Part - 3

3.2K 139 3
                                    

🍁🍁🍁

Sabtu sore Hanifa izin pulang lebih awal karena tadi siang ibu panti menelpon, mengabari kalau Bumi sedang sakit dan terus menerus memanggil Mamanya. Ibu Nur bilang kalau suhu badan Bumi sudah beberapa hari ini naik turun. Hanifa cemas sakit apa putranya itu, sejak siang kerjaannya jadi kurang fokus.

"Kak aku pulang duluan ya," ucapnya pada Najwa.

"Iya, Hati-hati di jalan ya dek! Langsung ke panti?" tanyanya.

Hanifa menggeleng. "Pulang ke rumah dulu ganti baju, kayanya aku nginep di sana," balasnya pelan.

Najwa mengangguk. Ia mengerti pasti Hanifa sangat mencemaskan anaknya itu.

"Titip salam buat keponakan ganteng kakak ya dek, bilangin cepet sembuh," Hanifa mengangguk lalu memeluk Najwa sekilas, setelah mengucap salam.

Najwa masih memandangi punggung Gadis berkhimar itu, sampai terdengar suara berat dari arah belakang yang membuyarkan lamunannya. "Saya dengar dari Chef Edwin kalau Chef Hanifa meminta izin karena ada keluarganya yang sedang sakit," ucap Chef David pada Najwa.

"Siapa? Setahu saya beliau tinggal sendiri di sini," lanjutnya.

Najwa hanya mengulum senyum, benarkan dugaanya kalau Sous Chef satu ini diam-diam menaruh hati pada adiknya itu.

"Anaknya Chef," balas Najwa pendek.

"Hah?" Najwa bisa melihat raut terkejut itu di wajah tampan David. Ia ingin terkekeh tapi ia tahan sekuat tenaga.

"Maksud Chef Najwa? Hanifa sudah punya anak?" tanyanya memastikan.

Najwa lagi-lagi mengulum senyum, entah di sadari atau tidak barusan Chef David menyebut Hanifa tanpa embel-embel Chef seperti biasanya.

"Anaknya Chef Hanifa sedang sakit, oleh karena itu dia izin untuk pulang lebih awal Chef," balasnya, lalu berlalu dari hadapan David setelah ia pamit untuk kembali ke dapur karena pekerjaannya masih banyak. Padahal Najwa hanya tidak ingin menyemburkan tawa di hadapannya karena melihat raut keterkejutan yang tidak bisa David tutupi. Najwa heran kemana hilangnya wajah plat yang selama ini David tunjukkan.

****

Hanifa menatap sendu pada bocah laki-laki yang kini terlelap dalam tidurnya. Ia baru saja sampai di panti, namun Bumi sudah terlelap setelah meminum obat. Ibu Nur bilang Bumi lebih rewel dari biasanya Minggu ini. Dan selalu merengek ingin bertemu Hanifa, hal itu semakin membuatnya sedih terlebih melihat keadaan Bumi saat ini. Entah bagaimana semenjak bertemu Bumi ia seperti memiliki ikatan antar ibu dan anak dengan bocah tampan itu.

Hanifa mendekat mengusap puncak kepala Bumi lembut, lalu mengecupnya perlahan. Tak lama kelopak mata yang tertutup rapat itu bergerak, bibir yang selalu berceloteh cadel itu bergumam menyebut dirinya. "Mama Bumbum mau mama," ucapnya masih dengan mata terpejam.

"Ssttt... Mama di sini sayang," Hanifa berkata pelan sembari mendekap tubuh mungil itu.

Perlahan netra bulat sepekat malam itu terbuka memandangnya lama. Lalu bocah laki-laki itu terisak menghambur memeluk lehernya erat. "Bumbum anen mama," ucapnya semakin erat memeluknya.

"Mama juga sayang mama juga," Hanifa mengecupi puncak kepala Bumi penuh kasih. Menenangkan anak laki-laki dalam dekapannya.

Mendadak AkadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang