Saga membuka pintu kamarnya dengan perlahan, lalu ia tidak sengaja menginjak sebuah kertas yang sepertinya sengaja ditaruh oleh seseorang di bawah pintu kamarnya. Saga berjongkok, kemudian mengambil kertas tersebut dan merabanya. Ada tulisan titik-titik yang timbul di atasnya, dan ia ingat jika riglet dan stylus-nya masih dibawa oleh Runa saat itu.
Dengan perlahan Saga meraba tulisan Braille tersebut, dan terdapat beberapa kata yang ditulis oleh Runa di sana untuk menjelaskan bahwa Saga salah paham terhadapnya. Saga tersenyum tipis karena Runa ternyata sudah terlihat lumayan jago dalam menulis Braille, tetapi ia tetap masih kecewa karena wanita yang dicintainya itu selingkuh dengan sepupunya sendiri di belakangnya.
Saga pun melipat kertas tersebut dan memasukkannya ke dalam saku, lalu ia berjalan keluar kamar untuk mencari makanan. Ia kelaparan, dan ia bahkan tidak tahu apakah ada makanan yang tersedia di meja atau tidak. Evan dan Wira tidak ada di rumah, apalagi Sean. Sejak kemarin rasanya ia tidak mendengar suara dari mereka bertiga di rumah ini. Rumah Saga terasa sangat sepi, apalagi kini Runa juga sepertinya tidak menginap di rumahnya lagi.
"Selamat tinggal, Saga. Semoga kamu bahagia meskipun nantinya aku sudah tidak ada di sisimu lagi."
Saga terkejut setengah mati ketika mendengar suara yang sebenarnya sangat ia rindukan. Saga menoleh ke arah sumber suara, dan matanya terasa silau karena tiba-tiba saja ia bisa melihat pancaran sinar yang terang di hadapannya. Saga menutup kedua matanya sejenak, lalu membukanya lagi dengan perlahan. Di hadapannya, berdiri seorang wanita cantik berpakaian putih panjang yang dikelilingi oleh cahaya terang yang Saga sendiri tidak paham maksudnya.
"Runa?"
"Kamu bisa melihatku?"
Saga mengangguk, dan hal itu membuat Runa hanya bisa tersenyum tipis. Tiba-tiba saja, saluran televisi yang berada di ruang tengah menyala, mempertontonkan sebuah berita kecelakaan pesawat yang membuat Saga tertegun. Airmatanya menetes dengan deras, lalu ia berusaha berlari untuk menggapai Runa, namun wanita tersebut sudah menghilang bersama dengan cahaya yang mengitarinya.
"Runa! Runa!!! Tidak! Ini hanya mimpi! Aku tahu ini hanya mimpi!"
Saga memukuli dirinya sendiri, berusaha untuk segera bangun dari tidurnya. Nyatanya sekarang Saga bisa melihat, dan ia tahu betul bahwa dirinya sekarang ini sedang berada dalam dunia mimpi. Ia hanya bisa terduduk di lantai sambil menangis. Dadanya terasa sesak karena kecelakaan yang dilihatnya dalam layar televisi adalah kecelakaan yang dialami Runa. Padahal hanya mimpi, namun rasa sakitnya bisa ia rasakan hingga ia terbangun.
Saga membuka matanya, dan yang ia lihat saat ini adalah kegelapan. Saga tersadar karena ia akhirnya dapat terbangun dari mimpi buruknya. Namun sialnya, ada bekas sisa airmata yang membasahi pipinya, dan bahkan ia masih terlihat sesenggukan ketika ia terbangun dari tidurnya. Saga juga bisa merasakan ada perasaan sesak di dalam dadanya, meskipun ia tahu jika Runa pasti baik-baik saja sekarang.
"Bang? Abang tidak apa-apa? Tadi ku dengar abang mengigau memanggil nama Runa."
"Oh, Wira? Ah, aku hanya sedikit bermimpi buruk."
"Mumpung abang sudah bangun, aku ingin memberitahu bang Saga masalah cincin itu."
Wira menggigit bawah bibirnya sambil menatap Saga yang sepertinya masih tidak ingin membahas masalah Runa dan Evan. Namun Wira sudah tidak tahan lagi, karena bagaimanapun Saga tidak boleh menyalahkan Evan dan juga Runa hanya karena kesalahpahaman kecil. Wira juga tidak tahu harus bagaimana cara memberitahu Saga jika Runa menghilang dari rumahnya. Wira hanya takut Saga akan menangis dan memanggil nama Runa seperti yang ia lihat tadi.
***
Kini Wira dan Saga duduk di ruang tengah, bersama dengan Evan yang tiba-tiba saja muncul sambil membawa sebuah kotak kecil berwarna merah. Evan menelan ludahnya sejenak, bingung harus menjelaskan darimana. Dari kesalahpahaman cincin, atau dari ayah Rara yang menjadi tersangka utama, atau dari Runa yang mendadak hilang secara misterius? Kepala Evan rasanya mau pecah saat itu juga.
"Sepertinya akan ku jelaskan dari tersangkanya dulu. Bang Saga, aku dan Wira sudah menyelidiki kasus kecelakaan orang tua abang bersama dengan papa yang kebetulan saat ini juga berada di Busan. Tenang, Sean ada bersama dengan papa dan mamaku sekarang. Kami berhasil mengetahui jika tersangka utama pelaku yang membunuh kedua orang tua abang adalah ayah Rara."
"Lalu, ada yang janggal semenjak kedatangan Rara ke sini, karena Rara menyuruh bawahannya untuk membuntuti bang Evan dan Runa waktu itu. Aku tahu betul wanita licik itu ingin merusak hubungan kalian, dan nyatanya Rara berhasil melakukannya pada abang."
"Jadi maksud kalian, foto Runa yang sedang membeli cincin itu hanya editan belaka, begitu?"
Wira mengusap punggung Saga sambil berusaha menenangkan Saga yang sudah meneteskan airmatanya sejak tadi. Kedua tangan Saga mengepal dengan kuat, tidak menyangka jika ternyata ayah Rara tega melakukan perbuatan keji tersebut untuk melenyapkan nyawa kedua orang tuanya. Betapa bodohnya ketika ia saat itu malah termakan omongan Rara daripada ucapan sepupu dan juga kekasihnya sendiri.
Evan hanya diam dan tidak menjawab pertanyaan Saga. Lelaki itu kini mengambil sebelah tangan Saga, lalu meletakkan kotak kecil berwarna merah yang diyakini isinya adalah sebuah perhiasan. Tanpa bertanya, Saga mencoba untuk meraba benda tersebut lalu membukanya. Bisa ia rasakan jika kini ia menyentuh sepasang cincin pasangan di dalamnya. Lalu ia juga menemukan ada sebuah ukiran inisial namanya dan Runa di dalam cincin tersebut.
"Awalnya aku meminta bantuan Runa untuk memberi kejutan ulang tahun bang Saga, dan Runa berinisiatif ingin membelikan abang cincin itu. Dia yang mendesain sendiri cincinnya, bang. Bisa kulihat jika Runa benar-benar tulus mencintai abang. Cincin itu adalah hadiah ulang tahun untuk abang nantinya. Tapi kini kami bingung karena Runa tiba-tiba saja menghilang."
Saga tertunduk lesu sembari terus mengusap cincin yang kini sudah berada di tangannya. Ia benar-benar merasa bodoh dan egois karena tidak mau mendengarkan penjelasan Runa ketika itu, dan yang ia miliki saat ini hanyalah rasa penyesalan. Saga menyesal karena telah menyakiti Runa dengan sikap acuh dan dinginnya, ditambah kini Runa yang tiba-tiba saja menghilang juga turut membuatnya khawatir. Hanya dirinyalah yang patut untuk disalahkan, dan ia yakin Runa menghilang juga karena dirinya.
"Evan, maafkan aku karena aku menyalahkanmu waktu itu. Aku memang bodoh, mengapa pula aku lebih mempercayai omongan wanita busuk itu daripada kalian yang jelas-jelas selama ini selalu ada di sisiku. Maafkan aku, Evan. Wira, maafkan aku juga. Runa, maafkan akuㅡ"
"Tidak apa-apa, bang. Aku juga tidak menyalahkan abang karena di sini yang salah adalah wanita licik itu. Untuk berita baiknya, papa sudah mengirimkan bukti-bukti yang kami temukan pada kepolisian lewat rekan kerja papa. Jadi abang tenang saja untuk masalah itu. Sekarang sebaiknya kita fokus saja untuk mencari Runa."
"Kira-kira dia pergi ke mana? Apa di kampus tidak ada? Apa kegiatannya sudah selesai? Apa jangan-jangan dia sudah kembali ke Indonesia? Oh, Wira! Tolong nyalakan televisinya sekarang! Cepat!"
Meskipun kebingungan, Wira tetap langsung mengikuti perintah Saga dan menyalakan saluran televisinya. Sengaja ia keraskan volume televisi tersebut agar Saga bisa mendengarkan acaranya. Dengan perintah Saga, Wira mencari saluran berita dan menatap Evan dengan tatapan bingung, namun Evan hanya bisa mengendikkan bahunya karena ia sendiri pun tidak paham apa maksud Saga.
"Tidak ada berita tentang kecelakaan pesawat di tivi, kan? Kalian tidak melihat ada nama Runa terpampang di layar tivi-nya, kan? Akuㅡaku hanya khawatir jika mimpi burukku menjadi kenyataan. Kalau begitu bantu aku mencari Runa sekarang. Evan, Wiraㅡ bantu aku. Bantu aku menemukan Runa. Aku ingin meminta maaf kepadanya. Aku merindukannya. Aku merindukan Runa."
Tangan Saga menggenggam erat tangan Evan yang tengah duduk di sebelahnya, dan bisa ia lihat jika saat ini Saga tengah mengkhawatirkan keadaan Runa. Bahkan Evan baru melihat sisi Saga yang lain saat ini. Saga menangis karena seorang wanita, dan Evan sadar betapa besar rasa cintanya itu kepada Runa. Evan dengan mantap mengusap punggung tangan Saga sambil mengangguk. Tanpa disuruh pun, ia pasti akan mencari Runa.
"Abang tidak perlu khawatir. Kami akan mencari Runa, bahkan jika harus terbang ke Indonesia sekalipun. Kami akan mencarinya, bang. Abang tenang saja."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
PARAGRAF
Romance[Jung Jaehyun ㅡ End] ❝Setiap paragraf yang tertoreh dalam tulisanku, selalu mengingatkanku akan dirimu.❞ Runa, seorang wanita yang memiliki trauma dalam hal percintaan itu harus kembali merasakan rasanya jatuh cinta kepada seorang lelaki ketika ia...