21. Gigi Telah Gugur, Tebu Pun Menjadi

14 1 0
                                    

Note :

Hi guys, R here~

First of all, aku mau berterimakasih kepada kalian yang sudah mau meluangkan waktu untuk membaca ceritaku ini.

Ini adalah part terakhir dari "Bragger", aku nggak menyediakan special part atau part tambahan dan lain sebagainya dari cerita ini karena seperti yang sudah aku bilang, cerita ini kubuat untuk tugas waktu aku kelas 12.

Hmm mungkin... mungkin ya... aku bakal buka cerita baru tentang Fabian. Kalau untuk Marco, kayanya aku bakal membiarkan kalian merancang sendiri cerita dia setelah kehilangan mantan istri, istri, dan calon anaknya.

Aku mengharapkan kritik dan komen kalian, terimakasih sekali lagi.

So without further ado, here you go and hope you enjoy it~
______________

Minggu pagi yang seharusnya menjadi minggu bahagia bagi Fabian dimana ia berencana membawa Keyla ke pantai untuk menghibur pujaan hatinya, justru menjadi hari dimana Fabian kehilangan separuh jiwanya. Pemakaman Keyla dihadiri oleh beberapa penghuni yang menempati gedung apartemen yang sama dengannya, serta Fabian. Tanpa Marco. Tanpa si bajingan tengik satu itu.

Fabian sengaja menginap di apartemen Keyla, ia masih terbayang akan kehadiran pujaan hatinya itu. Hatinya seakan belum merelakan kepergiannya.

Sepi.

Ia tak bisa membayangkan bagaimana kesepiannya Keyla ketika berada di apartemen, ditambah perlakuan bajingan yang bahkan ia tak sudi menyebutkan namanya. Betapa menderitanya Keyla semasa hidupnya.

Tiga hari Fabian menginap, di sana ia hanya memandangi foto Keyla hingga terlelap di sofa. Hari keempat dimana Fabian sedang melakukan aktivitasnya seperti biasa yakni memandangi foto Keyla, seseorang masuk ke dalam apartemen.

Marco. Pemuda itu kembali ke apartemen, dan menemukan seonggok manusia yang tergeletak di sofanya. Pertanyaan mengenai siapakah gerangan seseorang itu kemudian terpecahkan setelah ia mendekat dan melihat wajahnya. Itu Fabian, kakak Giden.

Mereka sering bermain bersama dulu kala, namun ketika Fabian memutuskan untuk berkuliah di negeri kanguru, mereka hilang kontak. Marco mendekat. "Fabian? Apa yang sedang kau lakukan di apartemenku?"

Fabian yang mengenali suara ini lantas bangkit dan meninju wajah Marco dengan sekuat tenanga. Dia... adalah manusia yang membuat pujaan hatinya menderita! Dia yang menjadi sumber air mata Keyla!

"Kau kenapa?! Ada apa denganmu?!!"

Dengan emosi yang tak terkontrol, Fabian turut berteriak di hadapan wajah Marco dengan sangat kencang. "BUKA LACI KAMARMU, BAJINGAN!!" Fabian melepaskan kerah baju Marco dan membiarkan manusia biadab satu itu menemukan apa maksud kalimatnya.

Marco kemudian segera berjalan menuju kamar dan membuka lacinya. Ada sebuah kotak berwarna putih gading dengan pita merah yang menghiasi atasnya, dengan segera Marco membukanya dan menemukan beberapa alat tes kehamilan yang menunjukkan hasil positif.

Ia kemudian kembali menemui Fabian di ruang tengah dengan segudang pertanyaan di otaknya.

"Apa maksudmu?"

"Keyla. Dia hamil."

Marco menatap Fabian terkejut kemudian ia menampilkan senyuman mengejek seolah merendahkan Fabian dan Keyla.

"Huh? Dengan siapa dia melakukannya? Kau? Ambil saja, aku tak pernah menginginkannya."

Fabian lantas kehilangan akalnya, ia kembali meninju wajah Marco bertubi-tubi hingga mereka terjatuh di bergulingan di lantai. Fabian benar-benar membenci laki-laki tidak bertanggung jawab yang sedang ia pukuli saat ini. Ia kemudian kembali berteriak di hadapan wajah Marco.

"Kau yang menghamilinya sialan!!!"

Marco terkejut, ia lantas membalas pukulan Fabian tepat di hidung pemuda itu, membuat Fabian terhuyung ke belakang dan melepaskan kukungannya seraya memegang hidungnya yang berdarah.

Fabian berkata. "Aku pernah memperingatkanmu untuk menjaga istrimu dengan baik atau aku akan mengambilnya. Dan kau tahu? Kau maupun aku tidak akan pernah bisa menjaganya lagi, karena tuhan telah mengambilnya. Beserta pula anak-anakmu."

Marco membeku mendengar runtutan kalimat Fabian. Apa maksud pemuda itu?

"Keyla.. aku mencintai gadis itu, namun ia lebih memilihmu. 2 kali aku menawarkan diri untuk menggantikan posisimu, ia selalu menolak. Ia tak ingin mengkhianati pernikahan kalian katanya."

"Aku tidak tahu apa yang terjadi. Tapi malam itu, aku menerima telfon darinya yang menangis. Katanya, ia akan menjelaskan semuanya padaku di kafe tempat biasa kami bertemu. Kau tahu? Aku menyesal tidak menjempunya saat itu. Karena ketika aku sampai... keyla ditabrak mobil berkecepatan tinggi."

"Dia menanggung beban yang berat. Apa kau lupa kalau dia itu yatim piatu? Saudarinya juga pergi meninggalkannya. Hanya kau yang ia miliki, tapi kau menyia-nyiakannya. Dan kau tahu? Dia menitipkan pesan terakhirnya padaku. Dia bilang, dia dan anak-anaknya mencintaimu. Tidakkah kau memiliki hati, Marco? Kau menelantarkan istrimu yang sedang mengandung anak-anak kalian. Buah hati kalian."

Seakan baru tersadar dari koma, Marco mengerjabkan matanya. Nafasnya naik turun tak beraturan.

"Dimana dia?"

"Dimana dia, Fabian?! Dimana kau sembunyikan istriku, sialan!!!"

Fabian kembali mendaratkan tinju di wajah Marco. "Istrimu sudah tiada!!

Apa ini? Mengapa hatinya terasa begitu pilu? Keyla.. telah tiada. Rasa tanggung jawab yang tidak terpenuhi memuncak dalam dirinya. Sebegitu kejam kah dirinya hingga menjadi penyebab kematian Keyla? Istrinya sendiri.

Menyesal. Entah bagaimana perasaan menyesal itu memenuhi pikiran dan hatinya. Ia bodoh.. sangat bodoh. Membunuh tiga nyawa sekaligus membuatnya amat menyesali ketidak peduliannya terhadap wanita yang selama ini selalu ada untuknya. Bahkan wanita itu pernah mengakui bahwa dirinya adalah tambatan hatinya sejak berada di sekolah menengat atas dulu.

Rasanya, ia ingin mati saja. Kehilangan sosok berwajah sama dua kali berturut-turut membuatnya sangat amat terpukul.

Kau bodoh Marco.

"Jika kau ingin melihat peristirahatan terakhrinya, aku bisa mengantarmu ke sana."

Tanpa ada sepatah kata lagi, Marco dan Fabian segera menuju makam Keyla. Yang membuatnya semakin menyesali tindakannya yakni, ada dua buah nisan kecil di samping makam Keyla, yang ia yakini merupakan makan malaikat-malaikat kecilnya.

Air matanya tumpah begitu saja. Ia meratapi nasib yang nampak begitu membencinya. Ia menyesal karena telah menyakiti Keyla, istrinya.

"Kau simpan dimana otakmu? Kaupun dulu membohongiku. Kau mempermainkan perasaanku. Dan kau tega mengkhianati persaudaraanmu dengan Letta!!! Istriku!!! Yang bahkan sampai akhir hayatanya ia tak tahu ada sesuatu antara kau dan aku di belakangnya. Aku menyakitimu, dan kau menyakiti kami. Katakan, siapa yang lebih jahat? Kau atau aku?"

Kalimat terakhir yang ia ucapkan pada Keyla terus berputar di otaknya. Ia tak menyangka bahwa dirinya setega itu membiarkan istri dan calon anak-anaknya terlantar, tanpa kasih sayang seorang suami sekaligus calon ayah.

Marco menangis sejadi-jadinya menyesali segala perbuatannya. Kalau boleh, ia ingin mengulang kembali waktu yang telah berlalu, namun apa daya, waktu tak dapat diulang dan yang terjadi tak bisa diperbaiki, hanya dapat dikenang.

"Maafkan aku, istriku."

End.

THANK YOU YOU GUYS!

AS ALWAYS, STAY SAFE AND HEALTHY!

WITH LOVE, R

BYE~ x

BraggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang