Lima

294 28 5
                                    

Kalau bagian dapur adalah wewenang penuh Aruna sedangkan bagian depan merupakan wilayah kekuasaan Lintang bersama ke dua anggotanya plus barista yang meramu kopi.

"Oke, pukul delapan tepat." Lintang meletakkan cheese cake yang baru diambilnya dari dapur lalu meletakkannya di meja bundar kecil bertuliskan nantang's today. "Yuni, ganti closed menjadi open!" teriaknya bersemangat. Yuni yang sedang merapikan seragam yang dikenakannya, bergegas ke arah pintu dan memutar penanda kalau toko roti mereka sudah buka dan siap melayani para pelanggan.

Memasuki pukul setengah sepuluh, pengunjung mulai ramai. Selain The Molten Cheese Cake, permintaan bolu pisang dan lapis legit juga cukup banyak. Semua berjalan lancar, sampai Lintang datang dan memberi tahu tentang Bu Aminah, pelanggan eksklusif yang sedang marah-marah di depan.

"Salah desain, maksudnya?" Kening Aruna berkerut mendengar laporan Lintang.

"Iya, Bu Aminah minta Frozen bukan Barbie."

"Naya, ambilkan catatan pesanan untuk hari ini!" seru Aruna. Naya yang baru saja memasukkan adonan bolu pisang ke oven, cepat-cepat berjalan ke papan tulis putih tempat Aruna biasanya menempelkan catatan orderan yang masuk.

"Di sini disebutkan Frojen." Aruna menunjukkan catatan pesanannya kepada Lintang. Aruna mendengkus membaca nama Nara dan tanda tangan yang tertera di ujung kertas. Setengah frustrasi dilemparkannya spuit yang dipegangnya ke meja. "Si Nara ini kanapa sih? Tiga hari ini kelakuannya benar-benar bikin aku emosi saja!" Setelah memerintahkan Orin melanjutkan pekerjaannya menyemprotkan butter cream di dasar wedding cake yang tadi dikerjakannya, dengan langkah lebar dia meninggalkan dapur diiukuti Lintang.

Langkahnya berhenti saat melihat Nara yang sedang menunduk ketakutan di samping lemari display. "Tunggu saya di dapur!" perintahnya dengan suara pelan dan mendesis.

Lintang yang melihat Nara yang gemetar ketakutan, menepuk bahu anggotanya itu. "Enggak apa-apa," ucapnya berusaha menenangkan.

Bu Aminah yang sedang duduk di sofa di ruang tunggu langsung berdiri begitu melihat kedatangan Aruna. Wajahnya merah karena menahan kesal. "Bu Aruna bisa enggak sih bedain Frozen dan Barbie?"

"Saya tahu, Bu," jawab Aruna. Dia berusaha menampilkan senyum paling ramah yang dimilikinya. "Saya minta maaf atas kesalahan ini. Kita bisa bicarakan ini di ruangan saya," katanya lagi seraya mengajak wanita dengan penampilan super wah itu dengan sopan.

"Bu Aruna tahu kan saya berani bayar mahal untuk cake ini. Kenapa? Karena saya tahu kualitas toko Ibu. Kalu begini saya benar-benar menyesal memesan birthday cake anak saya di sini."

Aruna mengangguk tidak enak hati terhadap kesalahan yang terjadi. "Sebelumnya saya benar-benar minta maaf atas kesalahan ini. Tapi, kalau ibu berkenan dan memberi saya waktu lima belas menit untuk mengganti karakter tokohnya menjadi Frozen saya akan memperbaikinya. Untuk konpensasi atas kesalahan yang terjadi, saya beri ibu potongan harga dan satu paket sajian nantang's today." Aruna menatap sosok besar di depannya. Dia sedikit lega melihat binar di sepasang mata bulat itu.

"Baiklah kalau begitu. Enggak diganti juga enggak apa-apa. Frozen juga bagus, kok." Nah, loh? Aruna menatap sosok di depannya tak percaya.

"Ini bukan karena saya enggak bisa bayar penuh loh Bu Aruna. Tapi, saya sedang bermurah hati membantu Bu Aruna."

"Iya, Bu. Saya tahu. Sebentar." Aruna menekan nomor Lintang di ponselnya. Dia meminta gadis itu mengemas birth cake dan dua belas buah The Molten Cheese Cake untuk diantar ke ruangannya.

Begitu Lintang datang dengan membawa pesanan yang dimintanya, Aruna langsung menghampiri wanita yang sedang bersusah payah berdiri dari duduknya. "Terima kasih atas kemurahan hati ibu menerima permohonan maaf kami." Tanpa menjawab Bu Aminah keluar mendahului Aruna dan Lintang.

"Ingat ya, Bu Aruna, saya enggak bakalan mesan cake atau belanja roti di sini kalau sampai terjadi kesalahan lagi," ancam Bu Aminah dengan angkuh sambil masuk ke mobilnya, yang dibalas Aruna dengan anggukan. Sementara itu, Lintang dan Yuni langsung meletakkan kotak berisi birthday cake dan The Molten Cheese Cake di samping wanita itu.

Begitu mobil hitam mengilap itu berlalu dari hadapannya, dengan langkah cepat Aruna mendatangi Nara yang sudah menunggu di dapur. Dia siap meledak.

"Kamu tahu ini kali keberapa kamu melakukan kesalahan mencatat orderan!" sembur Aruna tepat di depan Nara. Hesa dan Naya yang sedang santai karena pekerjaan mereka sudah selesai terkejut bukan main.

Aruna memang tidak pernah main-main apalagi itu menyangkut pekerjaan, tapi dia tidak pernah membentak anggotanya dengan suara keras begitu. Karena tatapannya yang tajam dengan keningnya yang berkerut saja sudah cukup membuat mereka takut.

"Maaf, Chef," jawab Nara dengan suara lirih. Tubuhnya gemetar ketakutan.

"Tiga hari yang lalu kamu juga minta maaf tapi hari ini kamu tetap mengulangi kesalahan yang sama."

Nara semakin menunduk mendengar ucapan Aruna.

"Jangan mentang-mentang kamu berasal dari Rantauprapat dan titipan Tante Luna, terus kamu bisa berbuat seenaknya. Asal kamu tahu saja, saya tidak mau reputasi toko saya rusak hanya gara-gara anggota enggak fokus kayak kamu."

"Saya minta maaf." Naya mengangkat wajah. Matanya berkaca-kaca menatap Aruna dengan tatapan memohon. "Saya berjanji akan lebih berhati-hati dan fokus."

"Kasih kesempatan sekali lagi enggak apa-apa kali, Na. Kasihan...." Lintang membuka suara setelah sejak tadi hanya diam.

Aruna mengembuskan napasnya pelan. Bagini nih kalau pegawai titipan, batin Aruna kesal. "Oke. Satu kali kesempatan lagi. Kalau sampai terjadi kesalahan yang sama, saya akan mengembalikan kamu ke Tante Luna," ujarnya penuh tekanan. Aruna berlalu begitu saja meninggalkan Nara yang masih berdiri di tempatnya tanpa berani beranjak.

"Sudah, sekarang kamu kembali bekerja, ya. Ingat! Lebih fokus." Lintang menepuk bahu gadis itu lalu menghampiri Aruna yang kembali melanjutkan pekerjaannya meski gerak tubuhnya masih menunjukkan kekesalan yang kental.

"Makan nasi kapau, yuk, siang ini." Lintang duduk di kursi bulat di samping Aruna.

"Enggak, ah, jauh. Malah macet lagi." Aruna meneruskan pekerjaannya menyemprotkan butter cream membentuk tali yang menjuntai di sekeliling cake.

"Aku yang nyetir."

Aruna mengangkat bahu menjawab perkataan Lintang.

"Aku yang traktir."

Aruna menyeringai lebar. "Pulangnya singgah di Ucok Durian, ya."

"Uuuh, dasar curang," sungut Lintang. Tapi, toh dia tetap menyetujui permintaan sepupunya itu. Dia bernapas lega melihat gestur gadis itu mulai santai. "Pukul dua belas tepat kita berangkat."

"Setengah satu. Cake ini selesai dulu."

"Terserah, deh. Yang penting kamu senang." Lintang berlalu meninggalkan dapur diiringi tawa puas Aruna. 

Just Another BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang