Genggaman tangan gadis kecil berambut semerah wortel pada tangan wanita yang juga berwarna rambut sama dengannya, kian mengerat. Langkah kaki mungilnya hampir saja berlari, kemudian ia menolehkan kepalanya, melihat sang ayah sudah jauh tertinggal, barulah ia memelankan langkahnya.
"aku mau es krim yang warna-warni" Vio tersenyum memperhatikan truk besar penjual es krim itu.
"Vio kita baru saja sampai, nanti saja kita beli esnya. Kita masih punya banyak waktu disini. Sekarang, kita harus membantu dad membentang tikar dan membawa barang-barang terlebih dahulu" suara Camilla cukup lembut untuk membuat gadis itu tidak menggerutu kepadanya.
"biarkan saja dad menyiapkan semuanya. Itukan memang tugas laki-laki" ujarnya kesal, namun tetap berbalik dan meninggalkan Camilla yang tersenyum melihat gadis itu menurut.
Kening Asley mengernyit melihat putrinya datang kembali kemobil dengan raut wajah cemberut. Ia bertanya kepada Camilla lewat tatapan mata, yang di jawab dengan senyum termanis yang ia punya.
Asley masih menatap putrinya dengan bingung berjalan ke sisi pintu penumpang dan masuk kedalam entah mencari apa. Camilla baru saja mengeluarkan suara untuk membantu Asley mengangkat box makanan meraka, ketika suara kecil penuh kesal itu memanggilnya.
"nyonya Ginger tas kuberat, aku tidak bisa membawanya"
"maaf, aku bantu Vio dulu" ucapnya penuh sesal kepada Asley.
"tidak apa, seperti biasa dia memang menjengkelkan" ujar Asley dengan suara pelan. Bahaya jika terdengar si kecil rambut merah itu.
"dimana tasnya"
"tidak mungkin aku meletakkannya di belakang, jika aku duduk di depan" ujar Vio santai sambil mencongkel-congkel isi kotak yang tidak terlalu besar di tangannya dengan penaran. Mirip seperti mainana di sekolahnya tapi yang ini lebih kecil-kecil dan lebih banyak variannya.
"nyonya Ginger ini untukku kan?" ujar gadis itu tanpa melirik Camilla sama sekali.
"memangnya apa?" Camilla berhasil menarik tas Vio yang memang ujungnya sengaja di selipkan di sela-sela kursi. Camilla tersenyum dan menghela napas lega, dalam seperti sekian detik senyumnya luntur begitu saja.
"Vio!" serunya dengan sedikit tinggi, membuat gadis itu terkejut dan menjatuhkan satu kotak, set makeup yang baru saja di belinya kemarin dan sekarang jatuh berhamburan begitu saja, sudah tidak berbentuk lagi.
"makeup ku" lirinya.
"bukan salah ku, nyonya yang mengejutkan ku"
Vio sengaja keluar dari mobil dengan cepat sebelum Camilla sadar. Vio tau apa itu makeup, neneknya juga memilikinya. Makeup itu berbahaya. Anak kecil tidak boleh memakainya, itu ucapan kakeknya dan baru mengerti ketika satu hari kakeknya tidak sengaja menyenggol kotak kecil persegi empat yang kata kakeknya merupakan makeup. Kaca didalamnya pecah dan isinya hancur berantakkan dan neneknya tidur seminggu di kamarnya. Kakeknya tidak bisa tidur dengan tidak memeluk neneknya, jadi Violah yang menjadi surat kabar untuk kakeknya jika nenek tercintanya itu sudah tidur pulas, agar kakeknya bisa ikut tidur bersama mereka.
Kakak sepupunya juga pernah seperti itu, Kristian. Laki-laki itu bercerita jika ia harus di kurung dalam rumah dengan berbagai macam privat lebih lama dari kakeknya yaitu dua minggu. Namun, setelah itu ia bertambah pintar dari yang dulunya tidak pernah melirik buku sedikitpun dan tidak pernah mau belajar, kini menjadi kutu buku dan sekarang ia lebih suka di rumah dan hanya bermain sesekali.
Dari sanalah Vio tau, makeup itu sangat berbahaya. Beruntung dadnya tidak memiliki makeup, ia tidak tau apa yang akan di lakukan dady nya jika ia memecahkan makeup milik dadnya. Vio mengedikkan bahunya dan berlari memeluk Asley yang sedang duduk mengeluarkan isi keranjang. Vio mencium bibi Asley dan bertanya dengan sungguh-sungguh.
"dad apa yang akan kau lakukan jika aku memecahkan makeup mu"
Asley tertawa seketika "sayang, dad tidak akan menggunakan makeup, apalagi memilikinya" Asley mengusap kepala Vio dan menariknya kepangkuan "katakana pada dady, apa yang terjadi?"
Vio mendesah lega. Masalah satu selesai, dia tidak akan pernah memecahkan makeup dadynya. Dan masalah selanjutnya. Vio menundukkan kepalanya dan memanyunkan bibir.
"aku memecahkan makeup nyonya Ginger" cicitnya penuh kehati-hatian.
"apa kau sengaja melakukannya?" ujar Asley lembut.
Kepala Vio langsung menggeleng cepat "tidak, aku hanya melihat isinya dan nyonya Gingger mengejutkanku. Lalu... lalu... makeupnya terjatuh dan pecah" belanya.
"tidak apa nanti akan dad ganti"
"benarkah?" mata Vio penuh binar dan memeluk leher Asley sambil mengecupi pipinya. Hingga mereka berguling di atas matras yang sudah di bentang sambil Asley menggelitiki pinggang Vio dan membuatnya tertawa terpingkal-pingkal.
Camilla kembali setelah membersihkan makeupnya yang sudah berhamburan tidak berbentuk. Begitu ia sampai Vio langsung mengatakan jika ayahnya akan mengganti makeup milik Camilla, tanpa meminta maaf. Asley membiarkan saja karena ia kira Vio pasti sudah meminta maaf karena biasanya seperti itu tanpa disuruhpun ia tau kesalahannya, terkadang malah bukan dia yang bersalah tapi dia yang meminta maaf.
Sepanjang pagi itu Vio begitu baik kepada Camilla menuangkannya minum, memberinya cemilan dan menawarkannya apa saja yang mereka bawa. Hingga telpon yang masuk keponsel Asley menghancurkan semuanya. Mereka harus mengemasi barang dan pulang. Awalnya Asley akan meminta supir untuk menjemput mereka pulang sekalian pergi membeli makeup Cemilla, biar Vio yang menemaninya. Namun si kecil rambut merah itu minta ikut hingga menangis, tidak ada pilihan, Asley membawa mereka ikut bersama.
"aku akan mengatakan pada dady, tidak usah menganti makeup yang pecah itu"
Begitu mereka di tinggalkan Asley di dalam sebuah ruangan, itu ucapan pertama yang keluar dari mulut cemberut Vio.
"Vio? Ada apa?" kening Camilla berkerut tidak mengerti.
"bukannya sudah ku katakana tadi, aku ingin es krim yang berwarna-warni. Lihat sekarang, aku tidak jadi membelinya. Itu semua karena mu nyonya Ginger. Jika tadi kita membelinya aku sudah menghabiskannya"
Sedang Camilla di ceramahi gadis itu, Asley memilih berdiri di depan kaca sebuah ruangan pemotretan, mengamati seorang wanita cantic yang tengah berpose di depan kamera. Sudah lama sekali ia tidak melihat wanita itu, ia merindukannya sangat. Ia ingin berlari kesana berhambur memeluknya melepas rindu yang sangat menyesakkan dadanya.
Pemotretan selesai seorang pria bejalan kearah wanita itu dan memberikan minum. Tangan Asley mengepal, itu pria yang sama yang sering mengantar Almeera pulang. Apa hubungan mereka? Apa mereka sudah menikah? Ada yang meremas hati Asley ketika pemikiran terakhir melintas.
Asley terus mengikuti mereka hingga pria itu membukakan pintu untuk si wanita. Hampir saja wanita itu masuk ketika Asley memanggil namanya.
"Almeera"
"ya?" jawab wanita itu spontan dan berpaling kearahnya, pria di sampingnya menengang dan Almeera mengernyikat kening menatap Asley penasaran.
"Asley" panggilan dari belakang Asley membuat ia menoleh dan mendapati Camilla berdiri disana sambil tersenyum.
"aku mencari mu, Vio merajuk tidak mau makan siang. Ia meminta es krim"
Asley mengehela napas dan mengangguk, kemudian berbalik kembali dan mendapati di hadapannya sudah kosong tidak ada lagi mobil, apa dia berhalusinasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect Wings (END)
ChickLitAsley terbangun dengan gadis cantik berambut merah di sampingnya, ia sama sekali tidak tahu anak siapa gadis itu. Ada sebuah surat yang tidak tau siapa yang meletakkannya di atas meja kerja Asley mengatakan bahwa anak itu adalah anaknya. Setelah tes...