Satu

515 40 7
                                    

Aruna bergegas turun begitu bus berhenti. Butuh waktu sekitar lima menit untuk sampai ke tempat Lintang menunggu. Begitu sampai, dia langsung menghampiri gadis yang sedang meniup-niup mi di sendok. Terlalu asyik membuat sepupunya itu tak menyadari kehadirannya.

"Mi pesananku mana?" tanyanya begitu duduk dan melihat tak ada mangkuk lain selain milik Lintang.

"Aku enggak tahu kamu bakalan secepat ini datangnya," ujar Lintang mendesis-desis karena kepedasan. Diambilnya tisu lalu mengelap keringat di keningnya. "Dek!" Lintang memanggil pelayan yang lewat tidak jauh dari meja mereka. "Buatin mi satu lagi, ya. Plus sate kerangnya satu porsi."

"Minumnya es teh ya, Dek." Aruna menambahkan.

Setelah mencatat pesanan yang disebutkan Lintang dan Aruna, anak laki-laki berseragam oranye, yang kalau dilihat dari wajahnya masih remaja itu pun berlalu.

"Aku dan Kak Weni batal ketemu. Dia mendadak ada rapat bersama kepala seksi. Katanya besok mau langsung ke Nantang's saja." Aruna menggeser mangkuk berisi mi yang baru saja diletakkan pelayan. Setelah menambahkan dua sendok penuh sambal dan saus, dicicipinya kuah berwarna sedikit hitam itu. Dia berdecak saat merasakan pedas dan manis yang pas.

"Sempurna!" batinnya puas.

Lintang menyorongkan mangkuk ke tengah meja. Suara berisik terdengar saat dia masih saja menyedot es teh yang telah tandas. Masih merasa pedas, diaduk-aduknya es batu menggunakan pipet lalu kembali menyedot es yang mulai mencair di gelasnya. "Jonathan melamarku," ujarnya setelah merasakan pedas di mulutnya mulai berkurang.

Mendengar ucapan Lintang, Aruna langsung tersedak kuah mi yang baru saja masuk ke mulutnya. Matanya berair menahan rasa pedih di hidung. Ditatapnya Lintang dengan ekspresi kesal. Sementara yang ditatap balas menatapnya dengan tatapan tak bersalah.

"Melamar? Kamu dan Jonathan mau menikah?" tanyanya sambil memukul-mukul dadanya. Melihat anggukan yakin Lintang, dada Aruna semakin terasa sesak. Aruna mendorong mangkuk yang masih penuh ke tengah meja. Ucapan Lintang membuatnya mendadak kenyang. Wajah ibu yang sendu melintas begitu saja di kepalanya.

"Kok tiba-tiba benget?" Akhirnya Aruna bisa mengeluarkan suara setelah berhasil menguasai rasa syoknya.

"Enggak tiba-tiba, kok. Sejak dua tahun yang lalu kami udah merencanakannya," ucap Lintang santai. Ditariknya mangkok berisi mi milik Aruna. "Masih mau enggak ini? Kalau enggak biar kuhabiskan. Daripada dibuang, bagusan kuhabisin kan?" tanya Lintang dengan ekspresi tak bersalah

"Udah habisin saja. Hilang selera makanku kau buat." Jawab Aruna ketus. "Ini juga habisin saja sekalian." Dengan kesal didorongnya gelas berisi es teh yang masih separuh ke hadapan Lintang.

"Makasih, Kakak. Baik banget, sih kamu hari ini." Aruna mendengus mendengar kata-kata lebay Lintang.

Lintang akan segera menikah? Adik sepupu yang usinya dua tahun di bawahnya itu akan menikah? Itu berita baik. Tante Luna pasti senang banget. Harapan melihat putri tunggalnya bersanding dengan pria idaman segera terwujud. Berbeda dengan Aruna, untuknya itu merupakan berita buruk. Buruk banget malah. Pertanyaan, kapan kamu akan membawa pacarmu menemui ibu pasti akan semakin sering muncul. Yang lebih gawatnya lagi, dia sudah kehabisan alasan untuk menangkis pertanyaan-pertanyaan membosankan itu.

"Ngapain sih kalian buru-buru banget? Penjajakan dulu kek. Pelajari karakter Jonathan. Jangan sampai sudah menikah baru kelihatan semua sifat buruknya. Kalau sudah begitu, menyesal pun sudah enggak ada gunanya lagi." Aruna menarik kembali gelas berisi es teh yang tadi diberikannya kepada Lintang lalu menyedotnya hampir habis. Mengomeli Lintang dicampur panik sukses membuatnya haus.

Mendengar omelan enggak mutu dan penuh maksud Aruna, Lintang menghentikan kegiatan makannya. Dengan mata menyipit ditatapnya sosok yang tampak gelisah itu. "Aruna sayang, aku dan Jonathan itu sudah kenal sejak jaman masih sama-sama unyuk. Penjajakan yang kamu maksudkan itu sudah kami lakukan sejak bertahun-tahun yang lalu, jadi, nasihatmu enggak cocok, tahu!"

Aruna mati kutu. Dia mendengus mendengar ucapan Lintang. Ya dia tahu lah kisah Lintang dan Jonathan. Pria itu kan berasal dari kota yang sama dengan mereka. Merantau ke Medan untuk kuliah. Dan sekarang bekerja di perusahaan pengangkutan yang menangani barang-barang dari pelabuhan Belawan. Dia juga tahu berapa lama sudah sepupunya itu menjalin hubungan dengan sang pacar, lengkap dengan segala kisah putus nyambung yang penuh drama.

"Rencana menikahnya kapan?" tanyanya, akhirnya.

"Setelah tahun baru."

"Setelah tahun baru?" tanya Aruna dengan suara hampir tercekik. Itu enam bulan dari sekarang. Gawat banget nih si Lintang. Ngebet banget pengen segera kawin.

Tidak! Lintang tidak boleh menikah sebelum dia bisa membawa seseorang untuk bertemu ibunya. Bisa mati jantungan karena menanggung rasa bersalah setiap kali melihat ekspresi sedih ibunya. Dia harus bisa meyakinkan Lintang untuk menunda rencanya. Apa pun caranya.


Pagiii...

Up date lagi. Silahkan dikepoin dong. Jangan lupa ninggalin jejak ya. Suka banget kalau ada yang vote atau komen gitu, wkwkwk.

Masih  diam di rumah kan? Sabar ya. Badai pasti berlalu. Jaga kesehatan, sering-sering tanya kabar orang-orang terdekat tapi berjauhan apalagi yang tinggal sendiri (seperti orang tua kita). Lewat VC atau kirim pesan.

Salam sehat dan semangat. 

Love you all.

Just Another BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang