"Rara! Buka Ra, kamu ngapain? Ra!" Teriakan Dhani beserta ketukan di pintu kamar, menyadarkan Rara yang tertidur lelap.
Rara merasa seluruh tubuhnya sakit, dan kepalanya yang amat berat. Dengan tertatih, setelah menggunakan jilbab langsung lebarnya, membuka pintu.
"Maaf mas, aku ketiduran" Ucap Rara lirih karna tenggorokan yang terasa kering.
"Kamu sakit ra? Udah sholat? Kalau udah kita ke RS aja" Dhani mengerut kan kening melihat Rara yang pucat bersandar di pintu.
"Ga usah mas, di bawa tidur aja bisa kok. Mas beliin aku obat aja di klinik, aku belum sholat soalnya" Setelah menyesuaikan sejenak, Rara merasa kantuk nya sudah hilang.
Setelah mengucapkan beberapa kata, dia berbalik ke kamar mandi untuk wudhu dan sholat.
Dhani membeli obat demam dan flu di klinik depan komplek, ketika masuk ke kamar, dia melihat Rara sudah tertidur lagi.
Dhani berusaha membangunkan Rara, dan memintanya minum obat.
"Ra, mas kompres kamu ya, kamu panas lo" Ucap Dhani lembut saat merasakan suhu tangan Rara yang panas.
Meski demam, bagaimana Rara tidak sadar, kompres berarti harus membuka jilbabnya.
"Nggak usah mas, nanti juga baikan. Kan udah ambil obat toh" Rara menarik selimut dan tidak lagi menghiraukan Dhani yang menatapnya rumit.
Rara tetap diam tak bergerak di bawah selimut, sampai akhirnya dia tertidur dan tidak sadar bahwa Dhani menunggu lama sebelum akhirnya beranjak ke luar.
# # #
Setelah dua hari, demam Rara akhirnya hilang. Selama itu pula, Dhani merawat dengan sabar dan lembut. Meski harus dia akui, Rara saat sakit adalah orang yang lain dengan biasanya.
Diam, dan cepat tersinggung. Apalagi jika Dhani memaksa untuk tidur bersamanya, Rara akan memberikan alasan takut menularkan virusnya. Padahal, Dhani tau itu semua karna dia tidak mau membuka jilbab.
Hari ini, Dhani benar-benar kehabisan kesabaran. Bagaimana tidak, Rara bersikeras melanjutkan tidur di kamar sebelah. Bahkan jika demamnya sudah sembuh.
"Ra! Tolong jangan seperti ini! Aku nggak mau marah ke kamu. Kita ini suami istri, kenapa juga kamu nggak mau sekamar. Kemarin oke, kamu sakit, sekarang kan udah sembuh" Dhani menahan emosi.
"Kenapa mas? Kamu sadar kita suami istri? Ga usah marah mas, lagian ndak ada bedanya kita sekamar atau tidak. Toh, kamu masih menganggap ku sekedar teman" Jawab Rara berusaha memelankan suaranya.
"Aku gak mau ibuk datang terus lihat kamu kayak gini, pasti ibuk kepikiran" Dhani berusaha membujuk.
"Oh, ibuk mau datang toh, nginap sini? Kalau iya, ya udah ga apa. Selama ibuk di sini kita sekamar. Setelah itu, kita pisah kamar mas" Jawab Rara kecewa.
Ternyata Dhani begitu marah hanya karna ibunya mau ke rumah kami, aah apa yang aku bayangkan sebenernya, batin Rara.
Dhani menghela nafas gusar melihat punggung Rara yang menjauh.
Dia sadar, Rara begini karna dia belum menyempurnakan pernikahan seperti seharusnya.
Karna belum bisa meletakkan Rara di posisi istri utama di hatinya. Dhani belum sanggup menyentuh nya dengan utuh.
Tapi, Dhani berfikir, dia telah berusaha menerima Rara sebagai istri. Memperlakukannya dengan ramah, baik, tidak menuntut, bahkan jika Rara belum mau membuka jilbab di hadapannya.
Satu yang Dhani tidak sadar, perempuan yang tidak ingin disentuh oleh suami sendiri, semesra apapun suami itu, tetap tidak akan bisa menerima.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Of Love
SpiritualPutra Ramadhani Syawwal "Aku menjadikanmu istri atas permintaan Ibuku.. Aku tau kamu teman yang sempurna, bahkan waktu kita kecil.. Tapi, untuk lebih dari itu.. Mungkin belum bisa.. Karena aku masih memiliki seseorang yang aku sayangi di hatiku.. Ta...