5. Disigai Sampai Ke Langit

17 1 0
                                    

Menjalani Njupuk Metu bersama Finn bukanlah hal yang mudah bagi Letta.

Walaupun ia akui, Finn adalah pemuda yang manis dan penuh perhatian. 3 hari bersama membuat Letta merasa bak putri di negeri dongeng dengan pangeran tampan berkuda putih yang senantiasa mendampinginya. Hanya saja, ada seorang gadis yang tergila-gila pada pemuda itu dan selalu mengacaukan kencan mereka. Agatha namanya, saudara sepupu dari pihak ibu Finn. Gadis itulah yang membuat Njupuk Metu Letta dengan Finn berjalan tidak mudah. Bagai detektif, Agatha selalu mengikuti mereka kemanapun seolah akan ada hal terlarang yang terjadi.

Kini, ia bersyukur karena 3 hari sudah berlalu dan ia bebas pergi kemanapun tanpa ada yang mengikuti. Tempat pertama yang ditujunya saat ini adalah mini market di dekat rumah pamannya, karena hanya di tempat itu ia bisa menemukan makanan kesukaannya, roti mawar.

Ngomong-ngomong, ia tidak bersama Keyla saat ini, karena kembarannya itu sedang sibuk membenahi kamar karena ia lupa dimana ia menyimpan kalungnya. Keyla tetaplah Keyla, sifat teledor menjadi salah satu ciri khasnya.

Lonceng di atas pintu berbunyi, Letta melangkahkan kakinya ke dalam dengan harapan roti mawarnya masih banyak tersedia. Kakinya melangkah dengan riang diiringi senyuman di bibir yang mengembang indah kala ia melihat roti mawar favoritnya masih tersedia begitu banyak. Seolah kehilangan akalnya, Letta mengambil begitu banyak roti hingga lengannya sudah tak bisa menampung roti lagi.

Begitu badannya berputar untuk menuju meja kasir, tubuhnya menabrak tubuh lain sehingga membuatnya terjengkang dengan roti yang berpindah dari lengan ke lantai berserakan. Sebuah lengan terulur di hadapannya, Letta langsung mengambil tangan itu dan bangkit bertumpu pada kedua kakinya dan memungut roti-rotinya.

"Kau ingin memakan semua ini sendirian?"

Sebuah suara menginterupsi kegiatannya, seorang pemuda tengah membantu memungut roti-rotinya dan hanya dengan sekali pandang, tanpa ragu Letta bisa mengatakan bahwa pemuda itu tampan. Sedetik kemudian tatapan mereka bertemu.

"Marco. Namaku. Kau... bersekolah di Lentera Nusantara 'kan?"

Dengan degup yang tak seperti biasanya, pemuda tersebut menahan rasa gugup karena ia akhirnya bertatap muka dengan gadis yang selama ini memberikannya bekal makan siang dengan rasa nikmat di lidahnya yang masih bisa ia ingat.

"Ya, aku belajar di sana. Namaku Arletta, kau bisa memanggilku Letta."

"Baiklah Letta, kurasa kau butuh bantuanku." Marco dengan sigap mengambil alih beberapa roti dari lengan Letta.

Terbawa perasaan? Tentu saja! Letta selama ini belum pernah mengobrol dengan pemuda, bahkan ia begitu asing dan amat canggung dengan makhluk ciptaan tuhan yang satu ini. Lihatlah! Pemuda berlancing hijau tentara dengan kaus hitam serta topi yang senada dengan kausnya ini mampu menjadi magnet bagi tubuh Letta. Ia yakin, setiap orang yang melihatnya pasti akan berpikir dua kali untuk memalingkan kepala dan mengakhiri pemandangan indah di depan matanya.

"Hey, kupikir aku harus meminta nomor ponselmu."

Apel, udang rebus, tomat, atau apapun itu yang berwarna merah, sangat cocok untuk mendeskripsikan wajah Letta saat ini. Haruskah ia merasa takut dan terancam akan pemuda sempurna yang kini tengah tersenyum padanya itu?

"Ya, kau boleh memilikinya. Setelah membayar, akan aku berikan nomorku padamu."

Dua kalimat, sejuta makna.

***

Sudah hampir sebulan Letta dan Marco menjalin hubungan, lebih dari sekedar kenalan, setelah insiden roti mawar. Sudah hampir sebulan pula Keyla mengetahui bahwa kembarannya itu menyembunyikan sesuatu di belakangnya. Dan sudah hampir sebulan Keyla terus memberi asupan makan siang pada Marco, yang ketika meraciknya ia terus menyunggingkan senyuman disertai pipi yang bersemu.

Dan saat ini adalah saat dimana Keyla mengetahui bahwa kembarannya memang menyembunyikan rahasia besar di belakangnya. Bergandeng tangan, tawa bahagia, tatapan mesra, siapa yang akan menyangkal bahwa mereka memiliki hubungan lebih dari sekedar kakak kelas dan adik kelas?

Minggu ujian memang membuat Keyla dan Letta pulang dengan mobil masing-masing. Biasanya Keyla pergi ke perpustakaan kota terlebih dahulu sebelum pulang untuk belajar, dan yang ia tahu Letta akan langsung kembali ke rumah sepulang sekolah, namun di sinilah Letta.

Duduk dengan wajah berseri-seri di salah satu restoran Jepang ternama di kota, bersama pemuda berhidung bangir bak seludang, dengan kulit coklat yang sulit dilupakan, yang tadinya akan ia permanenkan namanya di hatinya. Senyum penuh luka terukir di wajah Keyla. Ia sadar, Letta bahkan tak tahu bahwa ia menyukai kekasihnya sejak awal mereka menginjakkan kaki di Lentera Nusantara, dan ia sadar ia tak berhak merasa tersaingi.

Dengan berat hati, Keyla memaksakan hatinya untuk merelakan sang tambatan hati menambatkan hati pada kembarannya. Yang tadinya semangat itu menggebu-gebu, kini tenggelam oleh luka menyesakkan, yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia tak boleh egois, mungkin memang sudah seharusnya Marco bersama Letta, bukan dengannya.

Segala macam kemungkinan-kemungkinan positif ia jejalkan ke dalam pikirannya untuk mengusir rasa sesak di dada. Dengan langkah cepat, Keyla berusaha menjauhi tempat dimana ia menemukan kenyataan pahit tadi, diiringi dengan air mata yang luruh runtuh tanpa dapat ditahan lagi.

Sampai di mobil, tangis itu pecah sejadi-jadinya. Jiwanya berteriak kencang menghadapi kenyataan, namun otaknya memaksa bahwa semuanya akan baik-baik saja. Beberapa tarikan nafas tak mampu meredakan lelehan air bak sungai di matanya, ia tak bisa fokus. Hatinya terus berucap, semua akan baik-baik saja, pasti baik-baik saja, hingga Keyla lelah menangis, kemudian tertidur di mobilnya.

tbc

Note :
Stay safe and haealthy, you guys!~ x

BraggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang