"Kamu ngomong dong sama Jonathan supaya menunda rencana kalian itu. Aku enggak sanggup melihat ekspresi sedih Ibu kalau sampai kamu menikah sementara aku belum," pinta Aruna dengan wajah dibuat sememelas mungkin.
Heh, bujukan maut lagi batin Lintang mencibir. Tapi jangan harap dia akan tergoda. Cukup sudah dia menanggung rasa bersalah setiap kali mengingat ekspresi kecewa Jonathan saat dia menolak lamaran cowok itu tahun lalu.
"Ogah. Tahun lalu aku udah nurutin permintaanmu. Nyatanya sampai sekarang kamu tetap saja enggak nemu pria idamanmu itu. Dan tahun ini aku enggak mau lagi." Tolak Lintang tanpa pikir panjang. "Lagian kalau mau, kamu bisa ajak Erwin untuk ketemu Uak."
Aruna cemberut mendengar nama Erwin disebut. Sebelum kejadian mantan pacarnya itu membentak-bentak kasir minimarket, dia memang sempat berpikir untuk membawanya ketemu ibu. Tetapi rencananya langsung buyar karena sikap kasar yang ditunjukkan Erwin. Mana mau dia ambil risiko menikah dengan pria yang tidak sesuai kriterianya. Dan sekarang Aruna sedikit menyesali keputusannya. Harusnya dia bisa menahan diri dan pura-pura tidak melihat kelakuan kasar Erwin. Tapi, apa dia bisa? Sepertinya tidak. Dia bisa menjadi perempuan super menyebalkan setiap kali bertemu pria kasar begitu.
"Aku dan Erwin sudah putus," jawab Aruna pendek. Lintang menyeringai mendengar jawaban ketus sang sepupu.
"Oh, kapan?" tanyanya sambil menyedot es teh yang sudah habis di depannya. Tidak terdapat nada terkejut apalagi heran mendengar pengakuan Aruna. Sudah biasa. Untuk sepupunya itu putus dengan pacar hal yang biasa. Alasannya juga sederhana. Belum ketemu yang pas.
"Tadi pas Kak Weni ngabarin enggak jadi ketemu, aku dan Erwin jadinya yang jumpa. Ilfil banget lihat dia bentak-bentak kasir hanya kerena terlambat ngembaliin kembalian belanja. Bisa-bisa pas kami nanti menikah, dia bakalan bentak-bentak aku juga karena terlambat ngambilin dia minum." Aruna menjelaskan alasannya memutuskan Erwin.
"Tapi kamu juga enggak bisa langsung ambil keputusan sepihak begitu dong, Na. Selama kalian jalan, Erwin kan baru sekali berbuat kayak begitu. Menurutku apa salahnya kamu ngomong dan beri dia kesempatan."
"Maksudmu aku ngomong sama Erwin, pria yang kuinginkan itu seperti apa, gitu? Terus selama kami jalan dia berpura-pura. Nah, pas udah nikah keluar deh sifat aslinya. Dan sepanjang sisa hidup aku bakalan tersiksa!" seru Aruna tidak terima dengan saran Lintang.
"Aruna, Sayang, kamu enggak capai gonta-ganti pacar terus. Coba hitung sudah berapa pria yang jadi mantanmu, heh?" tanya Lintang dengan nada sedikit kesal.
Aruna terdiam. Dalam hati dia menghitung sejumlah laki-laki yang pernah dekat dengannya. "Enam belas," jawabnya sambil menyeringai.
"Enam belas!" Lintang berteriak tak percaya. Meskipun mereka selalu bersama-sama sejak kecil bahkan sekarang tinggal satu rumah, tapi dia memang tidak pernah menghitung jumlah pria yang dekat dengan sepupunya itu. Yang diketahuinya Aruna selalu gonta-ganti pacar, itu saja. Sekarang akhirnya dia mengerti mengapa uaknya begitu risau memikirkan putri satu-satunya itu. "Dan di antara enam belas itu satu pun enggak ada yang pas?" kali ini nada sinis terdengar jelas.
Aruna cemberut mendengar pertanyaan Lintang. "Kalau ada yang pas aku enggak bakalan secemas inilah mendengar kamu mau kawin!"
"Kawin? Nikah!" protes Lintang gemas.
"Iya deh, nikah." Aruna meluruskan ucapannya.
"Heran deh, pria sebanyak itu kok enggak ada yang cocok."
"Ya enggak langsung ketemu juga lah. Namanya juga usaha. Eh, kamu tahu nggak Lintang, letak asyiknya ya di proses pencariannya itu. Setiap kali putus dan ganti pacar baru, aku selalu optimis bahwa laki-laki yang saat itu jadi pacarku adalah pria yang selama ini aku cari."
"Dan kamu langsung mutusin begitu melihat ada sikap yang enggak sesuai dengan kriteria yang kamu patok kan?"
"Ya iya lah. Ngapain pula dipertahankan?"
"Tapi, menurutku pria sempurna versi kriteriamu itu enggak bakalan ada deh, Na."
"Pasti ada lah. Percaya deh. Kelak pas aku sudah nemu, kamu pasti langsung ingat percakapan kita hari ini. Dan bilang begini, hei Aruna ternyata kamu benar, pria idaman versi kriteriamu itu benar-benar ada."
Lintang mencebik mendengar ucapan Aruna. Dia tidak pernah percaya ada pria pure seperti yang diinginkannya. Pasti ada yang kurang meskipun hanya satu, pun Jonathan. Tetapi dia memilih untuk menerima semua kekurangan pacar seumur hidupnya itu. Seperti Jonathan menerima semua kekurangannya.
"Kamu enggak ada niat untuk menghentikan pencarianmu itu?" tanya Lintang sambil menatap Aruna.
"Enggak. Aku enggak akan berhenti. Karena aku percaya banget dari sekian banyak pria di bumi Allah ini, pasti ada satu yang pas. Terserah cara ketemunya bagaimana. Mau ketemu ala-ala drama korea favoritmu itu. Atau ala-ala yang lainnya, terserah lah. Dan kelak kalau aku sudah menemukan sosok itu, aku akan mempertahankannya sampai kapan pun." Tatapan Aruna menerawang.
"Mau nunggu sampai kapan? Sampai tua?"
Aruna menatap Lintang. "Enggak sampai tua juga. Dan enggak sampai kualitas sel telurku menurun. Bahkan, aku merasa dalam waktu dekat ini, aku bakalan bertemu pria idaman versi kriteria yang kubuat," ujar Aruna dengan wajah berbinar cerah. "Aku gonta-ganti pacar kan supaya ketemu yang pas."
Lintang mengangkat bahu. Dia benar-benar enggak setuju dengan prinsip gonta-ganti pacar biar ketemu yang pas versi Aruna. Tapi percuma saja mendebat. Gadis berambut cokelat gelap di depannya ini punya seribu satu alasan untuk mempertahankan pendapatnya. Kalau memaksa mendebat, ujung-ujungnya mereka malah ribut. Aruna semangat ngototnya kan besar banget apalagi yang berhubungan dengan prinsip yang dia pegang.
"Terus kalau enggak ketemu, kamu mau menjomlo seumur hidup, gitu?" tanya Lintang memutuskan sedikit mempertahankan pendapatnya.
"Pasti ketemu. Percayalah, aku enggak bakalan menjomlo seumur hidupku," sahut Aruna yakin.
"Tapi, Na, Uak sudah kepingin banget loh punya menantu." Lintang berusaha mematahkan argumen gadis di depannya ini dengan membawa-bawa uaknya, enggak adil sih. Tapi kadang-kadang dia ingin membuat baker super cerdas ini mati kutu.
"Nah, itu," ujar Aruna lemah. Sorot mata yang tadi berbinar-binar langsung meredup begitu ibunya disebut dalam obrolan mereka. Ditatapnya Lintang dengan ekspresi memohon. "Please! Ntang, kamu ngomong ya sama Jonathan untuk menunda rencana kalian itu."
Lintang menggeleng keras menolak lagi permintaan Aruna. Dia tahu gadis di depannya ini begitu menyayangi ibunya. Rela melakukan apa pun untuk sekadar menghadirkan senyum di wajah perempuan kesayangannya itu. Tapi, kali ini dia juga sedang tak ingin mengalah.
"Sorry, Sepupu. Aku enggak bisa memenuhi permintaanmu. Bukan hanya Jonathan, aku juga sudah ngebet banget pengen kawin, eh, nikah." Lintang tertawa puas melihat ekspresi syok Aruna mendengar ucapannya. "Sudah ah, aku mau pulang. Kamu ikut enggak?" tanyanya masih menyisakan tawa.
"Ya, ikutlah. Ngapain pula aku bengong di sini?"
"Siapa tahu aja kamu pengen mencari pria idamanmu untuk kamu bawak ketemu Uak."
Aruna mendelik mendengar kata-kata Lintang, yang dibalas sepupunya itu dengan tawa lebih keras lagi.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Another Boyfriend
RomanceQiandra Aruna, terkenal dengan sebutan playgirl cap kadal. Tentu bukan playgirl biasa. Aruna memutuskan pacarnya demi mendapatkan laki-laki yang memenuhi tujuh kriteria yang telah dia tetapkan. Berpindah dari satu laki-laki ke laki-laki yang lain...