Satu tahun yang lalu Aruna memutuskan meninggalkan Rantauprapat dan pindah ke Medan untuk mewujudkan impiannya, memiliki toko roti. Lintang yang baru menyelesaikan pendidikannya langsung setuju saat diajak bekerjasama mengelola Nantang's Bread&Coffe Shop. Sejak saat itu mereka tinggal bersama, menempati rumah berlantai dua pemberian Tante Luna.
Memiliki bisnis rumah sewa dan kost-kostan di sekitar jalan Gorilla dan Tuasan, membuat Tante Luna minimal satu kali dalam sebulan pasti datang ke Medan. Tujuannya untuk memeriksa keadaan kost-kostan miliknya. Meskipun sudah mempekerjakan Pak Romi dan istrinya untuk mengawasi, tetapi tetap saja miss ngomel itu muncul kapan saja dia mau. Dan ibu Aruna tidak pernah ketinggalan. Beliau selalu saja ikut setiap kali adik iparnya itu datang berkunjung.
Awalnya Aruna senang-senang saja namun saat pertanyaan kapan dia akan membawa pacarnya ketemu sang ibu, Aruna mulai merasa was-was setiap kali duo nyonya ratu itu muncul.
Dan sore ini ketika mobil Lintang berhenti tepat di depan rumah yang mereka tempati, melihat wanita berdaster batik sedang berjalan cepat untuk membuka pagar, perasaan tidak tenang itu kembali muncul.
"Kamu tahu Tante mau datang berkunjung?" tanyanya sambil menoleh ke arah Lintang. "Tahu."
"Kamu kok enggak bilang, sih?"
"Aku tahunya juga tadi pas bayar tagihan di warung mie ayam. Mama ngabarin kalau mereka sudah sampai," jawab Lintang ringan. Tanpa memerdulikan Aruna yang tampak enggan, gadis bertubuh mungil itu cepat-cepat turun dari mobilnya. Dengan berlari-lari kecil dia memasuki rumah. "Uak...! Aruna eggak mau masuk tuh. Katanya dia enggak mau ketemu sama Uak!"
"Sial! Sekalinya kurang ajar ya tetap saja kurang ajar," gerutu Aruna kesal mendengar suara cempreng Lintang dan kata-kata penuh provokasinya. Tak ingin ibunya berpikir dia benar-benar tak mau bertemu, cepat-cepat Aruna turun. Dengan langkah lebar disusulnya Lintang. "Awas kau nanti, ya!" ancamnya begitu berada di samping sepupunya itu. Bukannya takut, gadis bertubuh mungil itu malah tertawa keras, yang dibalas Aruna dengan pelototan garang.
"Baru pulang kalian?" pertanyaan sosok berwajah lembut yang sedang meletakkan cangkir-cagkir keramik di meja menghentikan keduanya.
"Ibu...," panggil Aruna menghampiri lalu memeluk tubuh jangkungnya. "Apa kabar, sehat kan?"
"Sehat lah. Kalau enggak sehat mana bisa sampai Medan," jawab ibu sambil mencubit hidung Aruna lalu duduk di samping Tante Luna yang sedang sibuk membuka bungkus bolu kampung Ika La Iya oleh-oleh khas Rantauprapat. Sementara itu ibu sibuk menuang teh ke cangkir yang tadi dibawanya. Mereka membicarakan tentang persiapan lamaran Lintang.
"Sebelum kemari Mama dan Uak sudah cari hari bagus untuk acara lamaranmu itu. Konsepnya tetap memakai konsep Batak Mandailing. Mulai dari acara manyapai boru, membicarakan tentang sinamot, markata boru, mangupa, sampai acara mamuhun, itu diatur oleh raja adat dan orang-orang tua di keluarga kita. Kamu enggak boleh protes. Untuk acara resepsi baru kamu dan Jonathan yang atur." Lintang mengangguk mendengar ucapan ibunya.
"Yang penting nikah," ujarnya sambil melirik Aruna. Sementara yang dilirik langsung mendengus sebal.
"Awas kau nanti!" ancam Aruna lewat mata.
"Ajak Erwin ya Na, pas acara manyapai boru nanti," ujar Tante Luna membuat Aruna kelagapan. Dia tak pernah menduga topik obrolan akan berpindah secepat itu.
"Atau nanti kita ajak makan malam saja. Enggak usah nunggu acara Lintang. Kelamaan. Ibu sudah enggak sabar pengen ketemu. Kamu bisa kan menghubungi Erwin, Na?" tanya ibu menatap putrinya lembut.
Tak tahan lama-lama bersitatap dengan sang ibu, cepat-cepat Aruna megalihkan tatapannya dengan berpura-pura sibuk melap meja menggunakan serbet yang terletak di sampingnya. Ya, Allah, bagaimana menjelaskannya? Batin Aruna gundah.
"Melap mejanya nanti saja deh, Aruna. Sekarang kamu hubungi Erwin, bilang malam ini Tante dan ibumu mengundangnya makan malam." Tante Luna menatapnya tak sabaran.
Mendengar ucapan Tante Luna yang tak sabaran, Aruna langsung menghentikan kegiatannya. Tahu tak punya pilihan selain mengatakan yang sebenarnya Aruna memutuskan jujur.
"Kami sudah putus, Bu." Tak berani menatap wajah ibunya, Aruna memilih menunduk sambil meminum teh menggunakan sendok kecil yang tadi dia gunakan mengaduk gula. Suasana senyap melingkupi ruang makan sampai akhirnya hembusan napas lelah terdengar dari sosok di depannya.
"Padahal Ibu berharap sekali kamu segera menyusul Lintang." Jantung Aruna serasa copot mendengar kata-kata itu. Dia sama sekali tak berani mengangkat kepalanya. Selain itu, dia juga sedang bersiap-siap menerima semburan sang Tante. Polanya selalu begitu. Ibu yang kalem cukup mengatakan satu kalimat saja, maka selebihnya menjadi bagian Tante Luna.
"Apa-apaan sih, kamu Aruna!" Nah, benarkan? Belum sempat dia menghitung, tante Luna sudah memainkan perannya. "Kurang apa lagi coba si Erwin itu? Mapan. Berasal dari keluarga terpandang dan terhormat. Mau cari dimana lagi laki-laki baik seperti itu, Hah!"
"Tapi. Erwin enggak memenuhi kriteria pria impianku, Tante," jawab Aruna membela diri. Bukannya mereda, emosi Tante Luna semakin memuncak mendengar alasan kemenakannya itu.
"Kriteria lagi!" sembur perempuan berambut ikal itu, geram. "Tahu umur kamu sekarang berapa? Sebentar lagi 27 tahun! Dan kamu masih ngotot tentang kriteria." Tante Luna berdiri sambil berkacak pinggang. Dia menarik napas sejenak sebelum akhirnya memulai omelannya lagi. Sesekali kekesalannya dia tumpahkan kepada Lintang yang tidak bisa mengajak Aruna ke jalan yang benar. Lintang tak membantah. Dia hanya bisa mengangguk sambil sesekali mengucapkan kata, iya, Ma. Tante Luna menasehati Aruna untuk menghentikan hobinya gonta-ganti pacar karena ulahnya itu bisa merusak nama baik keluarga besar mereka.
"Sudah lah Luna, semua yang kamu ucapkan itu sudah pernah didengar Aruna bahkan mungkin dia sudah hapal di luar kepala karena terlalu seringnya kamu ucapkan. Iya kan, Nang?" tanya ibu dengan nada tajam dan sukses menohok perasaan Aruna.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Another Boyfriend
RomanceQiandra Aruna, terkenal dengan sebutan playgirl cap kadal. Tentu bukan playgirl biasa. Aruna memutuskan pacarnya demi mendapatkan laki-laki yang memenuhi tujuh kriteria yang telah dia tetapkan. Berpindah dari satu laki-laki ke laki-laki yang lain...