18. Kemudi Patah Perahu Tembuk

10 1 0
                                    

Kedatangan Keyla di Singapura bertepatan dengan diambilnya nyawa Letta oleh Azrael. Marco yang begitu terpukul hanya bisa terdiam dan tidak melakukan apapun melainkan melihat tubuh istrinya dibawa ke kamar jenazah. Pemuda itu seperti kehilangan separuh jiwanya, hidupnya porak-poranda karena kehilangan.

Sedangkan Keyla, ia menangisi kepergian keluarga satu-satunya yang ia miliki. Kini ia sebatang kara di dunia ini, tak ada sandaran maupun tumpuan hidup baginya. Kakinya lemas, ia begitu tak berdaya menghadapi kenyataan pahit ini hingga tubuhnya luruh di lantai. Ia menangis.

Tiba-tiba sebuah tangan menariknya paksa untuk berdiri, dan seorang pria berdiri di hadapannya dengan mata merah dan pandangan benci. Marco, menatapnya tajam bagai terdapat jutaan pisau di matanya.

"Kau... kalau saja kau tidak menipu kami, kalau saja kau tidak membohongiku dengan berpura-pura menjadi Letta, kalau saja kau jujur dan memberitahuku bahwa Letta sakit, istriku tidak akan meninggal!! Aku akan hidup bahagia dengannya. Memiliki anak dan meraih masa depan yang sudah kami susun matang-matang. Mengapa kau selalu membuatku menderita? Saat kau berada di dekatku, pasti akan ada hal buruk yang terjadi."

Marco mencengkram bahu Keyla kuat-kuat membuat gadis itu meringis kesakitan. Kemudian dengan sekali tarikan nafas, kalimat menyakitkan terlontar dari bibir pria yang pernah menempati singgasana di hatinya.

"Harusnya kau yang mati! Bukan Letta. Letta istriku!!! Aku benci padamu dan tidak akan pernah memaafkanmu sampai kapanpun."

Air mata mengalir deras dari kedua sudut mata Keyla. Ia tak kuasa mendengar untaian kalimat memilukan dari Marco. Dengan sekali hentakan, Keyla melepaskan cengkraman Marco di bahunya dan berlari keluar rumah sakit. Ia ingin kembali lagi ke Indonesia, dimana ia tak bisa melihat wajah Marco.

Sepanjang jalan, tangannya terus mengusap air mata yang selalu menyeruak dari sudut matanya. Ia tahu Marco memang membencinya, tapi ia tak pernah menyangka bahwa pemuda itu akan melontarkan kalimat yang begitu menyakitkan baginya.

***
Mentari menyelusup dari sela-sela gorden yang sejak kemarin ditutup rapat-rapat. Penghuni kamar masih menutupi wajahnya dengan selimut. Sejak tiba di rumah kemarin, ia terus menangis hingga ia tak dapat merasakan matanya. Kantung hitam mengelilingi pula mata indah itu, membuat sang empunya sedikit merasa sakit di kepalanya.

Ponselnya berdering nyaring membuat Keyla merogoh-rogoh tasnya di bawah kasur untuk menemukan benda elektronik tersebut, setelah mendapatkannya, ia lantas melihat siapa gerangan yang menelefonnya. Fabian, facetime request.

Dengan ragu, ia menerima panggilan tersebut seraya bangkit dari tidurnya.

"Hey, kokiku."

Keyla hanya tersenyum. Ia kemudian menemukan wajah Fabian yang terkejut ketika melihat wajahnya, ia tahu pemuda itu pasti akan mempertanyakan tentang matanya.

"Apa yang terjadi?"

"Tidak ada, aku hanya menonton film sedih tadi malam."

Fabian tentu saja tidak akan percaya pernyataan Keyla, karena yang ia tahu, Keyla tidak akan membuang waktunya demi menonton film sedih. Fabian memaksa Keyla untuk bercerita, jadilah cerita itu mengalir dari bibir Keyla.

Fabian terlihat amat marah ketika Keyla menceritakan penyebabnya menangis hingga matanya hitam. Urat-urat di dahinya terlihat hingga matanya terlihat menyimpan dendam mendalam. Ia marah, karena ia merelakan cintanya untuk bajingan seperti Marco, namun cintanya justru disia-siakan.

Pemuda baik hati ini berusaha menghibur Keyla dengan mengajaknya bermain puzzle di kafe dekat apartemen Marco, yang kemarin mereka datangi. Keyla setuju, kemudian mereka menghabiskan waktu hingga petang hanya untuk berbincang dan menyusun puzzle. Keyla tak mempermasalahkan matanya yang menghitam ketika berada di publik karena itu adalah masalahnya, bukan masalah mereka yang melihatnya. Dan seperti yang kita tahu, Keyla adalah tipe orang yang cuek.

BraggerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang