Hari ini ibu Dhani datang dan menginap untuk pertama kali setelah pernikahan kami. Aku berusaha melupakan semua keluhan ku dan menunjukkan wajah ceria pada ibu.
"Wah Rara, kenapa repot masak banyak begini? Masak kayak biasanya aja sayang. Sini duduk, kamu pasti capek toh" Ibu menarik tangan ku untuk duduk di sampingnya.
Pagi ini aku membuatkan sarapan dengan banyak kue dan makanan daerahku. Meski hanya bertiga itu membuat ku sedikit terhibur, sehingga tanpa ku sadari aku memasak lebih.
"Nggak kok bu, enggak sering. Lagian ibu kan gak sering main ke sini" Jawabku
"Ya gimana lagi Ra, kalian tinggalnya di Ibukota, jauh dari tempat asal kita" Ibu memegang tangan ku sambil tersenyum lembut.
"Gimana, Dhani baik kan sama kamu? Kalau dia ada nyakitin kamu, bilang aja ke Ibu Ra, biar ibu marahi" Lanjut ibu menatapku bertanya.
Tapi aku yakin pertanyaan ibu hanya basa-basi. Karna seingatku, Dhani tidak pernah dimarahi ibunya sejak kecil.
"Mm, nggak kok bu. Mas Dhani baik, kalaupun ada yang ngeselin ya karna cuma jarang pulang aja bu. Pernah sampai sepekan gitu, kan aku sepi" Jawabku pelan.
"Wajar itu Ra, suamimu itu terlalu gila kerja. Ibu juga ga bisa larang kalau dia udah bilang itu demi masa depan kalian."
"Iya bu, Rara tau" Tapi itu cuma alasan Dhani untuk menjauh dari ku bu" lanjut ku dalam hati.
"Kamu gimana Ra, masih kerja?" Saat makan ibu tiba-tiba bertanya.
"Kenapa bu? Rara ga terlalu sibuk kok, cafe juga udah ada yang megang, jadi aktifitas relawan aja yang Rara liburkan, lagian Rara juga udah ga ngajar bu"
"Bagus itu. Kamu harus banyak istirahat, perempuan memang baiknya di rumah. Supaya tubuh kamu ga terlalu lelah, dan bisa lebih sehat" Ibu tersenyum penuh arti.
"Ah!..." Aku terdiam sejenak, lalu mengerti, ibu mengkhawatirkan kesuburan ku.
"Iya bu, Rara tau, hehe" Aku menunduk fokus pada sarapan ku.
Oh, dan daritadi sebenarnya kami sarapan bertiga. Tapi Dhani hanya sarapan sedikit sebelum buru-buru pergi dengan alasan ada meeting di kantor. Tepat sebelum ibu bertanya pekerjaan ku.
"Bagaimana mau tumbuh bu, jika benih tak kunjung di tanam" Batinku.
###
Ibu Dhani hanya berkunjung untuk tiga hari. Tepat setelah ibunya pulang, Dhani pamit keluar kota, dan tidak tau untuk berapa lama.
Aku menghabiskan hari sendiri dan kadang bermain ke rumah Lala. Yang hari lahirannya tinggal menghitung hari.
Dhani hanya di rumah paling lama satu pekan, dan kebanyakan lembur dan pulang malam.
Terkadang sesekali dia membawaku keluar, jalan ke tempat wisata. Layaknya orang baru pacaran. Dan kadang membawaku makan di luar.
Ya, romantis memang. Aku berfikir, oh mungkin ini cara Dhani untuk lebih membuka hati dan menumbuhkan perasaan lebih dalam, sebelum menuju tahap yang lebih intim. Semoga saja...
###
Sudah sepekan lalu Lala melahirkan anak pertamanya, seorang anak laki-laki yang tampan.
Dan sejak itu pula, aku yang merasa bisa bersabar mulai semakin gelisah. Bayangan bayi Lala menangis dan tersenyum selalu menghantui benakku.
Tapi, aku berusaha bertahan. Aku selalu membisikkan kata-kata motivasi untuk diriku sendiri.
Tidak seberapa, hanya untuk beberapa bulan tidak sebanding dengan penantian belasan tahun, sabar tidak ada batasnya...
Tapi semakin lama aku meyakinkan hati, semakin banyak pula pemikiran yang tidak baik muncul di hatiku.
Hanya menunggu waktu, bagaimana aku akan meledakkan emosi itu...
Aku hanya tidak tau, bahwa waktu itu tidak akan lama..
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Of Love
SpiritualPutra Ramadhani Syawwal "Aku menjadikanmu istri atas permintaan Ibuku.. Aku tau kamu teman yang sempurna, bahkan waktu kita kecil.. Tapi, untuk lebih dari itu.. Mungkin belum bisa.. Karena aku masih memiliki seseorang yang aku sayangi di hatiku.. Ta...