Bogor, January 2019, 04.00 WIB
"Assalamu'alaikum warohmatullah.."
Wanita lembut berparas manis itu mengangkat kedua tangannya ke kiblat do'a setelah menyelesaikan sholat tahajjud dan witir.
"Allahu yaa arhamarrohimiin.. Aku ini masihlah hamba-Mu yang lemah hati. Aku masih memiliki rasa yang tak pantas ku simpan untuk orang lain ya Allah. Aku tau, cinta itu ni'mat yang indah. Aku sudah berusaha melupakan dia ya Allah. Wahai Sang Maha Pembolak-balik hati, bantulah hamba ini ya Allah.. Untuk melabuhkan cinta ini ke arah yang Kau ridhoi. Wahai Allah yang Maha Pengasih.. Ampunilah hamba-Mu ini bila mencintai makhluk terlalu dalam, aku tak ingin melupakan bahwa Engkaulah Sang Pemilik cinta itu Ya Allah.. Jika dia bukan jodohku, bantulah aku untuk menghilang cinta ini ya Allah.. Pertemukan aku dengan orang yang kelak menjadi imam untuk keluarga ku ya Allah, yang membimbing kami menuju ridho Mu. Dan aku ikhlas bila itu bukan dia ya Allah.."
Doa demi doa dia pinta pada Rabbnya, di iringi tetesan airmata.
Ya, wanita yang sedang berdoa itu iyalah Mifa. Seorang guru yang mendedikasikan hidup dan ilmunya untuk generasi islami. Namun, Mifa juga seorang manusia yang lemah, wanita yang masih membutuhkan laki-laki untuk memimpin meskipun seberapa tangguhnya dia.
Mifa pernah mencintai seorang laki-laki yang ia harap bisa menjadi contoh untuknya nanti.
Dia tak pernah merasa sudah menjadi wanita yang sholehah. Hatinya masih mengharap akan cinta itu, terbukti dari doa yang biasa ia lantunkan di setiap pertengahan malam.
Namun, semua harapan itu seolah menjadi duri tajam yang melanda, saat berita itu sampai kepadanya.
Saat itu, Mifa sedang mengajar di jam terakhir sebelum sekolah usai.
"Nah, bagaimana? Mudah bukan kalau kita menyimpulkan dengan rumus ini, maka menghafalnya tidak terlalu rumit lagi.." Tanya Mifa pada anak murid yang terlihat fokus
"Iya mu'allimah" Jawab mereka serempak.
Mifa mengajarkan bagaimana menghafal tiga fi'il dalam bahasa Arab. Dan menyamakannya dengan pelajaran yang lebih anak-anak itu kuasai, yaitu bahasa Inggris.
Dengan mengumpamakan fi'il madhi dengan v2 yaitu masa yang telah lalu, atau mengumpamakan dhomir dengan to be. Sehingga mereka lebih menerima dan memahami bahasa Arab.
Saat sedang menjelaskan ulang, sebuah SMS masuk ke no HP yang dia khususkan untuk keluarganya. Karna mengira itu mungkin mendesak, Mifa membuka SMS itu saat memberikan jeda untuk muridnya memahami apa yang dia jelaskan.
"Mifa ini aku, maaf ya aku minjam no adikmu nih, soalnya aku ga ada pulsa, hehe.. Kamu harus sabar ya, mungkin ini mendadak. Tapi aku rasa aku harus ngasi tau kamu mif, ini tentang Dhani. Rea nitip sesuatu untuk kamu, aku rasa seharusnya udah nyampe ke alamat sekolahmu siang ini. Nanti cek kotak pos kamu ya. Kamu harus ikhlas mif, dia sudah khitbah seorang akhwat, aku kasi tau duluan agar kamu ga terlalu kaget kalau lihat kiriman Rea, ikhlas ya mif"
Kaget, syok dan berusaha kuat. Itu yang Mifa rasakan. Tidak lupa juga rasa aneh yang seakan dadanya dicengkram dan sakit yang tajam.
Akankah Mifa terjatuh dan lumpuh, atau teriak, atau bahkan menangis?. Tidak, tentu saja itu tidak akan dia lakukan, atau setidaknya berusaha tidak dia lakukan.
Karna Mifa masih sangat sadar, dirinya saat ini masih di kelas. Di hadapan murid yang dia sayangi, dan dia, Mifa, adalah guru yang profesional.
Seakan tak ada yang terjadi, Mifa menutup HP dan tersenyum. Dia berjalan ke arah murid yang sedang berbisik pada yang lain. Menanyakan bagian yang tidak mereka pahami dan membimbing mereka.
Bahkan meskipun hati dan pikirannya benar-benar kalut dan remuk, Miftahul Husna masihlah berusaha tetap sabar. Sebagai guru dan sebagai wanita.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Of Love
EspiritualPutra Ramadhani Syawwal "Aku menjadikanmu istri atas permintaan Ibuku.. Aku tau kamu teman yang sempurna, bahkan waktu kita kecil.. Tapi, untuk lebih dari itu.. Mungkin belum bisa.. Karena aku masih memiliki seseorang yang aku sayangi di hatiku.. Ta...