Paragraf 22 ; I'm Sorry

1.9K 272 9
                                    

"Aku ingin ikut mencari Runa. Aku tidak mau hanya diam dan menunggu di rumah. Rasanya begitu sesak."

"Baiklah, kita berangkat sekarang ya, bang? Aku sudah menghubungi Radit karena dia juga penanggungjawab Runa selama di sini, dan dia bilang Runa belum kembali ke Indonesia. Jadi Radit akan mencari Runa di sekitar kampus."

Saga hanya mengangguk, karena ia juga tidak akan bisa mencari Runa sendirian dengan penglihatannya yang tidak berfungsi. Saga hanya bisa memasrahkan keselamatan Runa kepada kedua sepupunya dan juga Radit, berharap Runa akan segera ditemukan dalam keadaan utuh, tidak seperti yang dimimpikannya semalam. Bahkan Saga tidak mau mengingat mimpi mengerikannya itu, karena Saga tidak mau kehilangan Runa.

Mereka bertiga pada akhirnya mulai mencari keberadaan Runa sambil mengendarai mobil dengan Wira sebagai supirnya. Evan duduk di samping Wira, dan Saga duduk di bangku tengah seorang diri. Saga hanya bisa memandang jalanan dari kaca jendela dengan tatapan kosongnya, baru kali ini kebutaannya itu terasa begitu berat. Padahal selama ini ia sudah mulai terbiasa dengan keadaannya.

Apalagi semalam wajah Runa bisa ia lihat dengan jelas. Meskipun ia sebenarnya juga tidak tahu apakah yang muncul di dalam mimpinya itu adalah wajah Runa yang sebenarnya atau bukan. Tetapi dilihat dari ciri-ciri yang pernah ia ingat ketika Saga sempat meraba wajah Runa, sepertinya wajah Runa memang persis seperti yang ada dalam mimpinya.

'Kamu cantik, Runa. Aku baru sadar jika sudah dua kali aku memimpikanmu, namun baru semalam aku bisa melihat wajahmu dengan jelas. Aku akan mengingat wajahmu sampai kapanpun, Runa. Aku harap aku bisa melihatmu ketika aku sudah bisa melihat nanti. Aku benar-benar mencintaimu.'

"Bang? Abang melamun?"

Evan menatap Saga lewat kaca spionnya untuk melihat apakah Saga akan merespons perkataannya atau tidak, namun nyatanya lelaki itu tetap terus menatap kosong ke arah jalanan yang lengang. Hujan rintik-rintik mulai membasahi Busan, dan Saga terlihat sangat khawatir dengan kondisi Runa yang entah berada di mana. Saga takut terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di luar sana, dan ia kembali merutuki dirinya sendiri karena ia sudah bersikap begitu jahat pada Runa.

"Bang? Bang Saga?"

"Oh, hmm? Ada apa? Kalian menemukan Runa?"

"Bukan begitu. Ku lihat sejak tadi abang seperti melamun. Jangan merasa bersalah, bang. Aku yakin Runa pasti baik-baik saja. Saat ini aku sedang melacak keberadaan ponselnya dengan bantuan temanku yang kebetulan handal di bidangnya, mungkin sebentar lagi kita akan segera mengetahui di mana keberadaannya."

Saga meresponsnya dengan anggukan kecil dan pandangannya kembali ia alihkan ke kaca jendela, berharap Runa memang baik-baik saja. Dengan begitu, ia bisa berhenti menyalahkan dirinya sendiri. Tak masalah jika Runa tidak mau memaafkannya dan bahkan mungkin meminta putus darinya, karena yang Saga inginkan saat ini adalah keselamatan Runa. Hanya itu yang sejak tadi terus dipikirkannya.

"Bang! Aku berhasil melacak ponselnya! Wira, segera menuju ke daerah pinggiran Busan, di daerah ini."

Evan langsung menunjukkan tanda merah yang muncul pada ponselnya, dan tanda tersebut adalah lokasi ponsel milik Runa berada. Saga mengatupkan kedua tangannya sembari berdoa, semoga Runa benar baik-baik saja. Meskipun awalnya ia tadi sempat bingung dengan perkataan pinggiran Busan yang disebutkan oleh Wira. Apa yang dilakukan oleh Runa di sana? Mengapa sampai pergi jauh sekali hingga ke pinggiran kota? Saga masih tidak mengerti alasannya.

"Evan, lokasi Runa itu berada di mana? Mengapa dia pergi jauh sekali sampai ke pinggiran Busan? Apa yang sedang dilakukannya di sana? Dia tidak diculik, kan?"

PARAGRAFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang