa. Pria itu mengirimkan alamat sebuah kafe. Bukankah itu pertanda jika pria itu masih sama seperti dahulu, tidak tau apa yang paling berarti dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Wings (END)
ChickLitAsley terbangun dengan gadis cantik berambut merah di sampingnya, ia sama sekali tidak tahu anak siapa gadis itu. Ada sebuah surat yang tidak tau siapa yang meletakkannya di atas meja kerja Asley mengatakan bahwa anak itu adalah anaknya. Setelah tes...