17. Nak Ditelan Termengkelan, Nak Diludah Tak Keluar

14 1 0
                                    

Keyla sudah kembali ke Melbourne satu minggu terakhir, dan minggu ini adalah minggu terakhinya di Negeri Kanguru karena ia memutuskan untuk tinggal di Indonesia, menempati apartemen Marco yang dulu sering ia datangi.

Pernikahan mendadak ini mengejutkan Fabian, terutama karena sahabatnya itu menikah dengan Marco, yang notabenenya Fabian tahu semua peristiwa antara Marco dan Keyla. Pemuda itu lantas mengikuti jejak Keyla untuk tinggal di Indonesia, karena ia khawatir sahabatnya mengalami sesuatu yang tidak diharapkan.

Entah bagaimana firasatnya mengatakan bahwa Keyla tidak akan bahagia bersama Marco. Dan firasat itu mulai muncul menjadi kebenaran, karena sejak menikah Marco dan Keyla tidak pernah berbalas kata sekalipun.

Keyla tinggal di Indonesia, sedangkan Marco di Singapura untuk mengurus Letta. Seringkali Keyla ingin mengunjungi saudarinya, namun ia segan karena ada Marco di sana.

Walaupun mereka menikah karena keinginan Letta dan Keyla tak mempermasalahkan hal itu karena ia pikir ia sudah tak memiliki rasa lagi terhadap Marco, sakit hati itu tetap ada. Ketika pemuda yang saat ini berstatus sebagai suaminya itu tidak mempedulikan keberadaannya. Ia sadar, Letta lebih membutuhkan Marco saat ini, dan Marco tidak mungkin memprioritaskan dirinya yang sedari dulu dibenci.

***
"Kemana kita hari ini, kokiku?"

"Ayo kita cari kedai kopi. Aku sangat membutuhkan kafein."

Mereka berjalan bergandengan tangan menelusuri trotoar dekat apartemen Marco. Mungkin karena sedang beruntung, mereka menemukan sebuah kedai kopi tak jauh dari sana. Akhirnya mereka memutuskan untuk mengunjungi kedai kopi tersebut dan memesan beberapa kopi serta kudapan ringan, tentu saja dengan unsur kacang di dalamnya.

Mereka duduk di kursi dekat jendela dengan kaca besar di sisi kiri ruangan. Suasana kafe yang tenang serta pencahayaan yang sebagian besar mengandalkan sinar matahari membuat siapapun pasti nyaman ketika mengunjungi kafe ini, apalagi di luar mentari sedang terhalangi awan. Aroma kopi bercampur dengan aneka kue menjadi nilai tambahan tersendiri bagi pengunjung.

Ini akan menjadi tempat favorit mereka.

Mereka berbincang ringan seraya bersenda gurau. Kedekatan mereka ini akan menimbulkan presepsi orang bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara. Orang-orang tidak tahu bahwa salah satu dari mereka sudah menikah dan yang lainnya mendambakan yang sudah menikah.

Pembicaraan mereka yang mengalir begitu saja tiba-tiba terbawa alur hingga menjadi pembicaraan yang serius. Fabian meminta Keyla menjelaskan segalanya. Dan kalimat demi kalimat meluncur dari bibir Keyla, kadang membuat Fabian mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih.

"Jadi jika aku mengambil kesimpulan, kalian menikah hanya demi memenuhi keinginan Letta?" Keyla mengangguk membenarkan pernyataan dan pertanyaan Fabian.

"Jujurlah padaku, rasa itu masih ada, bukan?"

Keyla terdiam dalam duduknya. Benarkah perasaan itu masih tersisa setelah sekian lama ia mencoba menguburnya dalam-dalam? Setelah segala usaha yang ia kerahkan untuk mengenyahkan segalanya dari jiwanya? Benarkah?

"Aku tak tahu, Fabian. Aku hanya... melakukan ini untuk memenuhi permintaan saudariku, keluargaku satu-satunya di muka bumi ini. Dan lagi.. aku hanya menjalankan peran seperti dulu kala, namun ketika dirinya memperlakukanku seperti ini, maksudku mendiamkanku dan tidak peduli akan keberadaanku--"

"Kau sakit hati juga."

Keyla mengangguk. Walaupun ia mengklaim bahwa dirinya tidak memiliki rasa lagi terhadap pemuda yang pernah menetap di hatinya, ia tetap saja merasakan sakit di hatinya ketika tak dianggap. Terlebih lagi mereka berstatus suami istri saat ini.

BraggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang