Paragraf 26 ; Suffered

1.8K 270 12
                                    

"Runa... Runa..."

"Bang, maafkan aku."

Evan mengusap sisa airmatanya sembari menepuk pundak Wira yang berusaha untuk meminta maaf pada Saga karena tidak memberitahu Saga tentang kepergian Runa sebelumnya. Saat ini Wira benar-benar merasa bersalah, pasalnya kondisi Saga semakin menurun. Sudah tiga hari ini Saga hanya menatap kosong langit-langit kamar sembari menggumamkan nama Runa karena merasa sangat terpukul.

Saga tidak bisa diajak berbicara sama sekali, dan ia hanya bisa tergolek lemah di ranjang rumah sakit entah sampai kapan. Evan juga sudah menceritakan semua kejadian yang sedang menimpa Saga kepada ayahnya yang saat itu sudah menemukan kornea untuk Saga, dan hari ini Saga akan melakukan pemeriksaan untuk pencocokan korena.

Meskipun kondisinya masih belum pulih, namun dokter tetap melakukan beberapa tahapan dalam pencocokan kornea, hingga pada akhirnya dokter mengatakan jika kornea tersebut cocok untuk Saga. Melihat kondisi Saga yang masih terlalu lemah untuk melakukan operasi, terpaksa ayah Evan yang menjadi wali Saga harus bersabar dan menunggu hingga kondisi Saga sedikit membaik.

Seminggu berlalu, namun tetap tidak ada tanda-tanda kesembuhan dari Saga. Saga masih tetap diam seperti mayat hidup sambil terus menggumamkan nama Runa, bahkan untuk makan dan melakukan hal lain saja ia harus dibantu oleh kedua sepupunya. Berat badannya turun drastis, dan jika Saga tidak pulih, bisa-bisa tubuhnya hanya tinggal tulang tengkorak saja.

"Apa yang harus kita lakukan? Aku tidak mau melihat bang Saga seperti ini terus."

"Aku juga bingung, bang. Aku bahkan berusaha untuk menonton berita untuk memastikan jika Runa tidak ada dalam pesawat tersebut, tapi sampai sekarang pihak maskapai belum menayangkan nama-nama penumpang yang menjadi korban. Apa kita bilang saja kalau Runa tidak naik pesawat itu?"

"Apa menurutmu bang Saga akan percaya? Bang Saga sudah tahu jika penerbangan ke Indonesia hari itu hanya di pagi hari, dan dengan pesawat yang jatuh itu pula. Bagaimana caranya kita berbohong? Apa kita harus bilang jika Runa memilih untuk naik pesawat lewat bandara Incheon, begitu? Lebih mustahil lagi."

"Tidak ada yang tidak mungkin, bang. Siapa tahu Runa memang berangkat dari bandara Incheon. Tapi aku juga tetap tidak bisa menunjukkan buktinya pada bang Saga."

Lagi-lagi keduanya hanya bisa menghela napas panjang, sembari menatap Saga yang masih terbaring lemah dengan tatapan kosongnya. Psikiater di rumah sakit tempat Saga dirawat pun sudah ikut turun tangan, tetapi tetap tidak bisa membuat kondisi Saga membaik. Wira dan Evan juga sudah berusaha untuk terus menghibur Saga dengan memutar video kenangannya bersama Runa, namun yang ada Saga malah menangis tak henti-hentinya.

Akhirnya, dengan persetujuan dari ayah Evan dan Wira, Saga terpaksa melakukan operasi mata karena jika menunggu terlalu lama, kornea barunya itu akan diambil oleh orang lain. Kesempatan tidak datang dua kali, sehingga yang bisa mereka lakukan hanyalah menyetujuinya. Dalam tiga hari sebelum operasi, Saga diberikan bermacam-macam vitamin dan obat melalui selang infusnya untuk membuat kondisinya tetap prima. Intinya para dokter sudah berusaha yang terbaik agar operasi berjalan dengan lancar.

Tiga hari kemudian, operasi pun berlangsung. Evan, Wira, kedua orang tua mereka dan juga Sean dengan cemas menunggu di luar ruang operasi. Sean yang tidak paham apa yang sedang terjadi kepada kakaknya itu terus saja menangis sembari memanggil nama Buna. Sean sangat merindukan Runa, dan untungnya Evan bisa menenangkan Sean dengan berkata jika Runa kembali ke Indonesia untuk membeli oleh-oleh untuknya.

***

Lima jam berlalu, operasi Saga akhirnya selesai. Terlihat sang dokter dengan perawakan tinggi besar itu keluar dari ruang operasi sambil menyeka peluh di dahinya. Semua yang menunggu di luar segera berdiri dan mengerubungi sang dokter, berharap dokter tersebut berkata jika dirinya berhasil mengoperasi Saga.

PARAGRAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang