13. Kerbau Diberi Berpelana, Kuda Diberi Berpasangan

14 1 0
                                    

Hari ini selepas pulang sekolah Marco dan Letta berencana pergi ke pantai karena sudah lama mereka tidak pergi ke pantai. Sebelum menjemput Letta, Marco memutuskan untuk membeli beberapa camilan di sebuah mini market.

Ketika sedang memilih makanan ringan, matanya menatap sosok yang ia kenal. Sosok itu Keyla, yang ia kira Letta. Ia yakin bahwa gadis itu adalah kekasihnya karena kalung pemberiannya tersampir indah di leher gadis itu. Ia tersenyum senang, berarti kemarin ketika di taman, gadis ini hanya bercanda bahwa dia tidak pernah menerima kalung darinya.

"Hey."

Dengan sedikit terlonjak, Keyla menatap Marco yang berdiri dengan pancaran kharisma yang tidak berubah sejak pertama ia melihatnya. Jantung Keyla berdegup kencang mengingat ia dan Letta sama-sama berada di kota ini dan semua bisa terbongkar begitu saja tanpa aba-aba.

"Karena kau sudah di sini, bagaimana kalau kita pergi sekarang?"

"Oh... aku... ada sesuatu yang tertinggal di loker kelasku, ya, aku meninggalkan sesuatu di sana. Bisakah kita kembali ke sekolah dulu sebelum berangkat?"

Gila! Sempat terlintas di pikirannya untuk menerima ajakan Marco, namun kenyataan menamparnya dengan kencang. Bagaimana saudarinya akan kembali ke rumah jika ia pergi bersama Marco? Dan bagaimana jika ketika sedang asyik mengobrol, Letta menelepon dan mempertanyakan keberadaan Marco sementara dirinya berada di sisi kekasih saudarinya?

Akhirnya mereka kembali ke sekolah bersama. Di perjalanan, Keyla melepas rindunya. Ia merindukan tawa Marco, kekehannya, senyumannya, semuanya dari pujaan hatinya itu. Peristiwa-peristiwa manis mereka terdahulu seketika berputar di otak Keyla. Ia tersenyum, peristiwa tersebut hanya dapat menjadi kenangan di masa kini. Ia tak bisa egois mementingkan dirinya sendiri, yang tidak berani mengungkapkan siapa sebenarnya dirinya, yang tidak berani mengutarakan cintanya, gadis malang.

"Kau sudah menempel puzzel kita di kamarmu?"

Keyla terdiam. Jadi, puzzle berbingkai yang Letta tempel saat itu adalah milik mereka, pikirnya. Syukurlah ia ada di sana saat Letta menempelnya, jadi ia tidak perlu berpikir keras untuk menjawab pertanyaan sederhana dari Marco.

"Tentu saja sudah! Kupasang dengan sepenuh hati, jiwa, dan raga atas namamu."

"Oh wow, gadisku yang pandai memainkan kata sudah kembali rupaya."

Sial, ia lupa sesuatu. Letta, saudarinya itu tidak pandai menyusun kalimat tidak penting, hanya dirinya yang selalu melontarkan kalimat-kalimat konyol seperti tadi, dan sepertinya Marco menyadari hal itu.

"Baiklah nona manis, sudah sampai. Kau mau menungguku memarkirkan mobil, atau masuk terlebih dahulu ke kelas?"

"Bolehkah aku mendahuluimu?"

"Baiklah, gadisku. Aku akan menyusulmu setelah selesai memarkirkan mobil."

Dengan cepat dan tergesa Keyla berjalan ke kelasnya, berharap Marco kesulitan memarkirkan mobilnya karena dengan begitu, ia mampu bersembunyi terlebih dahulu. Ia tak mungkin benar-benar kembali ke kelas karena pasti Letta ada di sana, sedang menunggu pangeran berkuda menjemputnya. Ia memutuskan untuk memutar haluannya ke toilet wanita, dan bersembunyi sebentar di sana.

Ketika ia kira Marco dan Letta sudah pergi, ternyata sepasang kekasih itu baru sana melangkahkan kaki dari pintu kelas. Keyla yang terkejut lantas kembali bersembunyi di balik loker. Matanya perlahan mengintip, tangan mereka bertautan beserta canda tawa menghiasi perjalanan mereka menuju tempat parkir. Keyla tersenyum getir. Ia ingin saudarinya bahagia, pikirnya.

Gadis itupun pulang ke rumah menggunakan bus. Selama perjalanan, ia setengah mati menahan air mata yang akan tumpah karena kepedihan hati yang begitu terasa.

***

Sepasang manusia yang sedang dimabuk asmara ini membentangkan tikar di atas pasir pantai yang putih. Deburan ombak serta angin pantai yang menyejukkan membuat beban hidup yang selama ini mereka pikul seolah teangkat begitu saja.

Marco menatap gadisnya, ia tersenyum. Tanpa sengaja pandangan matanya jatuh pada leher Letta.

"Letta, dimana kalungmu?"

"Oh, aku melepasnya. Kusimpan di dalam tas."

Marco menganggukan kepalanya. "Pakailah lagi. Kau berjanji padaku untuk tidak akan melepaskannya."

Gadis ini bingung akan kalimat Marco, tak ayal ia mengambil kalungnya dan mengenakannya kembali. Marco mengerutkan keningnya. Kekasihnya kini memang mengenakan kalung, tapi bukan kalung yang ia berikan padanya.

Yang ia tahu, itu adalah kalung salah satu elemen penting dalam kebudayaan Tiongkok, Yang. Kecepatan, api, langit, matahari, melambangkan Yang. Namun makna dari kalung tersebut berbanding terbalik dengan sifat asli kekasihnya yang saat ini. Hanya saja, beberapa bulan ke belakang, sifat itu muncul dalam diri kekasihnya.

Dengan inisiatif, Marco mencari foto kalung yang Letta buat ketika mereka mengunjungi pantai di sore hari, kalung miliknya yang dibuat sendiri oleh Letta. Ia menunjukkannya pada gadisnya seraya berkata. "Kau tahu siapa yang membuat kalung ini?"

Gelengan Letta membuat Marco terkejut bukan main. Hey, gadis itu sendirilah yang membuatnya!

Asumsinya makin menguat, bahwa kekasihnya memiliki kepribadian ganda.

Tak ingin mengambil pusing, Marco membiarkan hal tersebut. Kalaupun ternyata memang benar kekasihnya memiliki kepribadian ganda, ia tetap akan mencintai gadis itu apa adanya, tanpa meminta balasan apapun. Mereka melanjutkan perbincangan hingga sang mentari mulai nampak seolah ditelan oleh samudera. Selepas itu, Marco mengantar Letta kembali ke rumah.

Tbc

Note :
Hey guys, R here!

So sorry for being inactive this past two days (or more I forgot) I had 'important' stuffs to do, ehehe.

Anyway, I decided to double update today, so here you go hope you enjoy it~

Stay safe and healthy!

Bye~ x

BraggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang